AS Akui Kesalahan: Pernah Bunuh 10 Warga Sipil Afghanistan Termasuk Anak-anak

18 September 2021 14:51 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi serangan AS di Afghanistan. Foto: AP Photo
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi serangan AS di Afghanistan. Foto: AP Photo
ADVERTISEMENT
Kepala Komando Pusat Militer Amerika Serikat, Jenderal Frank McKenzie, mengakui negaranya pernah melakukan serangan drone di ibu kota Afghanistan Kabul, akhir Agustus lalu.
ADVERTISEMENT
Serangan tersebut menyebabkan 10 warga sipil di Kabul tewas. Korban jiwa termasuk anak-anak.
McKenzie mengakui kecil kemungkinan korban jiwa serangan di Kabul terkait kelompok teroris ISIS-K. Kelompok itu bertanggung jawab atas serangan bom di bandara Kabul Agustus lalu.
Petugas mengevakuasi korban terluka ledakan di dekat bandara Kabul, di Kabul, Afghanistan. Foto: 1TV/via REUTERS
"Setelah melakukan peninjauan, analisis, dan temuan penyelidikan antarlembaga, kini saya yakin 10 warga sipil, termasuk tujuh anak-anak tewas secara tragis dalam serangan itu," ucap McKenzie seperti dikutip dari Reuters.
Atas kejadian itu, McKenzie menyampaikan duka mendalam kepada keluarga korban. Dia pun mengakui serangan sebagai kesalahan.
Menurut dia, awalnya serangan dirancang pada keyakinan AS bahwa tindakan tersebut dapat mencegah insiden yang berpotensi mengganggu evakuasi warga keluar dari Afghanistan.
"Namun itu adalah kesalahan saya menyampaikan permintaan saya secara tulus," ucap dia.
ADVERTISEMENT
"Sebagai komandan kombatan, saya bertanggung jawab atas serangan dan hasilnya yang sangat tragis," sambung dia.
Proses keluarnya AS dari Afghanistan pada Agustus berlangsung begitu kacau. Beberapa hari sebelum proses keluarnya AS rampung, serangan bom bunuh diri terjadi di sekitar bandara Kabul.
Insiden berdarah itu menyebabkan 175 orang tewas. Sebanyak 13 di antaranya adalah tentara AS.
Sampai saat ini belum semua warga dan pekerja AS berhasil diangkut. Mereka yang tertinggal di Afghanistan tidak diketahui pasti berapa jumlahnya. Nasib mereka apakah bisa keluar atau akan terjebak di rezim Taliban di Afghanistan masih samar.