Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Memang, Food and Drug Administration (FDA) selaku badan pengawas obat dan makanan di Amerika Serikat menyetujui penggunaan klorokuin sebagai obat darurat COVID-19 per 29 Maret 2020. Manfaat klorokuin dianggap lebih banyak ketimbang dampak negatifnya bagi pasien corona.
Sejumlah peneliti, termasuk Direktur National Institute of Allergy and Infectious Diseases AS Anthony Fauci, mengingatkan masyarakat untuk tetap berhati-hati sampai uji klinis terhadap penggunaan klorokuin selesai dilakukan.
Sementara di Indonesia, Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19 Achmad Yurianto mengingatkan masyarakat untuk tidak perlu membeli dan menyimpan klorokuin untuk stok berjaga-jaga dari corona .
Yuri menegaskan, klorokuin merupakan obat keras yang hanya bisa diminum dengan resep dokter. Ia tidak bisa diminum sembarangan meski selama ini telah diproduksi dan diedarkan di pasar Indonesia dengan nama generik Chloroquine Phosphate.
Guru Besar Bidang Farmakologi dan Farmasi Klinik Universitas Padjadjaran, Dr. Keri Lestari, mengamini Yuri. Menurutnya, klorokuin hanya bisa digunakan sesuai anjuran dokter.
“Penggunaan harus dalam pengawasan (dokter), apalagi dalam kondisi infectious enggak bisa misalnya ‘Ah, saya mau obat klorokuin aja’, terus sudah gitu mau dirawat di rumah aja. Enggak boleh (memutuskan sendiri), harus lewat dokter,” kata Keri.
Penggunaan klorokuin yang notabene obat malaria dan autoimun untuk pasien corona, dalam dunia kedokteran dikenal dengan sebutan repurposing drug. Artinya, obat yang sedianya diproduksi untuk penyakit tertentu, bisa digunakan pula penyakit lain.
“Nah, ternyata dari semua negara itu, memang yang menunjukkan efektivitas yang baik (untuk pengobatan COVID-19) adalah favipiravir atau avigan dan klorokuin. Lalu, klorokuin telah disetujui FDA (sebagai obat darurat corona),” jelas Keri.
Klorokuin sudah digunakan sejak Perang Dunia II. Menurut penelitian di Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) pada 2005, obat ini efektif melawan sel primata yang terinfeksi SARS atau virus corona generasi pertama yang mempengaruhi manusia.
Namun, penelitian tersebut hanya berbasis pada tes in vitro. Maksudnya, pengujian hanya melalui sel makhluk hidup, dan bukan melalui makhluk hidup itu sendiri. Sementara kerap ada perbedaan antara kinerja suatu obat terhadap sel-sel makhluk hidup dengan kinerjanya di dalam tubuh makhluk hidup itu sendiri.
Kepala Perawatan Klinis Manajemen Risiko WHO, Janet Diaz, sempat mengingatkan belum ada bukti bahwa klorokuin adalah obat efektif untuk corona. WHO sendiri masih melakukan uji klinis terhadap sejumlah obat, termasuk klorokuin, dan belum menemukan pengobatan definitif untuk corona.
Ketidakhati-hatian mengkonsumsi klorokuin dapat menyebabkan overdosis seperti yang telah terjadi di sejumlah negara.
(Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona )
****
Yuk! bantu donasi atasi dampak corona.