Coverstory Djoko Tjandra

Apakah yang Bantu Djoko Tjandra Kabur Bisa Dijerat Pidana?

15 Juli 2020 20:26 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Coverstory Djoko Tjandra. Foto: Indra Fauzi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Coverstory Djoko Tjandra. Foto: Indra Fauzi/kumparan
ADVERTISEMENT
Meski kini sudah berada di Malaysia, Djoko Tjandra masih jadi sorotan. Bagaimana tidak, buronan Kejaksaan Agung yang sudah 11 tahun menghilang tiba-tiba dikabarkan ada di Jakarta Selatan. Namun belum sempat ditangkap, ia dikabarkan sudah ada di luar negeri kembali.
ADVERTISEMENT
Begitu leluasanya Djoko Tjandra masuk dan keluar Indonesia sempat menimbulkan tanya. Apakah ada yang membantu memuluskan jalan Djoko Tjandra?
Sedikit demi sedikit, titik terang mulai ditemukan. Misalnya saja soal pembuatan e-KTP Djoko Tjandra di Kelurahan Grogol Selatan pada 8 Juni 2020. Saat itu, pembuatan e-KTP itu terbilang kilat. Hanya butuh waktu 1 jam 19 menit.
Belakangan, Asep Subhan dicopot sebagai Lurah Grogol Selatan. Musababnya, Inspektorat menemukan ada dugaan penyalahgunaan wewenang oleh Asep.
Sebelum pembuatan e-KTP, Asep bertemu pengacara Djoko Tjandra di rumahnya. Lalu, pada hari H, Asep menerima langsung Djoko Tjandra dan rombongan yang datang. Bahkan, Asep disebut mengantarkan Djoko Tjandra ke tempat perekaman e-KTP. Tak hanya itu, Asep juga disebut menunggu di sebelah petugas perekaman itu.
ADVERTISEMENT
Pembuatan paspor Djoko Tjandra di Kantor Imigrasi Jakarta Utara pun sempat jadi sorotan. Seperti halnya di kantor kelurahan, Djoko Tjandra pun datang pagi ke kantor Imigrasi pada 22 Jun 2020.
Dirjen Imigrasi Jhoni Ginting memberikan keterangan terkait penanganan virus corona atau COVID-19 di Kantor Presiden Jakarta, Kamis (12/3). Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Dalam rapat dengan Komisi III DPR, Dirjen Imigrasi Jhoni Ginting menyebut petugas yang melayani Djoko Tjandra ialah pegawai baru. Sehingga tak mengenai bahwa yang sedang mengurus paspor itu ialah buronan.
Jhoni pun menyebut penyelidikan sedang dilakukan untuk mendalami hal tersebut. Meski, paspor Djoko Tjandra sudah langsung ditarik beberapa hari setelah terbit.
Perihal e-KTP dan paspor, pengacara Djoko Tjandra menilai kliennya tidak diistimewakan. Kuasa hukum Djoko Tjandra, Andi Putra Kusuma menganggap pembuatan paspor dan e-KTP itu sesuai dengan prosedur. Andi menilai tak ada yang salah dalam proses penerbitan dua dokumen tersebut.
ADVERTISEMENT
"Intinya kita tidak menggunakan prosedur yang tidak sesuai dengan SOP ya, kita semua sesuai SOP. Pak Djoko Tjandra datang sendiri. Kalau diistimewakan itu KTP langsung keluar, Pak Djoko Tjandra enggak usah dateng, itu baru namanya diistimewakan," kata Andi.
"Ini dia datang sendiri, ngambil foto, ngambil rekam sidik jari, sesuai dengan prosedur yang biasalah. Yang bedanya cuma pada saat kita sudah dari sisi pengacara, Bu Anita khususnya, itu datang nanyain datanya masih ada atau tidak, boleh enggak saya bikin KTP. (Dijawab lurah) oh boleh, lalu prosedurnya gimana, syaratnya gini-gini, Pak Djoko harus hadir ya kita penuhi semua," papar Andi.
Kini, hal lainnya juga muncul. Yakni, soal surat jalan yang dikantongi Djoko Tjandra untuk terbang dari Jakarta ke Pontianak. Diduga, surat itu yang memuluskan jalan Djoko buronan kasus cessie Bank Bali keluar Indonesia.
Surat jalan yang diduga diberikan kepada Djoko Tjandra. Foto: Dok. Istimewa
Belakangan, Polri mengakui mengenai surat tersebut. Namun, menurut Polri, surat diterbitkan atas inisiatif Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPN Bareskrim Polri, Brigjen Prasetijo Utomo. Tanpa sepengetahuan Kapolri Jenderal Idham Azis dan Kabareskrim Polri Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo.
ADVERTISEMENT
“Jadi dalam pemberian dan pembuatan surat Kepala Biro inisiatif sendiri dan tidak izin sama pimpinan. Jadi membuat sendiri dan dalam proses pemeriksaan di Propam,” kata Kadiv Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (15/7).
Kadiv Humas Masbes POLRI, Brigjen Pol Argo Yuwono. Foto: Dok. Poldi
Brigjen Prasetijo Utomo langsung diperiksa Divisi Propam Polri. Jenderal bintang satu itu pun dicopot dari jabatannya.
Pemeriksaan masih dilakukan. Belum ada kesimpulan dari pemeriksaan itu. Propam pun sedang mengejar kemungkinan keterlibatan pihak lain.
Perihal ada dugaan pihak-pihak yang memuluskan jalan Djoko Tjandra pun sempat dilontarkan Komisi III DPR. Anggota Komisi III dari NasDem, Taufik Basari, mempertanyakan mengapa Djoko Tjandra dengan mudah keluar masuk Indonesia dan buat paspor baru. Ia pun menduga ada pihak yang membantu Djoko Tjandra dalam melakukan itu semua.
ADVERTISEMENT
"Djoko Tjandra itu tidak sendirian pastinya. Dia tidak mungkin mengurus urus hal-hal yang printil kecil-kecil ini sendirian. Atau dia hanya andalkan satu dua orang untuk urus ini semua, tidak. Ini pasti melibatkan beberapa orang-orang dengan kualifikasi-kualifikasi tertentu," kata Taufik dalam rapat Komisi III DPR dengan Dirjen Imigrasi, Senin (13/7).
Anggota komisi III DPR RI Fraksi NasDem, Taufik Basari. Foto: Dok. Istimewa
Lantas, bila memang ada yang membantu memuluskan jalan Djoko Tjandra selama di Indonesia, apakah bisa dijerat pidana?
Pakar Hukum Pidana sekaligus Dosen Fakultas Hukum dari Universitas Indonesia (UI), Gandjar Laksmana Bonaprapta, menilai hal itu bisa dilakukan.
"Bisa," ujar Gandjar.
Menurut dia, ada pasal yang bisa diterapkan.
"Kalau buronan korupsi, pakai Pasal 21 UU Nomor 31 Tahun 1999. Kalau buronan kasus lain pakai Pasal 221 ke-2 KUHP," ungkap dia.
ADVERTISEMENT
Pasal 21 UU Tipikor berbunyi:
Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Sementara Pasal 221 KUHP berbunyi:
Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah:
Ayat (1): barang siapa dengan sengaja menyembunyikan orang yang melakukan kejahatan atau yang dituntut karena kejahatan, atau barang siapa memberi pertolongan kepadanya untuk menghindari penyidikan atau penahanan oleh pejabat kehakiman atau kepolisian, atau oleh orang lain yang menurut ketentuan undang-undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi menjalankan jabatan kepolisian;
ADVERTISEMENT
Ayat (2): barang siapa setelah dilakukan suatu kejahatan dan dengan maksud untuk menutupinya, atau untuk menghalang-halangi atau mempersukar penyidikan atau penuntutannya, menghancurkan, menghilangkan, menyembunyikan benda-benda terhadap mana atau dengan mana kejahatan dilakukan atau bekas-bekas kejahatan lainnya, atau menariknya dari pemeriksaan yang dilakukan oleh pejabat kehakiman atau kepolisian maupun oleh orang lain, yang menurut ketentuan undang-undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi menjalankan jabatan kepolisian.
Gandjar pun menyebut bahwa pasal itu bisa diterapkan lantaran Djoko Tjandra sedang mengajukan PK. Menurutnya, kasus Djoko Tjandra sebenarnya sudah final dan mengikat.
Namun dengan PK itu perkara Djoko Tjandra kembali diperiksa pengadilan. Gandjar menilai hal tersebut membuat pasal obstruction of justice kembali bisa diterapkan.
"Sebetulnya kalau Djoko Tjandra enggak ajukan PK, sulit menemukan pasal yang bisa digunakan untuk jerat orang-orang yang bantu sembunyi/pelarian," kata Gandjar.
Pengajar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Gandjar Laksamana Bonaprapta mengikuti Focus Group Discussion membahas masa depan KPK dan Revisi UU KPK di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, Selasa (17/9). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
"Kalau enggak PK, kan berarti inkraacht van gewijs alias final and binding atau PKHT. Sementara Obstrustion of Justice kan menghalangi penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan pengadilan. Karena ajukan PK, perkaranya 'hidup' lagi. Jadi masuk pemeriksaan pengadilan sebagaimana OoJ (obstruction of justice)," sambung dia.
ADVERTISEMENT
Meski demikian, Gandjar menyebut hal tersebut tidak berlaku bila pihak yang membantu itu ialah keluarga inti. Pertanyaannya saat ini ialah: siapa yang membantu Djoko Tjandra dan akankah dijerat pidana?
****
Saksikan video menarik di bawah ini
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten