Alvin Lie Soroti Instruksi Mendagri Soal Syarat Naik Pesawat Selama PPKM

20 Oktober 2021 14:19 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Alvin Lie Foto: Mustaqim Amna/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Alvin Lie Foto: Mustaqim Amna/kumparan
ADVERTISEMENT
Eks anggota Ombudsman RI, Alvin Lie, menyoroti Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) yang mengatur terkait syarat perjalanan dalam masa PPKM Level 1 hingga 4 karena pandemi corona.
ADVERTISEMENT
Ia mengatakan Kemendagri mulai mengatur syarat perjalanan melalui Inmendagri 49/2021 (dengan mengubah Inmendagri 47/2021) yang diterbitkan pada 4 Oktober 2021. Dalam aturan itu disebutkan, vaksinasi dan wajib PCR menjadi syarat bagi penumpang perjalanan udara untuk semua rute.
"Hingga hari ini 20 Oktober 2021 Inmendagri 49/2021 ini belum muncul dalam laman resmi COVID19.GO.ID. Namun regulasi lainnya yang bertanggal lebih muda, hingga tanggal 14 Oktober 2021 sudah ditampilkan di laman tersebut," ujar Alvin dalam rilisnya, Rabu (20/10).
Sementara itu, tambah Alvin, Satgas COVID-19 dan Kemenhub juga belum menerbitkan Surat Edaran (SE) yang isinya selaras dengan Inmendagri 49/2021. Lalu, pada 18 Oktober 2021, Kemendagri menerbitkan Inmendagri 53/2021 pada tengah malam dengan masa pemberlakukan mulai 19 Oktober 2021.
ADVERTISEMENT
"Pada hari Selasa 19 Oktober 2021 Juru Bicara Kemenhub menyampaikan pernyataan menanggapi Inmendagri 53/2021 serta menyatakan bahwa Kemenhub masih merujuk pada SE Satgas Nomor 17 Tahun 2021 tentang Ketentuan Perjalanan Orang Dalam Negeri Pada Masa Pandemi COVID-19," imbuhnya.
Dalam Inmendagri 53/2021, syarat perjalanan udara di masa PPKM Level 1-3 di Jawa dan Bali adalah dengan menunjukkan hasil negatif tes PCR H-2 sebelum jadwal penerbangan.
Peraturan sebelumnya, penumpang bisa menunjukkan hasil negatif dari tes antigen H-1 keberangkatan bagi yang sudah divaksin penuh (dua dosis).
Terkait penerbitan aturan tersebut, Alvin menekankan kebiasaan pemerintah mengumumkan peraturan pada larut malam untuk diberlakukan pada keesokan harinya tidak sesuai dengan asas pemerintahan yang baik.
ADVERTISEMENT
Sebab, kata dia, pemberlakuan aturan baru seharusnya memberikan waktu bagi masyarakat untuk menyesuaikan diri. Selain itu, waktu penyesuaian itu bisa digunakan aparat untuk melakukan persiapan yang matang.
"Instruksi Mendagri 49 maupun 53 diterbitkan tidak dalam kondisi kegentingan yang mendesak. Seharusnya perubahan peraturan diberlakukan setelah memberi cukup waktu bagi masyarakat yang diatur maupun aparat pelaksana," ujarnya.
Menurutnya, pemberlakuan seperti itu bisa menimbulkan kekisruhan dalam pelaksanaan di lapangan. Ditambah, banyak masyarakat yang belum mengetahui adanya perubahan persyaratan.
"Para calon penumpang yang berangkat tanggal 20 Oktober pagi hari tidak punya kesempatan untuk melakukan tes PCR yang hasilnya baru bisa keluar paling cepat sekitar 6 hingga 8 jam. Mereka hanya berbekal hasil tes antigen ketika tiba di bandara. Sebagian penumpang justru membatalkan penerbangannya," paparnya.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, inmendagri 53/ 2021 dinilai kontradiktif karena banyak aturan di dalamnya menyebut sejumlah daerah mengalami perbaikan dalam pengendalian penyebaran COVID-19 atau level PPKM-nya turun.
Simulasi penumpang internasional menunggu hasil PCR di Area Terminal Internasional Ngurah Rai, Bali, Kamis (14/10). Foto: Denita BR Matondang/kumparan
"Namun syarat untuk pengguna jasa transportasi udara justru diperketat mewajibkan semua penumpang wajib melakukan tes PCR. Tidak mengakui lagi tes antigen," ujarnya.
Ia menambahkan, Inmendagri 53/2021 bersifat diskriminatif karena mewajibkan tes PCR hanya untuk penumpang transportasi udara saja, di mana biayanya lebih mahal dan prosesnya lama. Sementara itu, transportasi seperti bus, kereta api, dan kapal cukup antigen.
"Tes antigen masih menjadi instrumen resmi pemerintah dalam deteksi penyebaran COVID-19, mengapa tidak diakui sebagai syarat perjalanan dalam negeri?" tegasnya.
Ia menilai syarat perjalanan baik untuk transportasi darat, laut, dan udara bukan ranah Kemendagri. Alvin mengatakan aturan tersebut lebih tepat berada di Kemenhub.
ADVERTISEMENT
"Sebaiknya setiap Kementerian membatasi dirinya mengatur hanya bidang yang menjadi ranah kewenangan dan kewajibannya saja. Tidak melebar masuk ke ranah tetangga," imbuhnya.
Karena itu, untuk mengakhiri kebingungan pemangku kepentingan, Satgas COVID-10 perlu menerbitkan regulasi baru.Setelah itu Kemenhub perlu menerbitkan regulasi baru untuk mengatur pelaksanaan regulasi Satgas COVID-19;
"Jika regulasi baru Satgas COVID-19 ternyata mengatur beda dari Inmendagri 53/ 2021, Kemendagri sebaiknya menerbitkan Inmendagri baru untuk mengubah Inmendagri 53/2021 agar sesuai dengan regulasi Satgas COVID-19," ujarnya.
Selain itu, pemerintah juga menghentikan kebiasaan menghentikan mengumumkan kebijakan secara mendadak, seperti pengumuman malam hari dengan pemberlakuan esok hari.
"Kecuali dalam kondisi genting yang sangat mendesak, pemerintah wajib memberi waktu yang memadai untuk diseminasi informasi, untuk masyarakat dan petugas pelaksana melakukan penyesuaian dan persiapkan," pungkasnya.
ADVERTISEMENT