Baleg DPR Bantah Ada Tukar Guling Revisi UU MK dengan Uji Materi UU

6 Mei 2020 10:12 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Politisi PPP, Achmad Baidowi, pada saat mengisi acara diskusi dengan tema 'Potensi Golput di Pemilu 2019' di Komplek Parlemen, Jakarta, Senin (18/2). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Politisi PPP, Achmad Baidowi, pada saat mengisi acara diskusi dengan tema 'Potensi Golput di Pemilu 2019' di Komplek Parlemen, Jakarta, Senin (18/2). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
Badan Legislasi DPR menjawab isu dugaan tukar guling revisi UU Mahkamah Konstitusi (MK) dengan uji materi sejumlah UU kontroversial di MK.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya sejumlah LSM yang tergabung dalam Koalisi Save MK menilai draf revisi UU MK yang diajukan DPR sarat potensi politik transaksional. Koalisi berpendapat, 'keistimewaan' bagi hakim MK dalam revisi UU memiliki tujuan terselubung, yakni sebagai cara bagi DPR agar MK menolak permohonan uji materi beberapa UU yang krusial, seperti UU KPK dan Perppu Corona.
Namun Wakil Ketua Baleg DPR, Achmad Baidowi, menegaskan tak ada upaya tukar guling di balik rencana revisi tersebut.
"Tidak ada kaitan tukar guling. Proses usulan revisi UU MK sejak akhir 2019, sementara Perppu (corona) baru terbit bulan April 2020," ujar Awiek -demikian ia disapa- saat dikonfirmasi, Rabu (6/5).
Politikus PPP itu pun menjelaskan alasan DPR tetap membahasnya meski revisi UU MK tak masuk prolegnas 2020. Menurutnya, revisi UU MK sudah masuk dalam daftar kumulatif terbuka sebagai dampak putusan MK.
Suasana pengamanan di depan gedung Mahkamah Konstitusi, Rabu, (26/6). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Sehingga revisi UU MK tak perlu masuk ke Prolegnas dan bisa diusulkan kapan saja oleh DPR maupun pemerintah. Pada akhirnya, DPR yang berinisiatif merevisi UU MK yang disahkan dalam rapat paripurna 2 April lalu.
ADVERTISEMENT
"Revisi UU MK merupakan RUU yang masuk dalam kumulatif terbuka dampak dari putusan MK. Sehingga tak perlu masuk daftar prolegnas dan kapan pun bisa diajukan," kata politikus PPP itu.
Awiek menerangkan, jika Surat Presiden (Surpres) telah sampai di DPR, pembahasan tak harus di Baleg DPR. Namun, bisa dibahas di komisi terkait.
"Kalau nanti Surpres terbit maka Bamus (Badan Musyawarah) yang akan menugaskan AKD yang membahasnya. (Pembahasan) bisa Komisi III bisa Pansus. Jadi, tidak selalu Baleg," tandas Awiek.
Berikut poin-poin yang hendak diubah dalam draf revisi UU MK:
1. Pasal 4. Di pasal ini yang diubah adalah pada ayat (3) di mana masa jabatan hakim MK yang semula 2 tahun 6 bulan menjadi 5 tahun. Selain itu ada ayat 4f, ayat 4g, dan 4h dihapus.
ADVERTISEMENT
2. Pasal 7A ayat (1) mengenai kepaniteraan. Di pasal ini yang diubah adalah adanya penjelasan lebih detail mengenai masa pensiun panitera yakni berumur 62 tahun.
3. Pasal 15 ayat (2d) tentang batas usia minimal hakim MK. Semua disebutkan batas usia hakim MK adalah 47 tahun dan tertinggi 65 tahun. Sementara dalam draf disebutkan batasan usia naik jadi paling rendah 60 tahun.
Lalu pasal 15 ayat (2h) yang masih mengatur soal syarat hakim MK, di pasal ini dihapus adanya syarat calon hakim pernah menjadi pejabat negara. Sehingga syaratnya hanya satu yakni berpengalaman di bidang hukum selama 15 tahun.
4. Pasal 22 dihapus. Pasal ini sebelumnya membahas mengenai masa jabatan hakim MK.
ADVERTISEMENT
5. Pasal 23 ayat (1d) soal pemberhentian dari jabatan hakim konstitusi dihapuskan.
6. Pasal 26 ayat (1b) juga dihapuskan. Lalu pasal 26 ayat (5) juga dihapuskan.
7. Pasal 27A ayat (2c, 2d, dan 2e) tentang penegakan kode etik dihapuskan.
8. Pasal 27A ayat (5) dan ayat (6) dihapuskan.
9. Pasal 45 dihapuskan.
10. Pasal 50A dihapuskan.
11. Pasal 57 ayat (2a) dihapuskan.
12. Pasal 59 ayat (2) dihapuskan.
13. Pasal 87 huruf a diatur mengenai masa jabatan ketua dan wakil MK menjadi 5 tahun.
14. Pasal 87c adanya kekhususan bagi hakim MK yang berusia 60 langsung bisa menjabat hingga umur 70 tahun.
ADVERTISEMENT
***
(Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona)
Yuk! bantu donasi atasi dampak corona.