Babak Baru Kasus Etik Lili Pintauli: Terbukti Berbohong, Tapi Tak Disanksi Dewas

22 April 2022 8:45 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar berada dalam Mobil usai Sidang Etik di Jakarta, Senin (30/8).  Foto: Reno Esnir/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar berada dalam Mobil usai Sidang Etik di Jakarta, Senin (30/8). Foto: Reno Esnir/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Kasus pelanggaran etik Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar memasuki babak baru. Dewan Pengawas (Dewas) KPK menyatakan Lili terbukti berbohong saat konferensi pers 30 April 2021, tetapi tidak dijatuhi hukuman etik. Putusan Dewas KPK ini dinilai aneh dan menjadi sorotan sejumlah pihak.
ADVERTISEMENT
Diketahui, Dewas KPK tetap tidak memberi sanksi kepada Lili karena penyebaran berita bohong dalam konferensi pers itu sudah termasuk dalam pelanggaran etik yang ditangani Dewas ketika wakil ketua KPK itu dinyatakan bersalah karena berkomunikasi dengan pihak berperkara.
Dewas KPK menganggap sanksi terkait perbuatan penyebaran berita bohong tersebut telah terabsorbsi pada sanksi sebelumnya. Sanksi tersebut yakni pemotongan gaji pokok sebesar 40 persen selama satu tahun karena terbukti berkomunikasi dengan Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial terkait perkara. Padahal saat itu Syahrial tengah berperkara di KPK.
Adapun konferensi pers 'kebohongan' Lili tersebut dilakukan saat didampingi plt juru bicara KPK Ipi Maryati. Isinya, ia membantah pernah berkomunikasi dengan Syahrial selaku Wali Kota Tanjungbalai yang sedang berperkara di KPK. Padahal belakangan, komunikasi itu terbukti terjadi.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, Dewas menghentikan pengusutan dugaan pelanggaran etik Lili berbohong itu dan tak naik ke persidangan etik. Beragam respons kekecewaan ditunjukkan sejumlah pihak terkait dengan putusan Dewas ini.
Markas IM57+ Institute. Foto: Twitter/@tatakhoiriyah
IM57+ Institute Kecewa dengan Putusan Dewas
IM57+ Institute mengaku kecewa atas keputusan Dewas KPK. Mereka menilai seharusnya Dewas tetap mengusut pelanggaran dugaan kebohongan itu. Sebab, perbuatan itu dipandang berbeda dengan ketika Lili berkomunikasi dengan Syahrial.
"IM57+ Institute berpendapat bahwa Dua tindakan tersebut adalah hal yang berbeda meski saling berkaitan satu sama lain," ucap Ketua IM57+ Institute Praswad Nugraha.
IM57+ Institute merupakan wadah para mantan pegawai KPK yang dipecat karena tak lulus TWK.
"Apalagi perilaku pembohongan publik oleh Lili dilakukan secara sadar serta menggunakan sumber daya yang dimiliki KPK pasca beredarnya informasi dugaan pelanggaran etik ke publik," kata Praswad.
ADVERTISEMENT
"Kami melaporkan LPS (Lili) kepada Dewas karena kami malu ada lagi pimpinan yang terbukti melanggar kode etik dan masih saja tanpa malu berbohong, tetap menjabat dan tidak mengundurkan diri," lanjutnya.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Respons ICW
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengaku tidak habis pikir dengan logika di balik hasil pemeriksaan Dewas terkait dugaan kebohongan Lili Pintauli.
“Dewas menyampaikan, saudari LPS [Lili Pintauli Siregar] terbukti melakukan kebohongan, namun tidak dijatuhi sanksi, karena sebelumnya Terlapor sudah dikenakan hukuman,” ungkap Kurnia.
“Penting untuk kami tekankan, objek pemeriksaan Dewas berbeda,” tambahnya.
Menurut ICW, sanksi pemotongan gaji Lili sebelumnya itu berkaitan dengan komunikasinya dengan Wali Kota Tanjungbalai, Syahrial, yang saat itu berperkara di KPK.
“Bukan konferensi pers,” ucapnya.
ADVERTISEMENT
Dengan sudah dibenarkannya tindakan kebohongan pada konferensi pers tersebut, ICW mendesak Lili untuk mundur dari jabatan pimpinan KPK.
“ICW meminta agar saudari LPS segera mengundurkan diri sebagai Pimpinan KPK. Sebab, dirinya sudah tidak pantas lagi menduduki posisi sebagai Pimpinan KPK,” kata Kurnia.
ICW berharap, kejanggalan pemeriksaan Dewas tidak terulang kembali. Terutama soal dugaan penerimaan gratifikasi tiket nonton MotoGP yang juga dilakukan oleh Lili.
“Dewas mesti objektif, transparan, dan berani untuk menindak serta membersihkan KPK dari orang-orang bermasalah seperti saudari LPS,” kata Kurnia.
Zaenur Rohman, peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) Fakultas Hukum UGM. Foto: Antara
Dewas Dinilai Lembek
Peneliti Pukat UGM Zaenur Rohman turut menyoroti keputusan Dewas KPK. Menurut dia, keputusan itu tak tepat.
"Penghentian proses oleh Dewas dengan tidak melanjutkannya hingga sampai putusan dan sampai pemberian sanksi menurut saya sama sekali tidak tepat. Itu tidak tepat," kata Zaenur.
ADVERTISEMENT
Zaenur menilai, soal Lili berkomunikasi dengan pihak berperkara dan Lili berbohong saat konpers adalah dua hal yang berbeda. Sehingga sanksi juga harus diberikan secara terpisah.
"Dewas tidak bisa berargumen bahwa LPS (Lili) telah dijatuhi sanksi karena menjalin komunikasi dengan pihak yang berperkara. Menurut saya itu tidak bisa dijadikan sebagai alasan. Kenapa? karena pemberian pernyataan bohong dalam konpers dengan komunikasi antara LPS dengan pihak yang berperkara Syahrial itu dua hal yang berbeda," katanya.
Zaenur memiliki alasan kenapa soal berbohong ini adalah perkara yang berbeda. Dia menilai, seharusnya sebagai pejabat publik, Lili bisa menahan diri untuk tidak memberikan keterangan ke publik sampai proses etiknya selesai.
"Ada pernyataan standar yang biasa kita dengar biasanya, adalah bahwa biasanya si terlapor menghormati proses yang sedang berjalan, menghargai kerja dewan pengawas yang sedang melakukan pemeriksaan. Itu kan bisa pernyataan standar seperti itu," katanya.
ADVERTISEMENT
Namun hal itu ternyata tidak dilakukan Lili. Dia justru menyampaikan sanggahan di hadapan publik saat konpers. Dan hal ini menurut Zaenur merupakan pelanggaran etik.
Keengganan Dewas memberikan sanksi kepada Lili ini menunjukkan Dewas yang lembek. Menurutnya, Dewas tak lagi menerapkan prinsip zero tolerance pada pelanggaran etik.
"Ini sekali lagi menunjukkan bahwa Dewas lembek di dalam penegakkan kode etik di internal KPK. Dewas tidak menerapkan prinsip zero tolerance untuk dua kasus yang berbeda itu yang Dewas anggap ini seakan-akan satu kasus yang sama," ungkapnya.
Infografik Lili Pintauli 4 Kali Dilaporkan ke Dewas KPK. Foto: kumparan