Bambang Widjojanto: Tindakan Pimpinan KPK soal TWK Bentuk Pelanggaran HAM Berat

19 Juni 2021 22:57 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Bambang Widjojanto. Foto: M Risyal Hidayat/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Bambang Widjojanto. Foto: M Risyal Hidayat/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Komnas HAM masih menangani dugaan pelanggaran HAM dalam proses Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) pegawai KPK. TWK membuat 75 pegawai KPK dinyatakan tak memenuhi syarat. Sebanyak 51 pegawai di antaranya dicap 'merah' dan dianggap tak bisa dibina.
ADVERTISEMENT
Dalam menangani kasus TWK, Komnas HAM meminta keterangan berbagai pihak, termasuk para eks pimpinan KPK, salah satunya Bambang Widjojanto alias BW. BW memberikan keterangan secara daring pada Jumat (18/6).
Saat memberi keterangan, BW menilai tindakan pimpinan KPK yang melegalisasi TWK merupakan bentuk pelanggaran HAM berat.
"Tindakan ketua dan pimpinan KPK yang 'melegalisasikan' perbuatan melawan hukumnya melalui TWK harus dikualifikasi sebagai pelanggaran berat HAM," ujar BW dalam keterangannya, Sabtu (19/6).
Menurut BW, indikasi pelanggaran HAM yang dilakukan melalui TWK terjadi dalam bentuk the right to work, the right to participate, the right to non-discrimination & systematic discrimination, the right to freedom of opinion and expression, dan the right to development.
Ilustrasi KPK. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
"TWK dibuat secara 'khusus' memuat sifat yang 'khas' namun potensial dilakukan secara 'abuse of power' dan 'against the human rights' yang dapat dilihat dari beberapa indikator," kata BW.
ADVERTISEMENT
Indikator tersebut antara lain seperti alih status pegawai KPK menjadi ASN yang merupakan mandat UU berubah seakan proses rekrutmen. Lalu TWK tak berpijak pada UU KPK hasil revisi dan PP. Sehingga diduga diselundupkan dan memiliki tendensi penyalahgunaan.
"Pelaksanaan TWK tidak berpijak pada asas-asas yang ada di UU KPK, nilai-nilai governance yang bersifat universal dan prinsip HAM. TWK tidak dapat dilepaskan tindakan lain yang ditujukan untuk 'pelemahan'. Oleh karena itu, TWK diinstrumentasi menjadi alat untuk menyingkirikan Insan terbaik KPK serta prosesnya tidak berpijak pada akuntabilitas yang dapat dipertanggungjawabkan," jelasnya.
Indikator terakhir, kata BW, KPK dan seluruh pihak yang terlibat dalam TWK sengaja menolak memberikan hasil dan dokumen TWK.
BW menilai TWK yang hanya beberapa jam telah mendelegitimasi kinerja 75 pegawai KPK yang sudah menunjukan komitmen, integritas dan profesionalitasnya selama belasan tahun.
Pimpinan KPK saat terpilih menghadiri rapat paripurna DPR RI terkait pengesahan hasil pemilihan pimpinan KPK di Gedung DPR, Jakarta, Senin (16/9/2019). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
"Selembar kertas yang dinyatakan sebagai hasil TWK yang didapatkan dari dokumen, proses dan metodologi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan tidak dapat disandingkan dan digunakan untuk mengukur kerja beyond the limits dari 75 orang insan KPK," kata BW.
ADVERTISEMENT
Sehingga BW menganggap TWK sebagai tindakan diskriminasi sistematis, khususnya terhadap 51 pegawai yang dicap merah.
"TWK telah menimbulkan dampak yang luar biasa merugikan seluruh upaya pemberantasan korupsi, merugikan kepentingan rakyat dan pemerintahan serta masa depan Indonesia karena upaya pemberantasan korupsi menjadi stagna dan ada begitu banyak kasus besar terancam berhenti sehingga menguntungkan para koruptor," tutupnya.