Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Ahli Virologi Rusia Peringatkan: Vaksin yang Buruk Menambah Sebaran Virus Corona
20 Agustus 2020 9:32 WIB
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
“Rancangan vaksin yang buruk dapat meningkatkan penularan penyakit,” kata Chepurnov seperti dilansir FR24 News. Artinya: alih-alih menekan laju pertumbuhan kasus corona, vaksin tersebut justru memperluas penyebaran COVID-19 .
“(Pembuatan vaksin) membutuhkan waktu. Antibodi (setiap orang) berbeda. Untuk virus corona , dalam situasi tertentu infeksi meningkat dengan antibodi tertentu. Anda harus tahu persis antibodi mana yang dihasilkan oleh vaksin itu,” ujar Chepurnov.
Mantan kepala laboratorium untuk penyakit amat berbahaya di pusat penelitian biologi Vector Institute, Siberia, itu mengatakan bahwa pembuat vaksin perlu menjelaskan tingkat netralisasi dan rincian dosis vaksin, dan “apakah semua itu meningkatkan infeksi antibodi atau tidak”.
ADVERTISEMENT
Namun, Science Magazine melansir bahwa deskripsi lebih lanjut tentang uji coba kecil atas kandidat vaksin itu muncul di ClinicalTrials.gov, situs web yang dikelola oleh Institut Kesehatan Nasional AS. Di situ disebutkan, vaksin Rusia tersebut terdiri dari dua suntikan yang berisi versi berbeda dari adenovirus—virus yang menyebabkan penyakit pernapasan pada manusia.
Beberapa dari adenovirus itu penyebab flu biasa yang kemudian direkayasa oleh para peneliti Gamelaya untuk membawa gen protein permukaan virus corona SARS-CoV-2.
Suntikan pertama mengandung adenovirus 26—vektor vaksin yang tengah diteliti prospeknya sebagai platform perlindungan terhadap HIV, Zika, dan virus pernapasan umum. Sedangkan suntikan kedua diberikan 21 hari kemudian; berisi gen protein corona dalam adenovirus 5—vektor replikasi yang mampu menginfeksi sekelompok besar tipe sel yang berbeda.
ADVERTISEMENT
Adenovirus 5 inilah yang dikhawatirkan para ilmuwan. Pada 2007, para peneliti menghentikan uji coba vaksin HIV yang menggunakan adenovirus 5 setelah mereka menemukan bahwa ia meningkatkan kemungkinan penularannya—persis seperti yang dicemaskan Chepurnov atas Sputnik V .
Sputnik V menjalani uji coba fase 1 dan fase 2 dalam waktu supercepat—kurang dari dua bulan. Padahal, uji coba vaksin biasanya memakan waktu beberapa bulan, bahkan kadang bertahun-tahun.
WHO mensyaratkan vaksin menjalani tiga tahap uji coba klinis sebelum dapat digunakan oleh masyarakat luas. Uji coba fase 1 dilakukan terhadap 10–100 individu berisiko rendah (biasanya orang dewasa sehat) untuk mengecek keamanan dan imunogenisitas vaksin. Imunogenisitas ialah kemampuan untuk menimbulkan kekebalan atas suatu penyakit.
ADVERTISEMENT
Uji coba fase 2 melibatkan 100–1.000 orang untuk memantau keamanan, potensi efek samping, respons imun, dan menentukan dosis serta waktu optimal pemberian vaksin.
Uji coba fase 3 digelar berskala besar dengan menyertakan 1.000–10.000 orang. Uji final ini untuk mengetahui kemanjuran vaksin dalam mencegah penyakit, dan untuk menggali informasi lebih lanjut tentang tingkat keamanan vaksin dari populasi yang lebih heterogen dan dalam durasi observasi yang lebih lama.
Vaksin corona Rusia baru diuji coba kepada sekitar 76 orang, dan karenanya WHO mencatatnya masih berada pada fase 1.
“(Sputnik V) ini belum selesai. Seberapa aman ia bagi manusia? Keamanan selalu nomor satu. Jadi, salah satu etika prinsip kedokteran telah dilanggar secara serius: jangan membahayakan (orang),” kata Alexander Chuchalin kepada jurnal sains Nauka i Zhizn.
Svetlana Zavidova, seorang pengacara yang 20 tahun terlibat uji coba klinis dan memimpin Asosiasi Organisasi Riset Klinis di Rusia, berkirim surat kepada Kementerian Kesehatan untuk menunda registrasi vaksin sampai seluruh fase uji coba terpenuhi.
ADVERTISEMENT
“Ini tak masuk akal. Registrasi vaksin yang dipercepat tak membuat Rusia memenangi perlombaan apa pun. Ini hanya akan membuat warga Rusia menghadapi bahaya yang tak perlu,” ujar Zavidova.
Namun Menteri Kesehatan Mikhail Murashko menyatakan Sputnik V menunjukkan tingkat kemanjuran dan keamanan yang tinggi tanpa efek samping serius. Ia bahkan mengklaim vaksin tersebut dapat memberi kekebalan dari virus corona hingga dua tahun—suatu rentang waktu panjang ketimbang kebanyakan vaksin corona yang durabilitasnya tak sampai setahun.
Alexei Chumakov, ilmuwan di Moskow, berkata bahwa Kementerian Kesehatan Rusia tak meminta masukan dari komunitas ilmiah soal vaksin corona yang kini mulai diproduksi.
“Mereka mungkin mendapatkan hasil yang baik dan vaksin itu bisa jadi berhasil, tapi saya pikir ada 20 persen kemungkinan vaksin itu justru akan memperburuk kondisi,” kata Chumakov.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, jumlah ahli virologi di Rusia—yang mendalami seluk-beluk virus dan karenanya dapat menimbang keputusan soal vaksin corona—juga menyusut. “Tak banyak sains yang tersisa di sini setelah 30 tahun terakhir orang-orang tak berminat mengatakan apa pun yang menentang tren.”
Alexei Chumakov ialah putra ahli mikrobiologi dan virologi terkenal Soviet, Mikhail Petrovich Chumakov. Alexei meneliti kanker di AS selama lebih dari dua dekade dan kini tengah mengembangkan vaksin hepatitis E di Moskow.
Sertifikat registrasi vaksin corona Rusia mencantumkan keterangan bahwa vaksin itu dapat diberikan kepada “sejumlah kecil warga dari kelompok rentan”. Mereka yang berada pada kelompok ini ialah staf medis dan lansia.
Sertifikat tersebut juga menyebutkan bahwa vaksin tak dapat digunakan secara luas sampai 1 Januari 2021. Pada tanggal itu, Sputnik V kemungkinan telah merampungkan uji klinis berskala besar—fase 3.
ADVERTISEMENT
Jadi, sementara vaksin lain melewati fase 3 baru mendapat persetujuan produksi massal, Sputnik V menjadi sebuah anomali. Ia mendapat persetujuan untuk diproduksi lebih dulu—untuk kelompok terbatas—sebelum menggelar uji klinis final.
Sputnik V dibiayai oleh Dana Investasi Langsung Rusia dengan dukungan Kementerian Pertahanan. Time melaporkan, puluhan elite Rusia telah mendapat akses awal ke Sputnik V sejak awal April 2020. Mereka antara lain para pejabat tinggi perusahaan dan pejabat pemerintah. Di kemudian hari diketahui, putri Vladimir Putin termasuk salah satunya.