AS Tak Akui Klaim China Atas Laut China Selatan di Natuna

14 Juli 2020 6:27 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sejumlah kapal nelayan pukat China yang melakukan penangkapan ikan di ZEE Indonesia Utara Pulau Natuna, Sabtu (11/1).  Foto: ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah kapal nelayan pukat China yang melakukan penangkapan ikan di ZEE Indonesia Utara Pulau Natuna, Sabtu (11/1). Foto: ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
ADVERTISEMENT
Amerika Serikat (AS) terus meningkatkan tekanan kepada China yang mengklaim sejumlah wilayah untuk memperluas wilayah maritimnya, khususnya di Laut China Selatan.
ADVERTISEMENT
AS menyatakan klaim China atas perairan negara lain tidak berdasar. AS pun menolak klaim China berdasarkan nine dash line atau sembilan garis putus di perairan Natuna, Indonesia.
Selain itu, AS juga menolak klaim China di perairan sekitar Vanguard Bank di Vietnam, Lucania Shoals di lepas pantai Malaysia, dan perairan yang dipertimbangkan dalam zona ekonomi eksklusif Brunei.
"Setiap tindakan China untuk mengganggu penangkapan ikan di negara lain atau pengembangan hidrokarbon di perairan ini - atau untuk melakukan kegiatan seperti itu secara sepihak - adalah melanggar hukum,"ujar Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo, dalam pertanyaannya seperti dilansir AFP pada Senin (13/7) waktu setempat.
Menlu AS Mike Pompeo Foto: REUTERS/Carlos Barria
"Kami memperjelas, klaim Beijing atas sumber daya lepas pantai di sebagian besar Laut China Selatan sepenuhnya melanggar hukum," lanjutnya.
ADVERTISEMENT
AS memang telah lama menolak klaim Beijing di Laut China Selatan dan mendukung perjuangan Vietnam, Filipina, dan mitra AS lainnya di kawasan itu untuk memperoleh haknya.
Ia mencontohkan sejalan dengan temuan pengadilan internasional pada 2016, Mischief Reef dan Second Thomas Shoal berada di bawah hak dan yurisdiksi Filipina.
Diketahui, klaim China atas laut Natuna membuat kapal ikan China yang dikawal China Coast Guard (CCG) beberapa kali masuk ke perairan tersebut.
Kapal Coast Guard China membanyangi KRI Usman Harun-359 saat melaksanakan patroli di ZEE Indonesia Utara Pulau Natuna, Sabtu (11/1). Foto: ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
Menurut pemerintah China, tindakan mereka tidak melanggar jika berdasarkan nine dash line atau sembilan garis putus yang menjadi klaim China atas Natuna. China menganggapnya sebagai Traditional Fishing Grounds.

Klaim China Tak Berdasar

Meski demikian, Guru Besar Hukum Internasional UI, Hikmahanto Juwana, menilai klaim tersebut secara historis tidak memiliki dasar di mata hukum internasional.
ADVERTISEMENT
"Klaim ini didasarkan pada alasan historis yang secara hukum internasional, utamanya UNCLOS (United Nations Convention on the Law of the Sea), tidak memiliki dasar," kata Hikmahanto.
Apalagi, kata Hikmahanto, sembilan garis putus yang diklaim China tidak memiliki titik koordinat yang jelas. Bahkan, pemerintah China kadang menyebutnya sebagai sepuluh atau sebelas garis putus.
KRI Teuku Umar-385 mengikuti sailing pass di Laut Natuna, Rabu (15/1). Foto: ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
"China tidak mengakui klaim Indonesia atas ZEE Natuna Utara atas dasar kedaulatan Pulau Nansha yang berada di dalam sembilan garis putus, dan pulau tersebut memiliki perairan sejenis ZEE. Perairan sejenis ZEE disebut oleh China sebagai Traditional Fishing Grounds," jelasnya.
Padahal, dalam UNCLOS konsep yang dikenal adalah Traditional Fishing Rights, bukan Traditional Fishing Ground. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 51 UNCLOS.
ADVERTISEMENT
***