Australia Pulangkan Keluarga Warganya yang Sempat Gabung ISIS
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Kabar tersebut dilaporkan oleh media lokal ABC dan Sydney Morning Herald, pada Jumat (28/10).
“Empat wanita dan 13 anak-anak meninggalkan kamp pengungsi al-Roj di Suriah utara pada Kamis sore dan melintasi perbatasan ke Irak untuk naik penerbangan pulang,” lapor mereka, seperti dikutip dari Reuters.
Beberapa wanita di antara mereka, sambung laporan itu, kemungkinan didakwa atas tindakan terorisme atau dikarenakan telah memasuki kawasan Suriah secara ilegal.
Dalam menyikapi kasus tersebut, Perdana Menteri Australia Anthony Albanese mengatakan, pihaknya akan bertindak sesuai dengan rekomendasi dari badan keamanan nasional negaranya, termasuk Organisasi Intelijen Keamanan Australia (ASIO).
“Kami akan terus bertindak berdasarkan saran keamanan nasional yang telah kami lakukan hingga saat ini kami akan selalu bertindak dengan cara yang membuat Australia aman,” ujar Albanese.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, juru bicara Menteri Dalam Negeri, Clare O’Neil, enggan berkomentar kebijakan repatriasi ini, sebab memiliki unsur sensitif. Bagi urusan dalam negeri Australia, kebijakan ini tergolong kontroversial.
Pemimpin oposisi, Peter Dutton, menjadi salah satu pihak yang mengkritik pengambilan keputusan itu.
“Langkah itu bukan demi kepentingan terbaik negara, terutama di mana mereka [para keluarga pejuang ISIS] telah bercampur dengan orang-orang yang membenci negara kita, membenci cara hidup kita,” kata Dutton.
Namun, ini bukan untuk pertama kalinya Australia mengambil keputusan serupa. Pada 2019, Canberra telah menyelamatkan delapan anak dan cucu dari dua pejuang ISIS yang tewas. Mereka dipulangkan dari kamp pengungsi Suriah.
Sejak itu, Canberra selalu menunda repatriasi lainnya hingga sekarang. Selain Australia, negara lain yang memberlakukan kebijakan serupa adalah Belgia, Prancis, dan Amerika Serikat — meski masalah keamanan telah memperlambat proses implementasinya, seperti di Inggris.
ADVERTISEMENT