Anggota DPR NasDem soal FIR: Secara Teknis, RI Masih Tergantung ke Singapura

26 Januari 2022 12:33 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Farhan saat pelantikan anggota DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Selasa (1/10/2019). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Farhan saat pelantikan anggota DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Selasa (1/10/2019). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pemerintah Indonesia dan Singapura menyepakati perjanjian penyesuaian pelayanan ruang udara atau Flight Information Region (FIR). Dengan adanya FIR, disebut ruang udara di atas Kepulauan Riau dan Natuna yang lama dikendalikan Singapura kini di bawah kendali Indonesia.
ADVERTISEMENT
Namun, anggota Komisi I DPR, Muhammad Farhan, menilai Indonesia masih tetap akan bergantung pada Singapura meski wilayah udara kini dikendalikan Indonesia.
“Secara kedaulatan tetap terpenuhi, walaupun secara teknis kita masih tergantung pada Singapura,” kata Farhan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (26/1).
Salah satu ketergantungan RI kepada Singapura terkait penggunaan berbagai macam fasilitas teknis. Namun, ia menegaskan Indonesia tetap memiliki kewenangan secara legal dan mendapatkan pemasukan kas negara.
“Secara teknis kita tidak bisa ambil begitu saja. Tapi yang penting secara legal sudah ada di Indonesia. Jadi, walaupun kita masih gunakan berbagai macam fasilitas teknis dari Singapura, setiap PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) yang terjadi di situ tetap masuknya sebagai kas negara,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Politikus NasDem itu pun menyambut baik perjanjian ini. Terlebih, bantuan hukum timbal balik (mutual legal assistance) sudah berlangsung berdasarkan standar ASEAN.
Peta Laut Natuna di Indonesia. Foto: REUTERS/Beawiharta/File Photo
“Bahwa mutual legal assistance ini sudah berjalan dalam kerangka mutual legal assistance ASEAN. Nah, kita menunggu-menunggu janji dari Singapura untuk memberikan atau menandatangani perjanjian ini yang bahkan berlaku surut 18 tahun,” tandas dia.
Negosiasi realignment FIR sendiri telah dilakukan Indonesia dan Singapura sejak 1990-an, namun baru bisa menuju penyelesaian komprehensif sejak beberapa tahun terakhir.
Perjanjian penyesuaian pelyanan ruang udara ini akhirnya menemui titik terang setelah pertemuan antara Presiden Jokowi dan PM Singapura Lee Hsien Loong, Selasa (25/1) kemarin di Kepulauan Bintan.
Ada lima elemen penting dari kesepakatan tersebut, salah satunya delegasi pelayanan jasa penerbangan pada area tertentu di ketinggian 0-37.000 kaki kepada otoritas penerbangan Singapura.
ADVERTISEMENT
Di area tertentu tersebut, ketinggian 37.000 kaki ke atas tetap dikontrol Indonesia. Tapi, di bawah itu, tetap berada di bawah kewenangan Singapura. Hal ini agar pengawas lalu lintas udara kedua negara dapat mencegah fragmentasi, dan mengkoordinasikan secara efektif lalu lintas pesawat udara yang akan terbang dari dan menuju Singapura pada ketinggian tertentu tersebut.