Bangladesh Bangun Masjid untuk Komunitas Transgender Wanita

29 Maret 2024 15:20 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Joyita Tonu, seorang tokoh komunitas transgender, berfoto selfie bersama anggota komunitas transgender di luar masjid Dakshin Char Kalibari untuk Gender Ketiga, di Mymensingh, Bangladesh, pada 22 Maret 2024. Foto: Rehman Asad/AFP
zoom-in-whitePerbesar
Joyita Tonu, seorang tokoh komunitas transgender, berfoto selfie bersama anggota komunitas transgender di luar masjid Dakshin Char Kalibari untuk Gender Ketiga, di Mymensingh, Bangladesh, pada 22 Maret 2024. Foto: Rehman Asad/AFP
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Bangladesh, salah satu negara dengan mayoritas penduduk muslim, mendirikan masjid untuk anggota komunitas transgender "hijra".
ADVERTISEMENT
Dikutip dari AFP, "hijra" merupakan sebutan untuk wanita transgender di Asia Selatan.
Sebelumnya, para anggota komunitas ini sering kali diusir dari tempat ibadah. Namun, sekarang Bangladesh sengaja membangun sebuah masjid agar mereka bisa beribadah tanpa diskriminasi.
Struktur masjidnya cukup sederhana, berupa bangunan satu ruangan dengan dinding dan atap terbuat dari seng. Tempat itu juga menjadi pusat komunitas baru bagi kelompok minoritas ini.
Dalam beberapa tahun terakhir mereka telah mendapatkan pengakuan hukum dan politik yang lebih besar, namun masih ada juga warga yang menghakimi mereka.
“Mulai sekarang, tidak ada yang bisa menolak komunitas hijra untuk salat di masjid kami,” kata pemimpin komunitas, Joyita Tonu, dalam pidatonya di depan jemaah yang memadati masjid, seperti dikutip dari AFP.
ADVERTISEMENT
“Tidak ada yang bisa mengejek kami,” tambah wanita berusia 28 tahun itu.
Anggota komunitas transgender berjalan di sepanjang jalan menuju masjid Dakshin Char Kalibari untuk Gender Ketiga, di Mymensingh, Bangladesh, pada 22 Maret 2024. Foto: Rehman Asad/AFP
Masjid yang dibangun di atas tanah sumbangan pemerintah itu terletak di dekat Mymensingh. Tepatnya di utara Ibu Kota Dhaka, di tepi Sungai Brahmaputra.
“Saya tidak pernah bermimpi bisa salat di masjid lagi seumur hidup saya,” kata Sonia, salah satu anggota komunitas yang sempat belajar di pesantren.
Sonia bercerita, setiap kali dia mengungkapkan identitasnya sebagai hijra, dia selalu dicegah untuk beribadah di masjid.
“Orang-orang akan mengatakan kepada kami: 'Mengapa kalian orang-orang "hijra" di sini, di masjid? Kalian harus salat di rumah. Jangan datang ke masjid,'” ungkapnya kepada AFP.
“Itu memalukan bagi kami, jadi kami tidak pergi,” tambahnya. “Sekarang, ini masjid kami. Sekarang, tidak ada yang bisa mengatakan tidak.”
Joyita Tonu, seorang tokoh komunitas transgender, berfoto selfie bersama anggota komunitas transgender di luar masjid Dakshin Char Kalibari untuk Gender Ketiga, di Mymensingh, Bangladesh, pada 22 Maret 2024. Foto: Rehman Asad/AFP
Seorang imam masjid, Abdul Motaleb, mengatakan diskriminasi terhadap jemaah hijra bertentangan dengan kepercayaannya.
ADVERTISEMENT
“Mereka sama seperti umat lainnya yang diciptakan oleh Allah,” kata ulama itu kepada AFP.
"Mungkin ada yang laki-laki, ada yang perempuan, tapi semua manusia. Allah menurunkan Al-Quran untuk semua, jadi setiap orang berhak untuk berdoa, tidak ada yang bisa ditolak.”
Menurut warga setempat, masjid baru ini sudah menyelesaikan berbagai prasangka buruk. Tofazzal Hossain, salah satu warga sekitar, mengaku telah melaksanakan salat Jumat di sana selama dua minggu berturut-turut.