Anggota TNI Tewas di Papua, Prabowo Diminta Bertindak

25 Januari 2021 11:07 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pasukan TNI saat melaksanakan kegiatan pengamanan wilayah mendapatkan serangan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB). Foto: Dok. Badarudin Puspen TNI
zoom-in-whitePerbesar
Pasukan TNI saat melaksanakan kegiatan pengamanan wilayah mendapatkan serangan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB). Foto: Dok. Badarudin Puspen TNI
ADVERTISEMENT
Lagi, korban dari aparat gugur dalam tugas pengamanan di Papua. Adalah Praty Roy Vebrianto dan Praty Dedi Hamdani yang tutup usia usai diberondong tembakan oleh KKB Papua.
ADVERTISEMENT
Anggota Komisi I DPR Fraksi PKS, Sukamta, menyesalkan pemerintah terkesan diam atas jatuhnya kembali korban dari TNI yang bertugas di Papua.
"Korban berjatuhan dari pihak TNI masih saja terjadi, ini seakan ada pembiaran dari pemerintah. Seingat saya bulan November lalu ada 1 personel TNI gugur, kemudian masih di bulan ini ada 1 lagi yang gugur. Ini menunjukkan intensitas gangguan kamtibmas yang masih tinggi di Papua," kata Sukamta, Senin (25/1).
"Semestinya ada upaya serius mengatasi hal ini supaya tidak ada lagi korban aparat TNI-Polri dan juga warga sipil. Kami berharap Pak Menhan Prabowo segera bergerak," imbuhnya.
Menhan Prabowo Subianto dalam pelaksanaan Rapat Pimpinan Kementerian Pertahanan (Rapim Kemhan) hari ke-2 yang dilaksanakan di kantor Kemhan, Jakarta, Rabu (13/1). Foto: Kemhan RI
Sukamta menyoroti pendekatan pemerintah dalam mengatasi KKB yang menurutnya terlalu lunak, sehingga kelompok separatis ini masih leluasa bergerak melakukan serangan kepada aparat keamanan dan warga sipil.
ADVERTISEMENT
Ia lalu membandingkan penanganan KKB Papua dengan Operasi Tinombala di Poso yang berhasil menumpas kelompok Santoso. Dalam operasi tersebut pemerintah mengerahkan satuan tempur yang punya reputasi handal seperti Brimob, Kostrad, Marinir, Raider, dan Kopassus secara bersamaan.
"Hal ini yang tidak terlihat dalam upaya tangani kelompok separatis di Papua. Dugaan saya pemerintah ragu-ragu dengan langkah lebih keras karena khawatir sorotan dunia internasional yang memandang masih adanya kasus-kasus pelanggaran HAM di Papua," urai Sukamta.
Atas dasar itu, Sukamta menyarankan pemerintah untuk melakukan langkah penyelesaian masalah di Papua secara komprehensif dengan membentuk kementerian atau badan khusus soal Papua.
Sebab, menurut Sukamta, kenaikan dana Otonomi Khusus sebesar 0,25 persen, tidak akan berarti apa-apa jika pemerintah tidak melakukan evaluasi secara total terhadap pelaksanaan otsus dan berbagai langkah yang selama ini dilakukan.
ADVERTISEMENT
"Alih-alih bisa selesaikan masalah, kenaikan anggaran bisa memperbesar peluang korupsi berjamaah. Pemerintah harus masuk pada akar masalah dan menyelesaikannya secara tuntas. Dan hal ini bisa dimulai dengan menata kelembagaan secara khusus untuk penanganan Papua," tandasnya.
***
Saksikan video menarik di bawah ini.