Banyak Pelaku Usaha di Jabar Belum Tahu Sertifikasi Halal di BPJPH

18 Oktober 2019 18:13 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kantor MUI Jawa Barat. Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Kantor MUI Jawa Barat. Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan
ADVERTISEMENT
Pengajuan sertifikasi halal kini tidak lagi ditangani oleh MUI, melainkan dialihkan ke Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kemenag melalui Kanwil di tingkat provinsi terhitung tanggal 17 Oktober. Meski demikian, MUI masih berwenang untuk menilai produk yang halal maupun tidak.
ADVERTISEMENT
Pantauan kumparan di Kantor MUI Jabar tepatnya di Gedung Halal Center, terdapat secarik kertas yang ditempelkan pada pintu masuk berisi pengumuman bahwa LPPOM MUI tidak lagi melayani pendaftaran sertifikasi halal. Surat itu ditandatangani langsung oleh Ketua MUI Jabar Rahmat Syafei dan Sekretaris Umum MUI Jabar Rafani Akhyar.
Dengan demikian, bagi pelaku usaha di Jabar yang hendak mengurusi sertifikasi halal dapat mendatangi langsung Kantor Kanwil Kemenag Jabar di Kecamatan Andir. Sementara itu, di dalam ruangan ada beberapa petugas yang masih memberi layanan kepada warga.
Hingga hari ini, Sekretaris Umum MUI Jabar Rafani Akhyar mengakui masih ada warga mendatangi LPPOM dan meminta sertifikasi halal meski sudah diberi tahu melalui surat bahwa pendaftaran sertifikasi halal kini ditangani oleh Kanwil Kemenag Jabar.
ADVERTISEMENT
Rafani mengungkapkan, dirinya telah memerintahkan LPPOM untuk menerima warga yang hendak mendaftarkan produknya tersebut karena kasihan. Nanti, dia akan meneruskan permintaan dari warga kepada Kanwil Kemenag Jabar.
"Tapi sering ada yang ke sini. Hari ini juga masih ada ke sini terus karena belum ada kepastian. Tadi LPPOM datang ke sini (ruangan Rafani) dan saya perintahkan udah terima aja dulu soalnya kasihan masyarakat. Nanti saya beritahukan ke Kanwil Kemenag Jabar," kata dia di ruangannya, Jumat (18/10).
Kertas pengumuman berisi pengumuman bahwa LPPOM MUI tidak lagi melayani pendaftaran sertifikasi halal di Kantor MUI Jabar tepatnya di Gedung Halal Center. Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan
Rafani menambahkan, sudah berkoordinasi dengan Kanwil Kemenag Jabar agar permintaan dari warga sementara ditangani LPPOM hingga Lembaga Pengawas Halal (LPH) terbentuk secara legal. Menurut dia, diperlukan waktu selama satu hingga tiga bulan agar penerapan sistem benar-benar baik.
ADVERTISEMENT
Di Bandung, menurut Rafani, ada enam organisasi kemasyarakatan atau lembaga pendidikan yang sedang melakukan persiapan untuk menjadi LPH antara lain Salman ITB, Unisba, Unpas, Unpad, serta Nahdlatul Ulama.
"Kami sudah ada pembicaraan, ya, udahlah sebelum sampai pada kesiapan penuh ini dilanjutin dulu aja oleh LPPOM karena LPH yang ada pun belum ada legalitas. Jadi perlu waktu sebulan dua bulan atau tiga bulan," ucap dia.
Terkait LPH, Rafani menjelaskan, dapat dibentuk oleh organisasi kemasyarakatan dan lembaga pendidikan yang sudah berbadan hukum. Selain itu, pembentukan LPH mesti diaudit dan mendapat pelatihan terlebih dahulu oleh MUI. Dia menyebut, auditor dari LPH nantinya meliputi berbagai ahli di bidang teknologi pangan hingga kimia.
"Persyaratan LPH pertama diaudit dulu. Secara kelembagaan siapa yang mengaudit? MUI. Kedua, diaudit mengenai SDM. SDM itu adalah auditor. Auditor itu harus terdiri bukan hanya ahli agama tapi teknologi pangan karena produk makanan, kimia, biokimia, kemudian kesehatan hewan," jelas dia.
Sekretaris Umum MUI Jabar Rafani Akhyar. Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan
Dengan demikian, lanjut Rafani, nantinya LPH dapat memudahkan pelaku usaha dalam mendaftar sertifikasi halal karena dapat tersebar di berbagai wilayah. Akan tetapi, kini yang menjadi persoalan ialah pembiayaan. Pemerintah mesti bertanggung jawab karena memberi perintah kepada LPH melalui Undang-Undang.
ADVERTISEMENT
"Dari sisi pendanaan, pemerintah juga harus bertanggung jawab karena ini kan Undang-undang jadi kan perintah beda yang kemarin dasarnya hanya sukarela. Kalau ini sudah Undang-undang itu kan sudah mandatori," ucap dia.
Disinggung setuju atau tidak mengenai sistem tersebut, Rafani menuturkan, sistem itu justru memang berasal dari MUI. Namun demikian, dia mengakui ada persoalan ide yang tidak sesuai ketika diterapkan melalui Undang-undang.
Rafani menjelaskan, persoalan yang dimaksud yakni terkait dengan birokrasi yang dirasa berbelit-belit. Pelaku usaha mesti menunggu dan melalui serangkaian birokrasi yang berbelit untuk mendapat sertifikat halal.
"Jadi pengusaha daftar ke BPJPH Provinsi (sekarang masih oleh Kanwil Kemenag Provinsi) kemudian melimpahkan ke LPH. Kalau sudah diaudit nanti ke BPJPH lagi baru ke MUI disidangkan di komisi fatwa. Setelah itu balik lagi ke BPJPH baru ke luar label nanti," jelas dia.
ADVERTISEMENT
Dari seluruh rangkaian birokrasi tersebut, Rafani menegaskan, MUI tetap menjadi unsur paling penting karena fatwa ke luar dari MUI setelah melalui sidang di Komisi Fatwa. Dia mengaku kini sedang menyiapkan Komisi Fatwa yang akan diisi oleh para ahli dari berbagai bidang.
"MUI tetap menjadi unsur terpenting karena MUI-lah yang memegang peran dari sisi kesyariahannya. Fatwa dari MUI. Sertifikat dari BPJPH," tutur dia.