Akankah Resolusi Gencatan Senjata PBB Hentikan Serangan Israel ke Gaza?

26 Maret 2024 19:42 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menlu Retno Marsudi menghadiri sidang DK PBB soal Gaza di New York, Rabu (29/11/2023). Foto: Twitter/Menlu_RI
zoom-in-whitePerbesar
Menlu Retno Marsudi menghadiri sidang DK PBB soal Gaza di New York, Rabu (29/11/2023). Foto: Twitter/Menlu_RI
ADVERTISEMENT
Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) akhirnya berhasil mengeluarkan resolusi yang menyerukan gencatan senjata antara Israel dan Hamas di Gaza, Senin (25/3). Hal itu dicapai usai lebih dari lima bulan pertempuran dan lima rancangan resolusi yang diveto.
ADVERTISEMENT
Amerika Serikat abstain dalam pemungutan suara, sementara 14 anggota DK PBB lainnya mendukung resolusi tersebut.
Resolusi tersebut menyerukan gencatan senjata di bulan Ramadan dengan harapan gencatan senjata permanen setelahnya.
Dikutip dari Al Jazeera, meskipun menjanjikan penghentian perang, resolusi tersebut dikritik oleh beberapa analis karena dianggap bersifat simbolis dan tidak konkret dalam mengakhiri perang.
Pengamat kebijakan internasional, Nancy Okail, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa resolusi tersebut memanglah penting, namun sangat terlambat dan masih belum cukup.
Warga Palestina berbelanja di pasar terbuka dekat reruntuhan rumah dan bangunan yang hancur akibat serangan Israel di kamp pengungsi Nuseirat di Jalur Gaza tengah, Kamis (30/11/2023). Foto: Ibraheem Abu Mustafa/REUTERS
Akankah Resolusi PBB Menghentikan perang?
Resolusi PBB menyerukan gencatan senjata segera di bulan Ramadan, yang berarti hanya akan efektif dilakukan selama dua minggu.
Dokumen tersebut menyatakan bahwa gencatan senjata kali ini akan menghasilkan gencatan senjata yang langgeng dan berkelanjutan. Sesaat sebelum pemungutan suara, kata “permanen” dihilangkan dari resolusi tersebut. Rusia sempat mendorong penggunaan kata “permanen” agar Israel tidak melanjutkan operasi militernya setelah Ramadan.
ADVERTISEMENT
Saat ini AS juga belum menghentikan pasokan bantuan militer ke Israel. Mereka menegaskan bahwa komitmennya terhadap keamanan Israel tetap teguh.
“Pilihan kami tidak – dan saya ulangi, tidak – mewakili perubahan dalam kebijakan kami,” jelas jubir Keamanan Nasional Gedung Putih, John Kirby.
Para pengunjuk rasa, salah satunya memegang bendera Palestina, mengambil bagian dalam aksi solidaritas dengan rakyat Gaza di ibu kota Sanaa yang dikuasai Huthi pada (5/1/2024) di tengah pertempuran yang sedang berlangsung antara Israel. Foto: Mohammed Huwais / AFP
Lalu Apa Bedanya Resolusi Kali Ini dan Sebelumnya?
Pada Jumat (22/3) lalu, AS mengajukan sebuah rancangan resolusi di hadapan dewan. Para anggota kemudian melakukan pemungutan suara. Perjanjian ini diveto oleh Rusia dan China; Aljazair menentang; dan Guyana abstain. Sebelas anggota mendukung rancangan resolusi itu.
Resolusi tersebut tidak menuntut gencatan senjata, namun mendukung upaya diplomatik internasional untuk mewujudkan gencatan senjata yang segera dan berkelanjutan sebagai bagian dari kesepakatan yang membebaskan para sandera.
ADVERTISEMENT
Dalam keterangan pers pada Senin (25/3), Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, menambahkan bahwa AS ingin tuntutan gencatan senjata dikaitkan dengan pembebasan tawanan Israel.
Resolusi hari Jumat mengecam Hamas dan mencatat bahwa Hamas telah ditetapkan sebagai organisasi teroris oleh banyak negara anggota.
Lebih lanjut Blinken mengatakan bahwa resolusi yang disahkan pada Senin gagal mengutuk Hamas, hal yang dianggap lebih utama oleh AS.
Sementara Israel mengkritik resolusi hari Senin karena tidak mengaitkan gencatan senjata dengan pembebasan tawanan – karena keduanya dilakukan secara terpisah.
Seorang tentara Israel berjaga di dekat pintu masuk yang menurut militer Israel adalah terowongan serangan lintas batas yang digali dari Gaza ke Israel, di sisi perbatasan Jalur Gaza Israel dekat Kissufim 18 Januari 2018. Foto: Jack Guez/Pool via Reuters
Apakah resolusi tersebut memperdalam ketegangan AS-Israel?
AS abstain pada Senin (25/3) malam setelah memveto tiga rancangan resolusi sebelumnya yang menyerukan gencatan senjata.
Ketegangan yang meningkat antara AS dan Israel terlihat usai Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, membatalkan perjalanan delegasinya ke Washington.
ADVERTISEMENT
Namun, Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant, berada di AS. Dia bertemu Blinken dan dijadwalkan bertemu Menteri Pertahanan AS, Lloyd Austin. Blinken meminta Gallant untuk menahan diri dari invasi darat ke kota Rafah.
AS menegaskan kembali bahwa kebijakannya tetap konsisten. Namun, lewat akun X-nya, Perdana Menteri Israel menyatakan bahwa Amerika Serikat telah mengabaikan kebijakannya di PBB.
"Perdana Menteri Netanyahu telah menegaskan tadi malam bahwa jika AS menyimpang dari kebijakan prinsipnya dan tidak memveto resolusi berbahaya ini, ia akan membatalkan kunjungan delegasi Israel ke Amerika," tambahnya lewat postingan terpisah.