Anggota BPK Rizal Djalil Jawab Isu Pernah Berpolemik dengan Ahok

9 Oktober 2019 17:38 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Anggota BPK Rizal Djalil meninggalkan kantor KPK usai diperiksa di Jakarta, Rabu (9/10/2019). Foto: ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
zoom-in-whitePerbesar
Anggota BPK Rizal Djalil meninggalkan kantor KPK usai diperiksa di Jakarta, Rabu (9/10/2019). Foto: ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
ADVERTISEMENT
Anggota IV BPK, Rizal Djalil, menjawab isu yang menyebut ia pernah berpolemik dengan eks Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, terkait opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) yang diterima Pemprov DKI.
ADVERTISEMENT
Diketahui BPK pernah memberikan opini WDP terhadap laporan keuangan Pemprov DKI tahun 2013-2016.
Artinya, DKI meraih WDP selama empat tahun berturut-turut ketika di bawah komando Jokowi dan Ahok. Tak terima, Ahok saat itu menantang para pejabat BPK untuk buka-bukaan harta kekayaan. Rizal Djalil termasuk di antara anggota BPK.
Namun, isu tersebut langsung ditepis Rizal. Ia menegaskan sama sekali tak pernah berpolemik dengan eks Bupati Belitung Timur itu.
"Saya tidak pernah berpolemik dengan excellency Mr A (Ahok) atau BTP (Basuki Tjahaja Purnama)," ujar Rizal usai menjalani pemeriksaan sebagai tersangka di KPK, Jakarta, Rabu (9/10).
Ia berharap pernyataannya itu bisa meluruskan sejumlah isu miring terkait ia dan Ahok.
Mantan gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama aslias Ahok saat menyaksikan konser musisi muda, Andrea Turk. Foto: giovanni/kumparan
"Saya tidak pernah berpolemik dengan beliau, saya mau hormati beliau sebagai mantan Gubernur DKI Jakarta, ini supaya clear. Saya menghormati beliau sebagai mantan Gubernur DKI Jakarta," tutup Rizal.
ADVERTISEMENT
Adapun dalam kasusnya di KPK, Rizal diduga menerima suap sebesar SGD 100 ribu dari Leonardo yang merupakan Komisaris PT Minarta Dutahutama.
Suap itu diduga agar perusahaan Leonardo dibantu Rizal mendapatkan proyek SPAM Jaringan Distribusi Utama (JDU) Hongaria dengan anggaran Rp 79,27 miliar.
Kasus ini merupakan pengembangan dari perkara yang menjerat 4 pejabat Kementerian PUPR.