Beda Pernyataan di Lingkaran Istana soal Status WNI Eks ISIS

14 Februari 2020 7:20 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi wanita anggota ISIS Foto: Reuters
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi wanita anggota ISIS Foto: Reuters
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pemerintah sudah memutuskan tidak akan memulangkan 689 WNI eks kombatan ISIS ke Indonesia. Presiden Jokowi meminta agar para WNI tersebut didata agar tidak masuk ke Indonesia.
ADVERTISEMENT
Terkait alasan mereka tak dipulangkan, Menkopolhukam Mahfud MD mengatakan, karena mereka menganggap pemerintah sebagai teroris. Sehingga tidak akan diterima pulang.
"Jangan bilang orang terjebak, kalau terjebak bukan FTF. FTF itu Foreign Terrorist Fighter, kombatan, teroris," kata Mahfud.
Namun, meski pemerintah memastikan tidak memulangkan mereka, permasalahan ini tidak sepenuhnya selesai malah menimbulkan persoalan lain. Hal itu karena adanya perdebatan mengenai status kewarganegaraan WNI yang pro ISIS.
Beberapa pejabat Istana Negara memberikan pernyataan berbeda terkait status kewarganegaraan WNI kombatan ISIS. Dimulai dari Presiden Jokowi yang menyebut mereka dengan istilah sebaliknya, yaitu ISIS eks WNI.
Staf Khusus Presiden bidang Hukum Dini Purwono menjelaskan maksud Jokowi menyebut ISIS eks WNI. Menurutnya Presiden Jokowi hanya ingin sejalan dengan UU Kewarganegaraan.
ADVERTISEMENT
"Presiden hanya ingin konsisten dengan UU Kewarganegaraan. Bahwa WNI kehilangan kewarganegaraan Indonesianya apabila dia bergabung dengan militer asing tanpa izin Presiden," kata Dini.
Dini menjelaskan ada beberapa kondisi WNI bisa kehilangan status kewarganegaraannya menurut UU. Misalnya, WNI kehilangan status kewarganegaraannya jika menyatakan tak lagi ingin menjadi WNI.
"Tindakan pembakaran paspor dapat dianggap pernyataan keinginan untuk tidak lagi menjadi WNI," ucap Dini.
Kepala Staf Kepresidenan, Jenderal TNI Dr. H. Moeldoko, S.I.P. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Sementara Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan para WNI eks ISIS sudah kehilangan status kewarganegaraannya. Dengan begitu mereka tak bisa lagi dikaitkan dengan pemerintah Indonesia.
"Sudah dikatakan stateless," kata Moeldoko.
Moeldoko menjelaskan hilangnya status kewarganegaraan mantan kombatan ISIS itu tak perlu lagi menempuh proses pengadilan. Menurut dia, mereka sudah otomatis kehilangan status kewarganegaraan karena melakukan sejumlah tindakan misalnya pembakaran paspor.
ADVERTISEMENT
Berbeda dengan penyataan Presiden Jokowi dan Moeldoko, Mahfud MD mengatakan pemerintah tidak mencabut status kewarganegaraan WNI eks kombatan ISIS. Mahfud menyebut, pencabutan status kewarganegaraan WNI harus melalui proses hukum tertentu.
"Kita kan enggak mencabut kewarganegaraan. [Tapi] enggak bolehin mereka pulang, karena mereka ISIS," kata Mahfud MD.
Menurutnya dalam UU kewarganegaraan, ada sejumlah syarat yang menyebabkan WNI dapat kehilangan status kewarganegaraannya. "Antara lain ikut dalam kegiatan tentara asing. Itu menurut UU Pasal 23 ayat 1 butir d," ucap Mahfud.
Menko Polhukam Mahfud MD. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
Mahfud mengatakan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2007 tentang Tata Cara Memperoleh, Kehilangan dan Pembatalan Kewarganegaraan, pencabutan status WNI yang dilakukan oleh Presiden harus melalui proses hukum.
Mahfud meminta masyarakat tidak membenturkan pernyataannya dengan Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko yang menyatakan para pendukung ISIS sudah kehilangan status kewarganegaraannya sebagai WNI.
ADVERTISEMENT
"Jadi jangan mempertentangkan saya dengan Pak Moeldoko. Pak Moeldoko benar, kehilangan status kewarganegaraan secara otomatis," ucap Guru Besar Hukum Tata Negara itu.
Namun terlepas dari perbedaan penyataan terkait status WNI eks ISIS, Guru Besar Hukum Internasional UI, Hikmahanto Juwana, meminta pemerintah tidak perlu risau. Kata dia, ada dua alasan mengapa WNI yang tergabung dalam ISIS kehilangan kewarganegaraan Indonesianya.
"Pertama, kalau mencermati huruf d Pasal 23 UU Kewarganegaraan, maka tidak digunakan istilah negara tetapi digunakan istilah 'tentara asing'," ucap Hikmahanto.
Guru Besar Hukum Internasional FH UI, Hikmahanto Juwana. Foto: Muhammad Darisman/kumparan
Makna tentara asing yang dimaksud, bisa saja tentara negara lain, tapi bisa saja tentara dari pemberontak. Dalam kategori ini, WNI yang gabung ISIS sudah menjadi tentara ISIS.
Kedua, terkait Pasal 23 huruf f UU Kewarganegaraan, yang digunakan selain negara juga ada istilah 'bagian dari negara asing tersebut'.
ADVERTISEMENT
"Istilah 'bagian dari negara asing' itu bisa saja pemberontak yang hendak menggulingkan pemerintah yang sah. Bukankah ISIS pemberontak yang ada di Suriah? Bahkan mereka menggunakan cara-cara teror untuk menggantikan negara Suriah dan Irak," lanjut Hikmahanto.
Sementara itu, merujuk pada Pasal 31 ayat (1) Peraturan Pemerintah 2 Tahun 2007 tentang Tata Cara Memperoleh, Kehilangan dan Pembatalan Kewarganegaraan, seorang WNI dapat kehilangan statusnya dengan sendirinya.