Ahli Wabah UI Duga Gelombang 3 Corona saat Nataru Tak Terjadi, Ini Analisisnya

23 November 2021 14:33 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas medis melakukan pemeriksaan terhadap pasien COVID-19 di selasar Ruang IGD RSUD Cengkareng, Jakarta, Rabu (23/6/2021). Foto: Fauzan/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Petugas medis melakukan pemeriksaan terhadap pasien COVID-19 di selasar Ruang IGD RSUD Cengkareng, Jakarta, Rabu (23/6/2021). Foto: Fauzan/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Sejumlah ahli telah memprediksikan akan munculnya gelombang ketiga COVID-19 sehabis momen libur Natal dan Tahun Baru (nataru) 2022 mendatang.
ADVERTISEMENT
Hal ini disebabkan oleh akan meningkatnya mobilitas masyarakat yang akan diikuti dengan penambahan kasus, seperti pada periode libur yang sama di tahun lalu.
Ahli epidemiologi UI Pandu Riono mengatakan, peluang munculnya gelombang ketiga tersebut sangatlah kecil. Sebab saat ini tak ada varian baru yang punya kemampuan menyebar dan membuat parah penyakit seperti varian Delta.
"Peluangnya kecil. Karena enggak ada varian baru kecuali ada varian baru yang lebih hebat daripada Delta. Sampai sekarang Indonesia tidak ada varian baru yang lebih hebat daripada Delta. Walaupun anak-anaknya ada, tapi anak-anaknya sama aja kekuatannya sama orang tuanya," ujar Pandu kepada kumparan, Selasa (23/11).
Kurva pandemi COVID-19 Indonesia menurun. Foto: Pandu Riono /Tim Pandemi FKM UI
Belum lagi dengan kondisi masyarakat Indonesia yang kini diprediksi mayoritas hingga 70% populasi telah memiliki antibodi terhadap COVID-19. Hal ini tergambar dari hasil survei antibodi di Jakarta yang menunjukkan tingginya jumlah penduduk yang memiliki antibodi tersebut. Ini tentu membuat peluang gelombang selanjutnya menjadi lebih kecil.
ADVERTISEMENT
"Kalau kita lihat di Jakarta itu takutnya pada waktu bulan Maret hanya 44% yang punya antibodi nanti 2 bulan kemudian naik 4,7% kalau enggak salah, terus bulan Agustus naik lagi 3 kali lipat. Artinya dengan sudah lebih dari 66%, untung sekarang Jakarta sih sudah 80% lebih penduduk dan sudah imun, tapi kan kita ngomongin Indonesia, ya di atas 70%-lah," ungkap Pandu.
Prevalensi antibodi COVID-19 di Jakarta. Foto: Pandu Riono /Tim Pandemi FKM UI
Menurut Pandu, munculnya mutasi lain dari virus corona yang lebih ganas dari Delta punya kemungkinan yang kecil jika capaian vaksinasi tinggi.
"Cakupan vaksinasi yang rendah kalau masih ada penularan yang tinggi itu akan memungkinkan kejadian implikasi, karena implikasi itu biasanya terjadi mutasi, tapi semua mutasi akan berakhir dengan mutasi yang ganas, ada mutasi yang lebih lemah dia kalah sama Delta. Kita 100% di Indonesia itu Delta, tapi tenang saja enggak ada apa-apa," ujarnya.
Super-immunity COVID-19. Foto: Nature