Ilustrasi pungutan liar- Pungli

Anak Jadi Korban Pungli, Apakah Guru dan Sekolah Bisa Dipidana?

17 September 2021 10:45 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Pungutan liar atau pungli bisa terjadi di mana saja. Termasuk di sekolah yang membuat siswa menjadi korbannya.
ADVERTISEMENT
Lantas, apa yang bisa dilakukan siswa yang menjadi korban praktik pungli di sekolah?
Seperti misalnya contoh di bawah ini:
Terkait anak korban pungli di sekolah yang dilakukan oleh guru dan/atau kepsek akan dikenakan pidana pemerasan ataupun gratifikasi. Namun tentunya melihat yang menjadi korban merupakan anak, yang mana terdapat berbagai konvensi. UUPA yang mengatur hak anak untuk memperoleh pendidikan, meski belum diatur secara spesifik terkait perlindungannya. Apakah ada ketentuan perlindungan hukum khusus bagi anak korban kejahatan pungli di lingkungan sekolah dan apakah perlu restitusi bagi korban anak tersebut?
Ilustrasi pungutan liar. Foto: Shutterstock
Berikut jawaban Putu Bravo Timothy, S.H., M.H., pengacara yang tergabung dalam Justika:
Sebelumnya, kami menerangkan bahwa yang dimaksud dengan Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 angka ke-1 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UU 35/2014 Perlindungan Anak)
ADVERTISEMENT
Berkaitan pertanyaan di atas; Pertama, pengaturan perlindungan hak anak khusus di bidang pendidikan diatur dalam Pasal 9 ayat (1) UU 35/2014 Perlindungan Anak. Yang pada pokoknya menyatakan setiap Anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakat.
Dalam hal ini, kondisi Anak di sekolah, para pendidik, tenaga kependidikan, aparat pemerintah, dan masyarakat memiliki kewajiban untuk menyediakan lingkungan pendidikan yang baik dan memberikan perlindungan pada Anak. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 54 UU 35/2014 Perlindungan Anak yang menyatakan:
(1) Anak di dalam dan di lingkungan satuan pendidikan wajib mendapatkan perlindungan dari tindak kekerasan fisik, psikis, kejahatan seksual, dan kejahatan lainnya yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain.
ADVERTISEMENT
(2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, aparat pemerintah, dan/atau Masyarakat.
Begitu pun dengan Konvensi Hak-Hak Anak pada tahun 1989, di mana Negara Indonesia telah menandatangani Konvensi Hak-Hak Anak pada tanggal 26 Januari 1990 dan ratifikasi dengan Keputusan Presiden Nomor 36 tahun pada tanggal 25 September 1990. Termasuk di antaranya mengatur tentang Hak Pendidikan Anak dalam Pasal 29 huruf (a) dan huruf (b) yang menyatakan:
a) Pengembangan kepribadian, bakat dan kemampuan mental dan fisik anak hingga mencapai potensi mereka sepenuhnya;
b) Pengembangan sikap menghormati hak-hak asasi manusia dan kebebasan hakiki, serta prinsip-prinsip yang diabadikan dalam Piagam PBB;
Terkait pertanyaan di atas, bagaimana terdapat Kepala Sekolah dan/atau guru di tempat anak bersekolah diduga telah melakukan suatu perbuatan tindak pidana berupa pungutan liar dan/atau pemerasan. Apakah hal tersebut termasuk pelanggaran hukum atau tidak? Lalu bagaimana jika itu terjadi dan apa yang dapat dilakukan?
ADVERTISEMENT
Secara singkat, dapat dikatakan hal itu tidak dapat dibenarkan dan merupakan pelanggaran hukum. Dalam berbagai peraturan yang ada, pungutan liar adalah adanya iuran atau pungutan yang ditetapkan tidak memiliki dasar hukum dan/atau iuran atau pungutan yang ditetapkan atau dilakukan oleh orang yang tidak memiliki wewenang untuk menarik pungutan tersebut.
Ilustrasi siswa SD Foto: Ridho Robby/kumparan
Sebenarnya pungutan di satuan pendidikan di sekolah pada prinsipnya tidak dilarang asal tidak melanggar ketentuan yang ada. Seperti misalnya pungutan yang dilakukan di lingkungan Pendidikan Dasar tidak dilarang, asalkan tidak bertentangan dengan Pasal 11 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2012 tentang Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan pada Satuan Pendidikan Dasar yang menyatakan:
Pungutan tidak boleh:
a. dilakukan kepada peserta didik atau orang tua/walinya yang tidak mampu secara ekonomis;
ADVERTISEMENT
b. dikaitkan dengan persyaratan akademik untuk penerimaan peserta didik, penilaian hasil belajar peserta didik, dan/atau kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan; dan/atau
c. digunakan untuk kesejahteraan anggota komite sekolah atau lembaga representasi pemangku kepentingan satuan pendidikan baik langsung maupun tidak langsung.
Bila kemudian menemukan ada hal-hal yang bertentangan dengan Permendikbud dimaksud di atas, maka dapat dilaporkan kepada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota setempat atau melalui satuan tugas pemburu pungutan liar yang dibentuk oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di https://laporpungli.kemdikbud.go.id/ atau Posko Pengaduan Itjen Kemendikbud dengan sms : 0811 99580020 atau email: [email protected].
Selain itu, jika Guru dan/atau Kepala Sekolah yang melakukan pungutan liar tersebut adalah seseorang Pegawai Negeri Sipil atau penyelenggara negara, maka yang bersangkutan dapat dimintai pertanggungjawaban pidana dengan dugaan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
ADVERTISEMENT
Namun jika oknum tersebut bukan Pegawai Negeri Sipil atau penyelenggara negara, yang bersangkutan juga tetap bisa dilaporkan ke kepolisian terdekat atas dugaan melakukan pemerasan atau pungutan liar sebagaimana disebutkan dalam Pasal 378 KUHP yang menyatakan:
"Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu; dengan tipu muslihat ataupun dengan rangkaian kebohongan menggerakkan orang lain untuk menyerahkan sesuatu benda kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama 4 tahun."
Kedua, Terkait dengan upaya restitusi. Apabila Anak atau keluarganya menjadi korban pemerasan dan/atau pungli tersebut maka diberikan hak atau upaya hukum untuk melakukan restitusi. Restitusi merupakan pembayaran ganti kerugian yang dibebankan kepada pelaku berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap atas kerugian materiil dan/atau immateriil yang diderita korban atau ahli warisnya. Dalam hal ini, Anak korban tindak pidana seseorang atau lebih diberikan hak untuk menuntut ganti rugi.
ADVERTISEMENT
Hal itu diatur khusus untuk Anak yang berhadapan dengan hukum berhak mendapat restitusi adalah Anak korban. Ketentuan tersebut didasarkan pada Pasal 17D ayat (1) UU 35/ 2014 Perlindungan Anak yang menyatakan:
"Setiap Anak yang menjadi korban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2) huruf b, huruf d, huruf f, huruf h, huruf i, dan huruf j berhak mengajukan ke pengadilan berupa hak atas restitusi yang menjadi tanggung jawab pelaku kejahatan."
Sebagaimana disebutkan di dalam Pasal 59 ayat (2) huruf b UU 35/ 2014 Perlindungan Anak menyatakan:
"Perlindungan khusus kepada Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada: b. Anak yang berhadapan dengan hukum."
Untuk mendapatkan hak restitusi, harus dapat dibuktikan adanya kerugian yang dialami oleh Anak. Hal itu dapat berupa kerugian materiil dan/atau immateriil.
ADVERTISEMENT
Sepanjang pengalaman kami berpraktik, pembuktian kerugian yang dialami dapat berupa biaya konsultasi ke psikolog jika Anak tersebut mengalami ketakutan untuk ke sekolah ataupun biaya-biaya yang sebelumnya diberikan kepada Guru dan/Kepala Sekolah tersebut, atau lainnya.
Upaya Restitusi dapat diajukan sendiri atau melalui kuasa hukum melalui pengadilan atau Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Restitusi ini dapat diajukan sebelum putusan dan dimasukkan di dalam tuntutan atau bisa diajukan sebelum putusan dengan mengajukan ke pengadilan untuk meminta penetapan.
Pihak yang dapat mengajukan restitusi diatur dalam Pasal 21 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2018 Tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi, dan Bantuan Kepada Saksi dan Korban yang menyatakan:
ADVERTISEMENT
(1) Pemohon untuk memperoleh Restitusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia di atas kertas bermeterai cukup kepada pengadilan melalui LPSK;
(2) Permohonan Restitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
a) identitas pemohon
b) uraian tentang tindak pidana ;
c) identitas pelaku tindak pidana;
d) uraian kerugian yang nyata-nyata diderita; dan
e) bentuk Restitusi yang diminta.
(3) Permohonan Restitusi sebagaimana pada ayat (2) harus dilampiri dengan:
a) Fotokopi identitas korban yang disahkan oleh pejabat yang berwenang;
b) bukti kerugian yang nyata-nyata diderita oleh Korban atau Keluarga yang dibuat atau disahkan oleh pejabat yang berwenang;
c) bukti biaya yang akan atau telah dikeluarkan selama perawatan dan/atau pengobatan yang disahkan oleh instansi atau pihak yang melakukan perawatan atau pengobatan;
ADVERTISEMENT
d) fotokopi surat kematian, jika Korban meninggal dunia;
e) surat keterangan dari Kepolisian Negara Republik Indonesia yang menunjuk pemohon sebagai Korban tindak pidana;
f) surat keterangan hubungan Keluarga, jika permohonan diajukan oleh Keluarga;
g) surat kuasa khusus, jika permohonan Restitusi diajukan oleh kuasa Korban atau kuasa Keluarga; dan
h) kutipan putusan pengadilan, jika perkaranya telah diputus pengadilan dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Sebagai kesimpulan, Anda dapat melakukan upaya restitusi terhadap Anak sebagai korban tindak pidana dengan syarat Anda mampu membuktikan kerugian apa saja yang dialami. Pembuktian kerugian tersebut menjadi esensial dalam memohonkan restitusi kepada pengadilan.
Artikel ini merupakan kerja sama kumparan dan Justika
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten