Aktivis Hewan Protes Sirkus Lumba-lumba Masih Ada di Yogyakarta

31 Oktober 2018 18:56 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Angelina Pane, Program Manajer AFJ di Kantor Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Yogyakarta, Rabu (31/10/2018).  (Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Angelina Pane, Program Manajer AFJ di Kantor Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Yogyakarta, Rabu (31/10/2018). (Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan)
ADVERTISEMENT
Pemerintah telah melarang adanya pertunjukan sirkus lumba-lumba di Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Tapi, hal ini masih saja terjadi, seperti yang terjadi di Pasar Malam Sekaten, Yogyakarta. Hal ini memunculkan protes dari para aktivis.
ADVERTISEMENT
Pelarang itu tertuang pada Surat Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) No.S.388/IV-KKH/2013 tanggal 19 Agustus 2013. Atraksi lumba-lumba di Pasar Malam Sekaten ini berlangsung pada 2-19 November mendatang.
Program Manajer Animal Friend Jogja (AFJ), Angelina Pane, mengatakan sirkus lumba-lumba merupakan bentuk ekploitasi satwa. Ia meminta atraksi tersebut dihentikan karena selain menyiksa lumba-lumba, juga dianggap tak berfaedah.
“Yang jelas banyak yang kita masalahkan. Kita protes salah satunya ekploitasi satwa liar dilindungi,” ujarnya saat ditemui di Kantor Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Yogyakarta, Rabu (31/10).
Kedatangan Ina--sapaan Angelina--ke Disdik Kota Yogyakarta karena pihaknya menemukan spanduk-spanduk sirkus lumba-lumba di Pasar Malam Sekaten yang memberikan potongan harga kepada pelajar. Ia khawatir penyelenggara acara tersebut bekerja sama dengan Disdik Kota Yogyakarta.
Sirkus lumba-lumba keliling. (Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sirkus lumba-lumba keliling. (Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan)
“Sampai sekarang banner-banner mereka (penyelenggara) pelajar mendapat harga khusus. Nah ini kan sangat ironis kalau (misal) pihak sirkus kerja sama dengan Dinas Pendidikan ini tidak ada edukasi sama sekali, tapi eksploitasi,” ucapnya.
ADVERTISEMENT
Ina juga menyoroti pementasan lumba-lumba ini mendapat izin dari pihak terkait terutama oleh institusi yang mempunyai izin konservasi. Untuk itu pihaknya ingin duduk bersama dengan Pemkot Yogyakarta agar Kota Gudeg itu bisa bebas dari eksploitasi satwa.
Ina menolak alasan bahwa lumba-lumba diizinkan bermain sirkus lantaran tidak siap jika harus dilepas ke alam liar. Menurutnya, jika memang benar tidak siap dilepasliarkan, seharusnya lumba-lumba tersebut direhabilitasi, bukan diekspoitasi.
“Mereka sebagai lembaga konservasi seperti Ancol, PT WSI, dan Taman Safari mereka punya kewajiban dan itu ada pedomannya etika kesejahteraan satwa untuk konservasi. Karena satwa itu sudah jelas disebut tidak boleh ada suara gaduh apalagi lumba-lumba sangat sensitif," katanya.
“Kami kurang mengerti kenapa Kementerian Kehutanan punya aturan tapi tidak ditegakkan. Apa karena mereka berstatus lembaga konservasi lalu didiamkan? Ini jadi aneh," lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Menanggapi protes AFJ, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Yogyakarta, Junita Parjanti, saat dihubungi mempertanyakan anggapan bahwa sirkus lumba-lumba itu tidak layak. Hal tersebut lantaran sirkus sudah mengantongi izin.
“Tidak layak penilaiannya dari mana? Yang namanya peragaan itu ada aturannya dan diperkenankan. Peragaan lumba-lumba ada aturannya. Saat akan melakukan kegiatan pasti sudah melalui kajian. Kajian macam-macam dari sisi kandangnya, kehidupannya, kesehatannya, itu harus terpenuhi semua. Perizinannya terutama, bahwa dia pemegang izin untuk peragaan sirkus lumba-lumba," jelasnya.
Pernyataan Junita tersebut merujuk pada Peraturan Direktur Jenderal Perlindungan dan Konservasi Alam nomor P.1/IV-SET/2014 tentang etika dan kesejahteraan satwa. Tak hanya itu, izin Taman Impian Jaya Ancol di Sekaten sendiri masih berlaku hingga 2019.
ADVERTISEMENT
“Pasti ada anggapan eksploitasi lumba-lumba, prinsipnya kalau kami satwa harus hidup liar di alamnya, tidak dieksploitasi maupun tontonan. Itu dari sisi konservasi. Dari perkembangan satwa, memang ada satwa yang tak bisa dilepasliarkan di alam karena dia tak akan fight ketika dia sudah lama dipelihara manusia. Itu harus melalui proses rehabilitasi panjang, prinsip konservasi harus ke situ,” ungkapnya.
Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Yogyakarta, Edi Heri Suasana. (Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/Kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Yogyakarta, Edi Heri Suasana. (Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/Kumparan)
Di sisi lain, Kepala Disdik Kota Yogyakarta, Edy Heri Suasana, saat dikonfirmasi mengatakan bahwa surat audiensi yang AFJ kirimkan belum sampai ke pihaknya. Jadi pihaknya belum bisa memberikan keterangan lebih jauh.
“Sampai sekarang surat permohonan audiensinya belum sampai ke saya. Saya belum bisa merespons, kan surat permohonan audiensi belum jelas. Jadi juga belum tahu maksudnya,” kata Edy singkat.
ADVERTISEMENT