Beban Nakes di Tengah Pandemi Corona Sangat Berat, Kok Insentif Mau Dipotong?

4 Februari 2021 18:25 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tenaga kesehatan melakukan registrasi sebelum mendapatkan vaksinasi dosis pertama vaksin coronaSinovac di Istora Senayan, Jakarta, Kamis (4/2). Foto: M Risyal Hidayat/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Tenaga kesehatan melakukan registrasi sebelum mendapatkan vaksinasi dosis pertama vaksin coronaSinovac di Istora Senayan, Jakarta, Kamis (4/2). Foto: M Risyal Hidayat/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Ketua Satgas COVID-19 IDI Zubairi menanggapi rencana pemerintah memotong insentif terhadap tenaga kesehatan yang menangani pasien virus corona. Ia mengatakan, rencana itu mengecewakan banyak tenaga kesehatan yang tengah berjuang di garda terdepan.
ADVERTISEMENT
"Begitu diputuskan untuk dipotong insentifnya, itu tentu bikin kami para nakes sedih ya. Bisa dikatakan kecewa juga karena uang insentif tersebut yang juga tidak amat besar itu dikurangi banget. Nah itu tentu membuat kekecewaan dan kesedihan," ujar Zubairi saat dihubungi, Kamis (4/2).
Zubairi mengungkapkan, hingga saat ini ada 647 tenaga kesehatan yang meninggal dunia karena terpapar virus corona. Jumlah itu, kata dia, juga belum diakumulasikan dengan total tenaga kesehatan di seluruh Indonesia yang tertular virus corona saat bekerja di rumah sakit.
"Bayangin saja tenaga kesehatan yang sudah meninggal akibat tertular COVID itu sudah 647 itu beberapa hari yang lalu. Kemudian data lain pada bulan september berarti Oktober, November, Desember, Januari ya, 4-5 bulan yang lalu itu di Indonesia itu tenaga kesehatan yang tertular pun sudah lebih dari 6.500," ungkapnya.
Sejumlah tenaga kesehatan mendapatkan vaksinasi dosis pertama vaksin COVID-19 Sinovac di Istora Senayan, Jakarta, Kamis (4/2). Foto: Willy Kurniawan/REUTERS
Lebih lanjut, tenaga kesehatan harus bekerja 1x24 jam di rumah sakit, berbeda dengan orang lain yang justru berupaya menghindari tempat yang berpotensi tinggi menularkan COVID-19. Tenaga kesehatan diwajibkan bekerja sebaik mungkin untuk memberikan pelayanan kesehatan untuk meminimalkan angka kematian COVID-19.
ADVERTISEMENT
"Jadi tenaga kesehatan ini sudah bekerja di tempat yang berisiko tinggi untuk tertular, namun masih terus bekerja di sana untuk menolong orang dengan COVID-19, untuk menolong orang agar tidak meninggal, untuk menolong orang agar dari ruangan biasa agar tidak masuk ICU," tuturnya.
Zubairi juga menyebut ketakutan tertular virus corona juga dialami keluarga tenaga kesehatan. Mereka memiliki ketakutan berlebih ketika anggota keluarganya yang berprofesi sebagai tenaga kesehatan harus bekerja merawat pasien COVID-19.
"Jadi kalau keluarganya lagi bekerja di rumah sakit itu yang di rumah pada deg-degan, kemudian masuk rumah pun seringkali keluarga meminta sepatu ditaruh di luar dan kemudian masker harus dicopot dan kemudian tidak boleh ngobrol, langsung masuk kamar mandi, mandi dulu, ganti baju yang baru dan baju yang lama harus diisolasikan untuk segera bisa didisinfeksi," beber dia.
ADVERTISEMENT
Ia berharap beratnya beban kerja tenaga kesehatan di masa pandemi menjadi alasan pemerintah untuk membatalkan rencana pemotongan insentif mereka.
"Tingginya stres psikologis baik buat nakes maupun buat keluarga tersebut, tentu insentif ini amat sangat membantu dalam arti kata mendapat dukungan psikologis, selain juga mendapat dukungan materiil dari pemerintah," kata Zubairi.
"Mohon pemerintah meninjau kembali keputusan tersebut dan membatalkan agar insentif nakes jangan dipotong," tutupnya.