news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Aturan Kewajiban Istri di RUU Ketahanan Keluarga Dinilai Kental Unsur Patriarki

20 Februari 2020 6:35 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
com-Ilustrasi perempuan sedang berbincang-bincang Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
com-Ilustrasi perempuan sedang berbincang-bincang Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Beberapa poin dalam draf RUU Ketahanan Keluarga menuai kontroversi. Salah satunya di dalam pasal 25 ayat 3 yang mengatur tentang kewajiban istri.
ADVERTISEMENT
Di pasal itu, disebutkan peran perempuan sebagai istri wajib mengatur urusan rumah tangga hingga memenuhi hak suami dan anak, sesuai norma agama. Komnas Perempuan menganggap aturan ini malah akan merugikan kaum perempuan.
"Kalau kita melihat pada pasal tadi, artinya UU Ketahanan Keluarga mau menyeret perempuan ke ranah domestik, kerja domestik (yang) sangat kental dengan unsur patriarki," kata Komisioner Komnas Perempuan, Bahrul Fuad, kepada kumparan, Rabu (19/2).
"Sebenarnya itu akan merugikan perempuan secara umum," imbuh Bahrul.
Ilustrasi pasangan suami istri. Foto: Shutterstock
Ia khawatir jika RUU tersebut disahkan, akan membuat banyak perempuan enggan untuk menikah, dan menjalani bahtera rumah tangga. Sebab RUU itu dianggap terlalu mengatur tentang hal-hal yang wajib dilakukan istri kepada suami.
"Misal (jika) itu diterapkan, itu agak khawatir perempuan modern ogah menikah. Anak-anak perempuan muda modern kemudian enggan menikah karena jalinan pernikahan akan membelenggu mereka," kata Bahrul.
com-Ilustrasi keluarga baru Foto: Shutterstock
Bahrul khawatir, dengan banyaknya perempuan yang enggan menikah, justru akan membuat hubungan di luar nikah meningkat. Ia khawatir, RUU ini akan bertabrakan dengan aturan lain yang juga mengatur soal rumah tangga.
ADVERTISEMENT
"Sebenarnya, substansi yang ada di RUU ketahanan keluarga kalau kita cermati sudah ada di UU lain, misal UU nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, ada UU (Penghapusan) KDRT, juga ada di kompilasi hukum Islam yang semua mengatur hubungan suami istri dan keluarga," jelas Bahrul.
"Menurut saya, draf RUU ketahanan keluarga misal disahkan akan terjadi overlapping UU yang sudah ada," kata dia.
Ilustrasi gedung DPR RI. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Menurut Bahrul, pembahasan UU Ketahanan Keluarga dianggap buang-buang waktu. DPR sebaiknya mengatur hal-hal lain yang lebih penting untuk perempuan.
"Pendapat saya sebagai komisioner, kita wasting time-lah membahas soal itu. Mending kita lebih fokus kepada UU untuk perlindungan perempuannya," kata Bahrul.
DPR kata dia punya tugas untuk memikirkan, apakah RUU tersebut mengakomodir keluarga disabilitas maupun keluarga dengan orang tua tunggal (single parent).
ADVERTISEMENT
"Perlu dikritisi itu apllicable enggak buat keluarga disabilitas? Lalu banyak single parent, (misal) laki-laki kerja di Arab Saudi dan perempuan mengasuh anak, itu kan dia sebagai kepala keluarga juga itu bagaimana?" kata Bahrul.
"(Selain itu misalnya) suaminya sebagai pelayar atau (buruh) migran mungkin 2 tahun (lagi) baru pulang. Ada juga (kasus) istrinya di Malaysia (atau) Arab Saudi, sementara laki-lakinya di Indonesia, bagaimana UU diterapkan dalam konteks itu?" jelas Bahrul.
Ilustrasi mahasiswa Hukum. Foto: Pixabay
Berikut ini Pasal 25 Ayat 3 di RUU Ketahanan Keluarga yang mengatur tentang peran istri
(3) Kewajiban istri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), antara lain:
a. wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya;
b. menjaga keutuhan keluarga; serta
c. memperlakukan suami dan anak secara baik, serta memenuhi hak-hak suami dan anak sesuai norma agama, etika sosial, dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ilustrasi pasangan suami istri konsultasi untuk bayi tabung. Foto: Shutterstock
Sedangkan kewajiban suami diatur dalam Pasal 25 Ayat 2, sebagai berikut:
ADVERTISEMENT
a. sebagai kepala Keluarga yang bertanggung jawab untuk menjaga keutuhan dan kesejahteraan Keluarga, memberikan keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya, dan bertanggung jawab atas legalitas kependudukan Keluarga;
b. melindungi keluarga dari diskriminasi, kekejaman, kejahatan, penganiayaan, eksploitasi, penyimpangan seksual, dan penelantaran;
c. melindungi diri dan keluarga dari perjudian, pornografi, pergaulan dan seks bebas, serta penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya; serta
d. melakukan musyawarah dengan seluruh anggota keluarga dalam menangani permasalahan keluarga.