Pengadilan Negeri Jakarta Selatan

Alasan Djoko Tjandra Ajukan PK: Kasus Saya Seharusnya Berakhir pada 2001

2 Juli 2020 11:06 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
PN Jaksel. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
PN Jaksel. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
Buronan kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Tjandra, bak ditelan bumi selama 11 tahun terakhir.
ADVERTISEMENT
Ia terakhir kali terpantau pada 2009 saat kabur ke Papua Nugini untuk menghindari putusan 2 tahun penjara yang dijatuhkan MA di tingkat PK.
Kini 11 tahun berselang, Djoko Tjandra kembali muncul dengan kabar sudah berada di Indonesia selama 3 bulan terakhir.
Bahkan menurut pengakuan tim kuasa hukum Djoko Tjandra, kliennya mengajukan PK ke Mahkamah Agung. Berkas PK didaftarkan ke PN Jaksel pada 8 Juni.
"8 Juni 2020, JST (Djoko Tjandra) mengajukan permohonan PK terhadap putusan MA No. 12 PK/PID.SUS/2009 tanggal 11 Juni 2009 dan Putusan MK No. 33/PUU-XIV/2016 tanggal 12 Mei 2016 yang bertentangan khususnya terhadap penerapan Pasal 263 ayat (1) KUHAP," tulis tim kuasa hukum Djoko Tjandra dari Anita Kolopaking & Partners dalam keterangan yang diterima kumparan.
ADVERTISEMENT
Tim kuasa hukum pun menjelaskan alasan kliennya mengajukan PK ke MA. Diketahui PK kali ini merupakan yang kedua diajukan Djoko Tjandra. Sebelumnya Djoko Tjandra pernah mengajukan PK pada Juli 2009 atau sebulan setelah MA menghukumnya selama 2 tahun penjara.
Saat itu, PK diajukan pengacaranya OC Kaligis. Namun, PK tersebut ditolak MA.
PK Djoko Tjandra itu diajukan sebagai langkah hukum terhadap PK Kejaksaan Agung yang membuatnya dihukum 2 tahun penjara.
Ilustrasi sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Foto: Fachrul Irwinsyah/kumparan
Djoko Tjandra menyatakan alasannya mengajukan PK untuk yang kedua kalinya ini. Ia menilai kasus hukumnya seharusnya sudah selesai pada 2001. Di mana saat itu MA menolak kasasi jaksa. Sehingga, menurut tim kuasa hukum, putusan PN Jaksel yang menyatakan Djoko Tjandra lepas dari tuntutan hukum yang berlaku.
ADVERTISEMENT
"Proses hukum JST (Djoko Tjandra) yang seharusnya sudah berakhir di tahun 2001 dengan putusan kasasi yang dimohonkan jaksa telah diputus tolak yang berarti putusan pengadilan negeri lah yang berlaku. Di mana putusan tersebut (PN Jaksel) menolak tuntutan jaksa dan JST dinyatakan lepas dari segala tuntutan hukum/onslag van rechtverfolging. Dengan demikan seharusnya perkara JST telah ditutup atau case closed," jelas tim kuasa hukum Djoko Tjandra.
Namun selang 8 tahun setelah putusan kasasi, kata tim kuasa hukum, jaksa justru mengajukan PK. Padahal, menurut Pasal 263 ayat (1) KUHAP, hanya terpidana dan ahli warisnya yang berhak mengajukan PK.
Tim kuasa hukum Djoko Tjandra pun menyertakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 33/PUU-XIV/2016. Putusan MK yang dimohonkan istri Djoko Tjandra, Anna Boentaran, menegaskan PK hanya bisa diajukan terpidana atau ahli warisnya, sedangkan jaksa dilarang PK.
ADVERTISEMENT
"Apa yang terjadi di negara hukum kita ini? Mengapa setelah 8 tahun kemudian Jaksa mengajukan upaya hukum PK? tanpa dasar hukum yang jelas? tanpa kendaraan yang jelas, menabrak tatanan KUHAP dengan tidak mengindahkan hukum yang telah diatur. Melanggar aturan hukum Pasal 263 ayat (1) KUHAP. Lalu kemudian PK Jaksa dikabulkan oleh Mahkamah Agung, padahal putusan kasasi Mahkamah Agung jelas telah tolak kasasi jaksa sebelumnya," tutur tim kuasa hukum.
Bendera Merah Putih berkibar di Gedung MA Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Untuk itu, tim kuasa hukum berharap Djoko Tjandra diberikan kesempatan untuk mengembalikan hak-haknya yang telah dirampas kekuasaan hukum melalui upaya PK.
Berikut proses hukum yang dijalani Djoko Tjandra menurut versi tim kuasa hukum:
Pemeriksaan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan nomor perkara 156/Pid.B/2000/ PN.JKT.SEL. Hakim menilai tuntutan jaksa tidak terbukti.
ADVERTISEMENT
Jaksa mengajukan kasasi yang teregister dengan nomor perkara 1688 K/PID/2000 yang diputus pada tanggal 28 Juni 2001. MA menolak kasasi yang diajukan jaksa dan menguatkan putusan tingkat pertama.
Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan melakukan eksekusi terhadap putusan.
Jaksa mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung yang teregister dengan Nomor 12 PK/PID.SUS/2009.
Majelis Peninjauan Kembali MA yang diketuai Djoko Sarwoko dengan anggota I Made Tara, Komariah E Sapardjaja, Mansyur Kertayasa, dan Suwardi memutuskan menerima/PK yang diajukan jaksa. Selain dihukum penjara dua tahun, Djoko Tjandra juga harus membayar denda Rp 15 juta. Uang miliknya di Bank Bali sejumlah Rp 546.166.116.369 dirampas untuk negara.
ADVERTISEMENT
Djoko Tjandra mengajukan upaya hukum PK yang teregister dengan No. 100 PK/PID.SUS/2009, diputus pada tanggal 20 Februari 2012 dengan amar putusan tolak.
Anna Boentaran selaku istri dari Djoko Tjandra kemudian mengajukan permohonan pengujian Pasal 263 ayat (1) KUHAP terhadap UUD 1945 di mana permohonan tersebut teregister dengan Nomor 33/PUU-XIV/2016.
Permohonan Uji Materiil Nomor 33/PUU-XIV/2016 diputus dengan amar putusan sebagai berikut:
Mengabulkan permohonan Pemohon.
Pasal 263 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat, yaitu sepanjang dimaknai lain selain yang secara eksplisit tersurat dalam norma a quo.
Pasal 263 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat, yaitu sepanjang dimaknai lain selain yang secara eksplisit tersurat dalam norma a quo.
ADVERTISEMENT
Djoko Tjandra mengajukan Permohonan PK terhadap Putusan MA No. 12 PK/PID.SUS/2009 tanggal 11 Juni 2009.
Sidang pemeriksaan PK digelar. Djoko Tjandra tidak menghadiri persidangan dengan alasan sakit.
Jaksa Agung ST Burhanuddin. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Adapun mengenai kabar Djoko Tjandra mendaftarkan PK ke PN Jaksel pada 8 Juni telah diterima Jaksa Agung ST Burhanuddin.
Ia memerintahkan jajarannya segera menangkap Djoko Tjandra dan menjebloskannya ke penjara.
Burhanuddin turut menyentil Ditjen Imigrasi yang lalai dalam memantau keberadaan Djoko Tjandra sehingga bisa masuk ke Indonesia. Padahal Kejagung telah memasukkan namanya dalam daftar red notice.
"Ini akan jadi persoalan kami dengan [Ditjen] Imigrasi," ujar Burhanuddin dalam raker dengan Komisi III DPR di Jakarta, Senin (29/6).
ADVERTISEMENT
Burhanuddin menilai dengan status Djoko Tjandra sebagai terpidana, seharusnya Ditjen Imigrasi bisa menahannya dan memberitahukan ke Kejagung.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (24/2). Foto: Helmi Afandi/kumparan
Tetapi Menkumham Yasonna Laoly menegaskan berdasarkan data Imigrasi, tak ada perlintasan keluar-masuk RI atas nama Djoko Tjandra.
“Dari mana data bahwa dia (Djoko Tjandra) 3 bulan di sini? tidak ada datanya kok,” ujar Yasonna dalam keterangannya usai rapat dengan Komisi II DPR pada Selasa (30/6).
***
(Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona)
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten