Bawaslu Usul Kampanye Pemilu 2024 di Medsos Diatur

23 September 2021 15:43 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Anggota Bawaslu RI, Fritz Edward Siregar. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Anggota Bawaslu RI, Fritz Edward Siregar. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Fritz Edward Siregar menilai perlu inovasi jelang Pemilu dan Pilkada 2024 apabila Indonesia masih dalam situasi pandemi COVID-19. Hal-hal yang dapat mengundang kerumunan selama pelaksanaan pemilu seperti kampanye sebaiknya dicarikan alternatif yang sesuai prokes.
ADVERTISEMENT
Oleh sebab itu, ia mengusulkan nantinya para paslon diberikan keleluasaan lebih dalam berkampanye tidak langsung, salah satunya di media sosial. Meski diakuinya perlu ada Peraturan Komisi Pemilihan Pemilu (PKPU) yang mendetail terkait kampanye medsos ini agar teratur.
“Ini kesempatan di mana kita melakukan revolusi kampanye dengan situasi masa pandemi. Tentu bagaimana regulasi di medsos perlu diatur, selama ini kan cuma yang resmi-resmi, dan PKPU enggak ngatur secara detail kampanye atau iklan di medsos,” kata Fritz dalam diskusi di YouTube Masyarakat Ilmu Pemerintahan (MIPI), Kamis (23/9).
“Itu bisa kita lakukan, sehingga di medsos yang bersifat hoaks akan lebih mudah kita take down. Dan kita tahu mana kampanye liar, mana yang memang tugas paslon dan parpol,” imbuh dia.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, Fritz menerangkan, jika mengacu pada PKPU Nomor 13 Tahun 2020 tentang pelaksanaan kampanye pada pilkada di masa pandemi, ada beberapa metode kampanye yang mungkin dilakukan. Yakni pertemuan terbatas, tatap muka, debat publik, penyebaran bahan kampanye, hingga iklan.
Kendati demikian pada Pilkada 2020, Fritz mengungkapkan Bawaslu masih menemukan 2.584 pelanggaran kegiatan kampanye yang tak sesuai prokes. Padahal, sudah ada pengawasan aparat keamanan hingga Satgas COVID-19.
Ilustrasi media sosial. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Itulah sebabnya, Fritz menyarankan, perlu inovasi-inovasi kampanye sebagai antisipasi Pemilu 2024 apabila masih dalam situasi masa pandemi.
“Gimana kalau misalnya untuk di 2024, pilkada kalau kampanye 45 hari dan semuanya online? Enggak ada tatap muka. Silakan juga buat media cetak atau lain tanpa melanggar UU. Misalnya, yang melanggar UU itu melakukan kampanye di rumah ibadah, serta fasilitas pendidikan dan pemerintah,” ujar Fritz.
ADVERTISEMENT
“Di luar itu kebijakan KPU dan kita semua. Bagaimana seandainya kegiatan-kegiatan kampanye itu dalam bentuk lain dibiarkan, sebagai kompensasi enggak ada kampanye langsung?” tambahnya.
Di sisi lain, Fritz berharap inovasi lain dalam tahapan pemilu juga dapat dilakukan pada proses pemungutan hingga perhitungan suara. Seperti menerapkan aplikasi PeduliLindungi di TPS, serta memisahkan TPS bagi warga yang sehat dan sudah divaksin, warga tak dapat divaksin, pasien isoman, maupun menyediakan TPS bagi pasien corona yang dirawat.
“Itu kan hak mereka, kan. Dan misalnya gunakan PeduliLindungi sehingga RT, RW tahu siapa penduduk yang terkonfirmasi corona dan perlu diberikan perhatian khusus. Atau misal bagi penyelenggara pemilu bahwa petugas TPS atau KPPS harus sudah divaksin untuk meningkatkan kepercayaan [warga] dan prokes,” papar dia.
ADVERTISEMENT
“Bisa juga kita buat timeline bagaimana kita punya agenda untuk memastikan KPU, Bawaslu, hingga pengawas desa sudah divaksin. Tentu itu akan meningkatkan kepercayaan publik, [saat memilih ke TPS],” pungkasnya.