Alasan DKI Tak Pakai Istilah New Normal, Tapi PSBB Transisi

4 Juli 2020 13:14 WIB
Wakil Gubernur DKI Jakarata, Riza Patria saat meninjau Stasiun Juada, Jakarta Pusat, Rabu (24/6). Foto: PPID DKI Jakarta
zoom-in-whitePerbesar
Wakil Gubernur DKI Jakarata, Riza Patria saat meninjau Stasiun Juada, Jakarta Pusat, Rabu (24/6). Foto: PPID DKI Jakarta
ADVERTISEMENT
Istilah new normal yang sempat dipopulerkan pemerintah tak diikuti sejumlah daerah. Jawa Barat saja misalnya, memilih kata adaptasi kehidupan baru (AKB).
ADVERTISEMENT
Sedang DKI Jakarta tetap memakai istilah PSBB (pembatasan sosial berskala besar) walau dengan penambahan transisi.
Penggunaan kata PSBB transisi ini ternyata ada alasan sendiri. Kata Wagub DKI Riza Patria, istilah new normal dikhawatirkan bisa membuat masyarakat salah kaprah.
"Kenapa kami menyebutnya PSBB transisi? Kami belum berani menyebut kenormalan baru atau new normal karena menurut kami, kata normal dapat berpotensi pemahaman di masyarakat seolah-olah kita sudah aman, seolah-olah sudah hilang virusnya, seolah-olah sudah bebas dan lain sebagainya," kata Riza dalam diskusi, Sabtu (4/7).
Riza menyampaikan dengan kata PSBB diharapkan masyarakat tetap waspada dan hati-hati. Memakai protokol kesehatan setiap saat.
"Dan selama virus masih ada itu potensi penyebaran berbahaya dan apalagi vaksinnya belum ditemukan hingga hari ini. Dan PSBB tak kami hilangkan," beber Riza.
ADVERTISEMENT
Riza menyampaikan, misalnya saja di masa transisi untuk mal kapasitas diatur hanya 50 persen. Dan dengan kondisi yang masih PSBB ternyata antusias masyarakat ke mal atau tempat rekreasi di Jakarta tak banyak.
Pembatas antara pejalan kaki dan sepeda di area Car Free Day (CFD) di masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi. Foto: Galih Pradipta/ANTARA FOTO
"Dan ternyata kami bersyukur ada yang euforia karena 2-3 bulan di rumah, tapi kami bersyukur masyarakat yang well educated itu sudah cukup memahami lebih baik, seperti di mal itu ternyata pengunjung mal tidak seperti yang diduga membeludak. Tidak terjadi ledakan, bahkan kurang dari yang disyaratkan. Dibolehkan 50 persen kita cek rata-rata 20 sampai 30 persen saja," urai dia.
"Itu artinya masyarakat menyadari bahwa virus masih ada dan perlu hati-hati. Dan kami diberikan kesempatan bahwa tempat yang terbaik tetap berada di rumah. Jadi kami minta kalau keluar rumah cuci tangan dengan sabun, pakai masker jaga jarak dan jangan masuk dalam kerumunan," tutup dia.
ADVERTISEMENT