AS Singgung TKA China di Indonesia saat Ungkap Laporan Perdagangan Manusia

20 Juli 2022 12:02 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi perdagangan manusia. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi perdagangan manusia. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS), Antony Blinken, menyinggung kasus perdagangan manusia yang menimpa seorang warga negara China, Zhang Qiang, pada Selasa (19/7/2022).
ADVERTISEMENT
Zhang merupakan seorang tenaga kerja asing (TKA) yang menandatangani proyek Prakarsa Sabuk dan Jalan (Belt and Road Initiative/BRI) di Indonesia pada 2021. China mengadopsi inisiatif itu untuk mendorong pembangunan global.
Melalui strategi BRI, China membangun infrastruktur dan membuat investasi bagi 152 negara di dunia. Zhang memutuskan untuk bekerja dalam proyek itu lantaran terpikat oleh upah tinggi.
Namun, Zhang justru mengalami eksploitasi setibanya di Indonesia. Setelah paspornya dicabut, Zhang diperintahkan untuk menandatangani kontrak berbeda.
Dia mendapatkan upah lebih rendah untuk jangka waktu yang lebih lama dari perjanjian awal. Blinken menerangkan, Zhang menemui kebuntuan saat berupaya mendapatkan bantuan dari Kedutaan Besar China di Jakarta.
Zhang juga kesulitan melarikan diri lantaran adanya penjaga bersenjata yang berpatroli di kamp pekerja. Dia telah berupaya menyelamatkan diri melalui Malaysia. Tetapi, Zhang kemudian ditangkap oleh otoritas negara tersebut.
ADVERTISEMENT
"Dalam pelaporan terakhir, [Zhang] berada dalam jalur untuk dideportasi kembali ke China," ungkap Blinken, dikutip dari laman resmi Gedung Putih, Rabu (20/7/2022).
Antony Blinken, Menlu AS di Pertemuan PBB. Foto: Eduardo Munoz/REUTERS
Blinken menggarisbawahi insiden itu saat memaparkan Laporan Perdagangan Manusia (TIP) 2022. Blinken menekankan, perdagangan manusia mengambil wujud beragam.
Tindak kekerasan itu tidak hanya mencengkeram seseorang dalam kerja paksa maupun mengirimkan kelompok etnis minoritas ke dalam kamp-kamp 'deradikalisasi'.
Korban dapat terperosok dalam jaring kekerasan melalui manipulasi ketika mencari pekerjaan di luar negeri pula.
"[Perdagangan manusia] juga bisa berarti mengerahkan pekerja di seluruh dunia tanpa memberi tahu mereka ke mana tujuan mereka atau apa yang akan mereka lakukan, menyita paspor dan gaji, memaksa mereka ke dalam kondisi kerja yang berbahaya, dan terus-menerus memantau pergerakan mereka," tutur Blinken.
ADVERTISEMENT
Laporan tahunan perdagangan manusia itu menilai kinerja 188 negara di dunia. AS menempatkan negara-negara tersebut dalam empat kategori.

Daftar Peringkat

Peringkat terbaik hingga terburuk itu meliputi Negara Tingkat 1, Negara Tingkat 2, Negara Daftar Pantauan Tingkat 2, dan Negara Tingkat 3.
Sebagaimana tahun sebelumnya, China dan Malaysia masih berada dalam daftar hitam atau Negara Tingkat 3.
Ilustrasi korban perdagangan manusia Foto: Reuters
Daftar hitam terbaru juga menambahkan Vietnam, Kamboja, Brunei, Makau, Sint Maarten, dan Belarusia. Negara-negara yang bertahan dalam daftar hitam turut mencakup Afghanistan, Kuba, Eritrea, Guinea-Bissau, Iran, Myanmar, Korea Utara, Nikaragua, Rusia, Sudan Selatan, Suriah, Turkmenistan, dan Venezuela.
ADVERTISEMENT
Blinken mengatakan, AS menurunkan peringkat negara-negara yang tidak menunjukkan kemajuan dalam memerangi perdagangan manusia.
"Bila Anda melihat laporannya, Anda akan melihat gambaran kemajuan yang beragam," papar Blinken.
"Delapan belas negara diturunkan peringkatnya, menunjukkan bahwa mereka tidak melakukan upaya yang signifikan dan meningkat untuk memerangi perdagangan manusia," sambung dia.
Indonesia ke dalam Daftar Pantauan Tingkat 2 dalam Laporan Perdagangan Manusia (TIP) dari Kemlu AS. Foto: Laporan Kemlu AS

Tudingan AS

AS menuduh, negara-negara dalam daftar hitam memberlakukan kebijakan lemah dalam menghentikan pekerja seks paksa dan membantu pekerja migran.
Negara-negara dalam daftar hitam harus tunduk kepada sanksi AS. Kendati demikian, Washington kerap mengabaikan hukuman bagi negara-negara sahabat yang menjanjikan perbaikan.
Aljazair dan Komoro merupakan negara-negara yang bangkit dari daftar hitam ke daftar pantauan setelah memperbaiki sistem mereka.
"Skala masalah ini sangat luas. Ada hampir 25 juta orang saat ini menjadi korban perdagangan manusia," tegas Blinken.
ADVERTISEMENT
"Amerika Serikat berkomitmen untuk memeranginya karena perdagangan membuat masyarakat tidak stabil, merusak ekonomi, merugikan pekerja, memperkaya mereka yang mengeksploitasi mereka, melemahkan bisnis yang sah, dan yang paling mendasar, karena itu sangat salah," kata Blinken.