Anies: Perbedaan Pandangan Lumrah, Dulu Lawan Itu Biasa dan Bukan Musuh

26 Agustus 2020 22:30 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan di Balai Agung Provinsi DKI Jakarta, kamis (6/2). Foto: Efira Tamara Thenu/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan di Balai Agung Provinsi DKI Jakarta, kamis (6/2). Foto: Efira Tamara Thenu/kumparan
ADVERTISEMENT
Gubernur DKI Anies Baswedan mengenang kisah persahabatan kakeknya, Abdurrahman Baswedan, dengan tokoh Tionghoa Liem Koen Hian, bersama Pengurus Pusat Perhimpunan Indonesia Tionghoa.
ADVERTISEMENT
Menurut Anies, persahabatan yang dijalin para pejuang kemerdekaan dulu dilakukan tanpa melihat etnis, dan lebih bersumber pada ide, bukan hal material. Momen itulah yang juga harus diterapkan di masa sekarang.
"Sudah saatnya kita belajar lebih banyak lagi dari tokoh-tokoh pendiri bangsa, karena mereka mampu menjaga persahabatan dan berjuang bersama, walaupun punya latar belakang berbeda-beda," kata Anies dalam diskusi virtual, Rabu (26/8).
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pada peluncuran Aplikasi SEHAD, Kamis (23/7). Foto: PPID DKI Jakarta
Menurut Anies, dahulu para pejuang bangsa menganggap perbedaan sebagai sesuatu yang lumrah. Perbedaan juga bukan sesuatu hal untuk memecah belah.
"Mereka perjuangkan ide kepentingan itu bukan cari keuntungan, bukan cari manfaat material, bukan cari sekadar keuntungan jangka pendek, tapi ada ide gagasan," ujar Anies.
"Jadi perbedaan pandangan dianggap sesuatu yang lumrah. Di masa itu, lawan itu biasa dan lawan bukan musuh. Maka lawan enggak perlu dihabisi. Musuh yang dihabisi. Lawan itu partner," tutupnya.
Liem Koen Hian Foto: Wikimedia.org
Sebelumnya, Anies juga menceritakan kisah kakeknya AR Abdurrahman yang membantu Liem Koen Hian dari upaya pengejaran dari pasukan Jepang pada masa penjajahan.
ADVERTISEMENT
Anies bercerita, sang kakek dan Liem merupakan sahabat dekat. Sampai suatu hari, sang kakek berusaha membantu Liem bersembunyi dari kejaran tentara Jepang pada saat masa penjajahan.
AR Baswedan Foto: Wikimedia Commons
"Kemudian ada satu masa, di mana kakek harus sembunyikan Liem di rumahnya selama beberapa hari karena dikejar Jepang waktu itu di Jakarta," ceritanya.
"Liem ini badannya besar, dipakaikan sarung, pakai baju koko, pakai kopiah putih, biar enggak ketahuan. Jadi tinggalnya di rumah. Bayangin aja tokoh Tionghoa tinggal di rumah A.R. Baswedan peranakan Arab," tutup Anies.
=====
Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona