Belajar dari First Travel, MA Ingatkan Pemerintah

29 November 2019 17:32 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Kantor First Travel. Foto: Kelik Wahyu/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Kantor First Travel. Foto: Kelik Wahyu/kumparan
ADVERTISEMENT
Mencuat dari sejak 2017, polemik First Travel masih bergulir hingga dua tahun kemudian. Pangkal utamanya soal aset yang dirampas negara.
ADVERTISEMENT
Berawal saat First Travel menawarkan ongkos umrah murah. Mereka menjanjikan dengan ongkos hingga Rp 14 juta, jemaah bisa berangkat umrah.
Calon jemaah umroh datangi First Travel Foto: Johanes Hutabarat/kumparan
Ribuan calon jemaah pun tergiur dengan promo tersebut. Nahas, mereka batal berangkat. Bahkan, uang yang mereka setorkan itu terancam tak kembali.
Mereka ditipu oleh First Travel dengan berkedok umrah. Uang yang mereka setorkan diduga dipakai membeli sejumlah barang oleh ketiga bos First Travel: Andika Surachman, Anniesa Hasibuan, dan Siti Nuraida Hasibuan. Ketiganya kini sudah dihukum penjara dan denda.
Bos First Travel Andika Surachman (kanan) dan Anniesa Hasibuan. Foto: ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso
Melihat fenomena itu, MA mengingatkan pemerintah agar kasus serupa tidak terulang kembali. MA meminta agar pemerintah mengawasi langsung para agen umrah.
Setidaknya ada dua saran yang disampaikan MA. Pertama, pengelolaan uang calon jemaah umrah dikelola oleh pemerintah dalam bentuk rekening yang disediakan oleh pemerintah. Sama halnya seperti pengelolaan dana Haji.
ADVERTISEMENT
"Nah kemudian bagaimana travel agen semacam itu, kemudian bersaing di pelayanan, tidak mengelola keuangan jemaah. Jadi rekeningnya tetap rekening pemerintah, nanti travel itu cuma mengelola di fasilitas-fasilitas saja," kata Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Abdullah, saat ditemui di kantornya.
Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung (MA) Abdullah. Foto: ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto
Dengan uang setoran jemaah berada di rekening pemerintah, maka pihak agen tak bisa mengotak-atik dana itu.
"Dengan di rekening pemerintah, maka pihak travel enggak bisa mempermainkan uang itu, enggak bisa," lanjutnya.
Kedua, pemerintah harus menetapkan harga minimal berangkat umrah. Apabila ada agen travel yang menyediakan layanan di bawah harga minimum, maka itu harus patut dicurigai, bahkan apabila diberi sanksi.
"Kalau mengenakan tarif di bawah kebutuhan minimal, harus diberikan sanksi, karena enggak mungkin travel nyari untung sementara mengenakan biaya di bawah kebutuhan, itu kan dari logikanya aja kan sudah rugi, jadi harus ada pengawasan yang tepat," ujar Abdullah.
Ilustrasi First Travel. Foto: Instagram/@firsttravelofficial
Ia pun mengingatkan, pemerintah harus tanggap dan cepat apabila menemukan laporan serupa.
ADVERTISEMENT
"Karena ini tidak hanya sekali terjadi, karena sudah terjadi sudah beberapa kali, yang paling monumental yang sekarang ini," tegasnya.
Terkait First Travel, masalah masih tersisa. Pengadilan memutuskan aset-aset para bos First Travel itu dirampas negara. Alih-alih dikembalikan ke korban.
Dalam tuntutannya, jaksa memang meminta aset dikembalikan ke korban. Namun, menurut Abdullah, jaksa tidak menguraikan detail atas kepemilikan aset tersebut.
"Karena dalam surat tuntutan tidak terurai satu persatu, nama jemaah dan dari mana asalnya, berapa dia membayar ke First Travel. Berapa dia membayar tidak ada, tidak terurai, hanya globalnya 6.330 jemaah," kata Abdullah.
Barang bukti kasus First Travel Foto: Marcia Audita dan Aprilandika Pratama/kumparan
Terlebih, pencucian uang yang dilakukan bos First Travel membuat uang calon jemaah sudah berubah bentuk menjadi aset.
"Saksinya juga tidak bisa membuktikan sekian-sekian. Yang uang 25 miliar itu. Misalkan uang saya Rp 14 juta. Uang yang mana ini, karena itu berupa aset bukan dalam bentuk uang loh, itu berupa rumah. Itu yang dipakai beli rumah, itu uang saya, atau uang orang lain, sudah tidak jelas asal usulnya," jelasnya.
Barang bukti kasus First Travel Foto: Marcia Audita dan Aprilandika Pratama/kumparan
Menurut Abdullah, tidak terurainya kepemilikan itu menjadi salah satu pertimbangan untuk merampas barang bukti dalam bentuk aset itu kepada negara.
ADVERTISEMENT
"Oleh sebab itu KUHAP memberikan solusi dirampas oleh negara. Nah oleh negara nanti diapain, itu tergantung negara. mau dikembalikan ke jamaah terserah negara, mau dipakai apa terserah negara. Jadi kewajiban hakim tidak sampai ke sana, sampai memutus saja," tegasnya.
Selain itu, salah satu pertimbangan hakim untuk merampas ialah karena adanya penolakan dari pihak yang mengatasnamakan Pengelola Aset First Travel untuk menjadi pihak yang mengelola aset sitaan itu.
"Kemudian di dalam fakta di persidangan, ada sekelompok yang menolak, yang menamakan dirinya pengelola aset First Travel itu menolak, karena aset yang diselamatkan itu hanya sekitar Rp 25 miliar, sementara jamaah yang belum berangkat 6330, mereka menolak karena paham atas kesulitannya apabila menerima," katanya.
Kantor First Travel disegel polisi. Foto: Kevin Kurnianto/kumparan