Ilustrasi freelance

Bagaimanakah Status Freelance dalam Hukum Ketenagakerjaan Indonesia?

11 Februari 2022 17:44 WIB
·
waktu baca 10 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Bagi sebagian orang, menjadi pekerja lepas atau freelance menjadi pilihan saat mencari pekerjaan. Sebab, sifatnya yang fleksibel dalam hal waktu maupun tempat kerja.
ADVERTISEMENT
Namun, bagaimana status freelance dalam sistem ketenagakerjaan di Indonesia? Apakah termasuk PKWT?
Lantas, Bagaimana ketentuan wajib BPJS bagi karyawan perusahaan? Apakah semua karyawan wajib didaftarkan? Apa ada minimal persyaratan masa kerja untuk didaftarkan BPJS?
Ilustrasi freelance. Foto: dodotone/Shutterstock
Berikut jawaban Taufan Adi Wijaya, S.H., M.H., C.L.A., pengacara yang tergabung dalam Justika:
Terima kasih atas pertanyaan yang Anda sampaikan kepada kami. Sebelumnya sangat kami sayangkan anda tidak menjelaskan seperti apa dan bagaimana posisi freelance yang anda maksudkan, sehingga kami akan menjelaskan terlebih dahulu terkait beberapa hal yang berkaitan dengan status pekerja freelance dalam hukum ketenagakerjaan di Indonesia.

Status Pekerja Freelance sebagai Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dalam Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia

Pada aturan yang paling mendasar dalam ketenagakerjaan yaitu Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) tidak ditemukan secara rinci, jelas, maupun eksplisit mengenai istilah pekerja freelance. Begitu pula juga pada aturan perubahan dalam ketenagakerjaan yaitu Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja).
ADVERTISEMENT
Sehingga selama ini sering terjadi suatu kondisi yakni di mana perusahaan memutus hubungan kerja secara sepihak dengan para freelancer (para pekerja freelance) karena dianggap hubungan keduanya hanyalah sebatas jual beli jasa biasa secara putus.
Perlu diketahui, dalam peraturan-peraturan tersebut di atas, sebenarnya telah diatur mengenai hubungan kerja yang timbul karena adanya suatu perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh. Perjanjian Kerja sendiri wajib dibuat berdasarkan pada peraturan perundang-undangan mengenai ketenagakerjaan dan tidak melanggar syarat sah perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), yang di mana perjanjian kerja harus dibuat atas dasar hal sebagai berikut:
1. Kesepakatan kedua belah pihak yang mengikatkan dirinya, yaitu pemberi kerja dan pekerja;
ADVERTISEMENT
2. Kemampuan/kecakapan kedua belah pihak dalam melakukan perbuatan hukum;
3. Adanya suatu pekerjaan yang diperjanjikan; dan
4. Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Suatu perjanjian yang telah memenuhi syarat tersebut, maka memiliki kekuatan hukum yang mengikat kedua belah pihak. Hal ini sebagaimana diatur dalam pasal 1338 ayat KUH Perdata yang berbunyi:
Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Masih banyak para freelancer yang tidak mengetahui dan atau memahami mengenai ketentuan dan peraturan yang dapat menjadi payung hukum bagi pekerjaan yang mereka jalankan. Seringkali membuat kesepakatan kerja secara lisan atau membuat perjanjian yang sah secara hukum, namun seolah hanya merupakan perikatan perdata biasa seperti perjanjian jual beli jasa putus atau perjanjian kerja sama, yang pada substansinya sama sekali tidak memenuhi ketentuan-ketentuan dalam ketenagakerjaan untuk melindungi status pekerjanya.
ADVERTISEMENT
Apabila kita melihat dan mengacu kepada beberapa peraturan dalam ketenagakerjaan, sebenarnya telah ada beberapa ketentuan yang dapat menjadi payung hukum bagi status pekerja freelance Yaitu di mana pekerja freelance dapat menjadi hubungan hukum Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) sebagaimana diatur dalam beberapa ketentuan dalam peraturan ketenagakerjaan.
Untuk dapat menjadi sebagai PKWT itu sendiri, maka suatu perjanjian kerja wajib untuk dibuat dan dilaksanakan berdasarkan beberapa ketentuan peraturan perundang-undangan dalam ketenagakerjaan yang mengatur mengenai PKWT dan pelaksanaannya.
Ketentuan mengenai PKWT sendiri diatur dalam Pasal 56 sampai dengan 61A UU Cipta Kerja dan Pasal 62 UU Ketenagakerjaan, serta Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 Tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja (PP 35/2021), yang di mana secara singkatnya dalam Pasal 4 PP 35/2021 mengatur bahwa:
ADVERTISEMENT
(1) PKWT didasarkan atas:
a. jangka waktu; atau
b. selesainya suatu pekerjaan tertentu.
(2) PKWT tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.
Dan lebih lanjut dalam Pasal 5 PP 35/2021 mengatur bahwa:
(1) PKWT berdasarkan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a dibuat untuk pekerjaan tertentu yaitu:
a. pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama;
b. pekerjaan yang bersifat musiman; atau
c. pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.
(2) PKWT berdasarkan selesainya suatu pekerjaan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b dibuat untuk pekerjaan tertentu yaitu:
a. pekerjaan yang sekali selesai; atau
ADVERTISEMENT
b. pekerjaan yang sementara sifatnya.
(3) Selain pekerjaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), PKWT dapat dilaksanakan terhadap pekerjaan tertentu lainnya yang jenis dan sifat atau kegiatannya bersifat tidak tetap.
Ketentuan-ketentuan tersebut di atas tidak mengatur sama sekali secara jelas dan rinci mengenai pekerja freelance. Namun Pasal 5 ayat 2 dan 3 PP 35/2021 memiliki pengertian sejenis dan atau serupa dengan status pekerja freelance, yaitu diatur mengenai pekerjaan yang sifatnya sekali selesai dan yang sementara, serta pekerjaan tertentu lainnya yang jenis dan sifat atau kegiatannya bersifat tidak tetap.
Ketentuan mengenai jenis pekerjaan tersebut diatur lebih lanjut dalam Pasal 9 dan Pasal 10 PP 35/2021, yaitu di mana Pasal 9 PP 35/2021 mengatur bahwa:
ADVERTISEMENT
(1) PKWT berdasarkan selesainya suatu pekerjaan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) didasarkan atas kesepakatan para pihak yang dituangkan dalam Perjanjian Kerja.
(2) Kesepakatan para pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat:
a. ruang lingkup dan batasan suatu pekerjaan dinyatakan selesai; dan
b. lamanya waktu penyelesaian pekerjaan disesuaikan dengan selesainya suatu pekerjaan.
(3) Dalam hal pekerjaan tertentu yang diperjanjikan dalam PKWT dapat diselesaikan lebih cepat dari lamanya waktu yang disepakati sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b maka PKWT putus demi hukum pada saat selesainya pekerjaan.
(4) Dalam hal pekerjaan tertentu yang diperjanjikan dalam PKWT belum dapat diselesaikan sesuai lamanya waktu yang disepakati sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b maka jangka waktu PKWT dilakukan perpanjangan sampai batas waktu tertentu hingga selesainya pekerjaan.
ADVERTISEMENT
(5) Masa kerja Pekerja/Buruh dalam hal perpanjangan jangka waktu PKWT sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tetap dihitung sejak terjadinya Hubungan Kerja berdasarkan PKWT.
Dan Pasal 10 PP 35/2021 mengatur bahwa:
(1) PKWT yang dapat dilaksanakan terhadap pekerjaan tertentu lainnya yang jenis dan sifat atau kegiatannya bersifat tidak tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) berupa pekerjaan tertentu yang berubah-ubah dalam hal waktu dan volume pekerjaan serta pembayaran upah Pekerja/Buruh berdasarkan kehadiran.
(2) PKWT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan Perjanjian Kerja harian.
(3) Perjanjian Kerja harian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan ketentuan Pekerja/Buruh bekerja kurang dari 21 (dua puluh satu) hari dalam 1 (satu) bulan.
ADVERTISEMENT
(4) Dalam hal Pekerja/Buruh bekerja 21 (dua puluh satu) hari atau lebih selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih maka Perjanjian Kerja harian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi tidak berlaku dan Hubungan Kerja antara Pengusaha dengan Pekerja/Buruh demi hukum berubah berdasarkan PKWTT
Selain itu, Pasal 10 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Kep.100/MEN/VI/2004 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (Kepmenakertrans 100/2004) juga mengatur jenis PKWT perjanjian kerja harian lepas yang terbagi berdasarkan satuan hasil dan satuan waktu, yaitu sebagai berikut:
(1) Untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu yang berubah-ubah dalam hal waktu dan volume pekerjaan serta upah didasarkan pada kehadiran, dapat dilakukan dengan perjanjian kerja harian atau lepas.
(2) Perjanjian kerja harian lepas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan ketentuan pekerja/buruh bekerja kurang dari 21 (dua puluh satu) hari dalam 1 (satu)bulan.
ADVERTISEMENT
(3) Dalam hal pekerja/buruh bekerja 21 (dua puluh satu) hari atau lebih selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih maka perjanjian kerja harian lepas berubah menjadi PKWTT.
Sehingga apabila kita mengacu pada berdasarkan UU Cipta Kerja, PP 35/2021 dan Kepmenakertrans 100/2004, maka status pekerja freelance dapat menjadi pekerja PKWT apabila dalam perjanjian kerjanya tidak hanya dibuat berdasarkan syarat sahnya perjanjian saja. Namun juga harus memenuhi segala ketentuan-ketentuan PKWT sebagaimana diatur dalam peraturan-peraturan tersebut.
Oleh karena itu, sejak awal yang paling utama adalah sangat penting bagi freelancer untuk menentukan terlebih dahulu tujuannya guna disepakati dengan pemberi kerja, yaitu untuk melakukan pekerjaan jual beli jasa putus biasa, atau mengikatkan diri kepada status pekerja PKWT.
ADVERTISEMENT
Setelah menentukan tujuan, maka penting untuk memperhatikan serta mempelajari bentuk dan jenis perjanjian yang akan disepakati oleh pemberi kerja apabila ingin melindungi hak-hak status pekerjanya sebagai PKWT. Guna meminimalisasi sengketa atau perselisihan dengan pemberi kerja.
Perjanjian kerja freelance PKWT sendiri harus dibuat sebagaimana diatur dalam Pasal 12 PP 35/2021 yang mengatur bahwa:
(1) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh pada pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 wajib membuat perjanjian kerja harian lepas secara tertulis dengan para pekerja/buruh.
(2) Perjanjian kerja harian lepas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dibuat berupa daftar pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 sekurang-kurangnya memuat:
a. nama/alamat perusahaan atau pemberi kerja.
b. nama/alamat pekerja/buruh.
c. jenis pekerjaan yang dilakukan.
ADVERTISEMENT
d. besarnya upah dan/atau imbalan lainnya.
(3) Daftar pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) disampaikan kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak mempekerjakan pekerja/buruh.

Kewajiban Perusahaan Mendaftarkan Jaminan Sosial Bagi Pekerjanya

BPJS Ketenagakerjaan. Foto: Dok. BPJamsostek
Secara umum, Jaminan Sosial diatur di dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS). Pada dasarnya, setiap pekerja di Indonesia berhak untuk mendapatkan BPJS sebagaimana diatur di dalam ketentuan Pasal 14 UU BPJS yang mengatur bahwa: “Setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, wajib menjadi Peserta program Jaminan Sosial”.
Ketentuan tersebut diperjelas lebih lanjut di dalam Pasal 15 Ayat 1 yang menyatakan bahwa: “Pemberi kerja secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta kepada BPJS sesuai dengan program jaminan sosial yang diikuti.”
ADVERTISEMENT
Ketentuan tersebut dipertegas kembali lebih lanjut dalam Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Kepada Pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara dan Setiap Orang, Selain Pemberi Kerja, Pekerja, dan Penerima Bantuan Iuran Dalam Penyelenggaraan Jaminan Sosial (PP 86/2013), yang mengatur bahwa:
Pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara wajib:
Ilustrasi BPJS Kesehatan. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Jaminan Sosial atau BPJS yang dimaksud dalam ketentuan-ketentuan tersebut adalah BPJS kesehatan maupun jaminan ketenagakerjaan, sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) UU BPJS.
ADVERTISEMENT
Adapun sanksi jika perusahaan selain penyelenggara negara tidak melaksanakan kewajiban mendaftarkan pekerjanya sebagai Peserta kepada BPJS adalah adanya sanksi administratif. Sebagaimana yang telah diatur di dalam ketentuan Pasal 17 UU BPJS dan Pasal 5 Ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 86/2013. Sanksi administratif tersebut dapat berupa:
a. Teguran tertulis, dilakukan oleh BPJS.
b. Dan/atau denda, dilakukan oleh BPJS.
c. Tidak mendapat pelayanan publik tertentu. Ini dilakukan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah atas permintaan BPJS.
Sebagaimana berkaitan dengan pembahasan sebelumya mengenai pekerja freelance sebagai PKWT, bagi tenaga kerja yang hubungan kerjanya adalah PKWT juga berhak untuk didaftarkan BPJS.
Kepesertaannya diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor KEP-150/MEN/1999 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja Bagi Tenaga Kerja Harian Lepas, Borongan dan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (Kepmenaker 150/1999), Dalam ketentuan Pasal 9 Kepmenaker 150 tahun 1999 mengatur bahwa:
ADVERTISEMENT
(1) Pengusaha yang mempekerjakan Tenaga Kerja Harian Lepas kurang dari 3 (tiga) bulan wajib mengikutsertakannya dalam Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian.
(2) Dalam hal pengusaha mempekerjakan Tenaga Kerja Harian Lepas untuk melakukan pekerjaan secara terus menerus selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih dan setiap bulannya tidak kurang dari 20 (dua puluh) hari maka wajib mengikutsertakannya dalam Program Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, Jaminan Hari Tua dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan.
(3) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dilakukan terhitung sejak Tenaga Kerja Harian Lepas telah bekerja melewati masa kerja 3 (tiga) bulan berturut-turut.
Sehingga berdasarkan penjelasan tersebut di atas, maka setiap pekerja baik pekerja tetap maupun pekerja kontrak, semuanya berhak untuk didaftarkan BPJS, dan sudah merupakan kewajiban dari pemberi kerja untuk melaksanakan hal tersebut berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas. Bagi pekerja kontrak pendaftaran BPJS disesuaikan dengan masa kerjanya sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 9 Kepmenaker 150/1999.
ADVERTISEMENT
Artikel ini merupakan kerja sama kumparan dan Justika
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten