Lipsus, Sertifikasi Pranikah,

Bagaimana Cara Membuat Perjanjian Pranikah yang Tepat?

14 Januari 2022 15:55 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Suatu pernikahan tidak menutup kemungkinan berjalan dengan lancar. Banyak pasangan yang kemudian membuat perjanjian pranikah guna mengantisipasi hal tersebut.
ADVERTISEMENT
Seperti misalnya contoh kasus di bawah ini:
Dengan latar belakang masing-masing dari pasangan yang berbeda, tidak menutup kemungkinan pernikahan tidak berjalan lancar. Atas hal tersebut rasanya diperlukan perjanjian pranikah. Bagaimana membuat perjanjian pra nikah yang tepat? Bagaimana kekuatan hukum perjanjian tersebut? Poin-poin apa saja yang penting untuk dicantumkan di perjanjian tersebut?
Ilustrasi Penandatanganan Sertifikat Pernikahan. Foto: Shutter Stock
Berikut penjelasan dari Andrian Febrianto, S.H., M.H., C.L.A., pengacara yang tergabung dalam Justika:
Perkawinan diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan perubahannya setelah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974.
Apakah tujuan perkawinan itu pada pasal 1 dijelaskan bahwa Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, tentang pertanyaan Anda tentang latar belakang masing-masing dari pasangan yang berbeda, tidak menutup kemungkinan pernikahan tidak berjalan lancar menjadi terbalik dengan tujuan perkawinan pada Undang-Undang Perkawinan.
Pada praktiknya tentang perjanjian pranikah, ada 2 macam/jenis perjanjian dan banyak pasangan suami istri salah kaprah tentang perjanjian kawin. Jenis macam perkawinan tersebut ialah
Ilustrasi penandatanganan sertifkat pernikahan. Foto: Shutter Stock
Pada Perjanjian pertama dibuat atas kesepakatan bersama yang bermula adanya konflik atas dasar orang ketiga kemudian timbul perdamaian antar suami istri. Namun perjanjian ini tidak mengikat Pihak ketiga.
ADVERTISEMENT
Siapakah pihak ketiga itu? Contoh, bila suami istri mempunyai aset tanah kemudian membuat perjanjian ini maka BPN (Badan Pertanahan Nasional) tidak terikat untuk menjalankan perjanjian ini, sepanjang tidak ada putusan pengadilan yang mengesahkan dan menetapkan perjanjian ini. Sehingga sifat perjanjian ini hanya sebagai bukti dokumen bahwa ada kesepakatan bersama antara suami dan istri
Pada Perjanjian Kedua yaitu perjanjian pisah harta, dimaksudkan suami dan istri atau pun salah satu pihak memiliki pekerjaan ataupun usaha yang berisiko tinggi apabila tidak dilakukan pisah harta ke depannya bila ada hal sesuatu merugikan salah satu pihak.
Semoga penjelasan ini memperjelas pengetahuan para suami istri maupun yang akan melangsungkan perkawinan. Sehingga tidak terjadi kesalahan dalam membuat perjanjian kawin. Namun, jika diperlukan Anda dapat melihat contoh perjanjian pranikah terlebih dahulu.
ADVERTISEMENT
Artikel ini merupakan kerja sama kumparan dan Justika
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten