news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Aksi Firli Bahuri di Helikopter Mewah yang Berujung Teguran Ringan

25 September 2020 8:45 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua KPK Firli Bahuri menggunakan masker dan pelindung wajah saat menjalani sidang etik dengan agenda pembacaan putusan di Gedung ACLC KPK, Jakarta. Foto: Hafidz Mubarak A/Antara Foto
zoom-in-whitePerbesar
Ketua KPK Firli Bahuri menggunakan masker dan pelindung wajah saat menjalani sidang etik dengan agenda pembacaan putusan di Gedung ACLC KPK, Jakarta. Foto: Hafidz Mubarak A/Antara Foto
ADVERTISEMENT
Kasus pelanggaran etik Ketua KPK, Komjen Pol Firli Bahuri, mencapai muaranya.
ADVERTISEMENT
Dalam sidang yang digelar Dewan Pengawas (Dewas) KPK, Firli dinyatakan melanggar etik terkait penggunaan helikopter ke Baturaja, Sumatera Selatan, pada 20 Juni. Ia dinilai melanggar poin integritas dan kepemimpinan dalam kode etik KPK.
Meski dinyatakan melanggar etik, Firli hanya dijatuhi sanksi ringan berupa teguran tertulis II. Eks Kapolda Sumsel tersebut diminta tak mengulangi perbuatannya.
"Mengadili, menyatakan terperiksa terbukti melanggar kode etik," ujar Ketua Dewas KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean, dalam sidang terbuka yang disiarkan secara live streaming pada Kamis (24/9).
"Menghukum terperiksa dengan sanksi ringan teguran tertulis dua yaitu agar terperiksa tidak mengulangi perbuatan," imbuh Tumpak.
Ketua KPK Komjen Firli Bahuri di dalam sebuah helikopter. Foto: Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI)
Dewas KPK menyatakan sanksi ringan tersebut diberikan lantaran perbuatan Firli berpotensi menurunkan kepercayaan masyarakat terhadapnya selaku Ketua KPK.
ADVERTISEMENT
"Perbuatan Terperiksa menggunakan heli sewaan untuk perjalanan pribadi menimbulkan pandangan negatif dari berbagai kalangan di media massa sehingga berpotensi menimbulkan turunnya kepercayaan atau distrust masyarakat terhadap Terperiksa sebagai Ketua KPK dan setidaknya berpengaruh pula terhadap pimpinan KPK seluruhnya," kata anggota Dewas, Albertina Ho.
Dalam menjatuhkan hukuman tersebut, Dewas KPK mempertimbangkan hal yang memberatkan. Salah satunya ialah Firli Bahuri dinilai tak sadar melakukan pelanggaran.
"Terperiksa tidak menyadari pelanggaran yang telah dilakukan. Terperiksa sebagai Ketua KPK yang seharusnya menjadi teladan malah melakukan yang sebaliknya," kata Albertina Ho.
Anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Albertina Ho. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Sementara hal yang meringankan vonis yakni Firli belum pernah dihukum melanggar etik dan kooperatif selama sidang.
Terhadap vonis etik tersebut, Firli menerimanya. Ia juga meminta maaf kepada seluruh masyarakat Indonesia. Firli berjanji tak akan mengulai perbuatan melanggar etik seperti itu lagi.
ADVERTISEMENT
"Kepada majelis yang saya hormati, pada kesempatan hari ini, saya memohon maaf kepada seluruh masyarakat Indonesia yang mungkin tidak nyaman dan saya nyatakan putusan saya terima. Saya pastikan saya tak akan mengulangi. Terima kasih," kata Firli.
Usai vonis dibacakan, nada sumbang bermunculan. ICW menilai sanksi ringan terhadap Firli tidak tepat. Seharusnya, menurut ICW, Firli layak disanksi berat berupa permintaan agar mundur sebagai pimpinan KPK.
"Terlepas dari putusan sanksi ringan yang mengecewakan tersebut, ICW menilai pelanggaran kode etik yang terbukti dilakukan Firli sudah lebih dari cukup untuk dirinya mengundurkan diri," ujar peneliti ICW, Kurnia Ramadhana.
Kurnia Ramadhana, peneliti ICW di diskusi terkait RUU KPK di kantor ICW, Jakarta, Jumat (20/9/2019). Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Kurnia menyatakan argumen seharusnya Firli disanksi berat cukup beralasan. Ia merujuk Pasal 29 ayat (1) huruf f dan g UU KPK yang menyatakan pimpinan KPK harus memiliki syarat tidak pernah melakukan perbuatan tercela serta memiliki integritas dan reputasi yang baik.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, Kurnia menganggap putusan etik yang ringan membuktikan Dewas tidak bekerja maksimal dalam menjaga marwah KPK, sekalipun diisi orang-orang yang memiliki rekam jejak yang baik.
Hal itulah yang membuat ICW dkk mengajukan gugatan terhadap UU KPK yang baru, UU 19/2019, ke Mahkamah Konstitusi (MK) yang salah satunya meminta Dewas dibubarkan.
Kekecewaan terhadap sanksi ringan juga datang dari pelapor kasus ini yakni Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman. Boyamin menyatakan, seharusnya Firli dihukum berupa turun dari jabatannya selaku Ketua menjadi Wakil Ketua KPK. Meski agak kecewa, Boyamin tetap menghormati vonis tersebut.
"Berkaitan dengan dulu permintaan saya jadi saksi kan meminta Pak Firli digeser dari Ketua KPK menjadi Wakil Ketua KPK, itu tadi belum dipenuhi. Saya juga sebenarnya sedikit kecewa, namun tetap menghormati," ujar Boyamin.
Koordinator Maki, Boyamin, di kantor Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (6/1). Foto: Abyan Faisal/kumparan
Boyamin pun meminta Firli introspeksi atas vonis pelanggaran etik tersebut. Ia berharap sanksi itu bisa membuat Firli setop membuat kontroversi dan kembali serius bekerja memberantas korupsi.
ADVERTISEMENT
Diketahui sebelum kasus heli mencuat, Firli dinilai kerap membuat berbagai kontroversi. Di antaranya seperti seringnya berkunjung ke lembaga-lembaga negara yang dianggap hanya seremonial, serta memasak nasi goreng.
"Sudahlah Pak Firli, sekarang ini kita peringatkan paling awal dan tolong sudahi segala hal yang kontroversi, dan silakan untuk kerja serius dan melakukan prestasi kerja KPK pemberantasan korupsi dengan sangat maksimal," tutup Boyamin.
***
Saksikan video menarik di bawah ini.