Ilustrasi Mobil Bekas

Beli Mobil Second Langsung Mogok, Diler Bisa Dituntut Wanprestasi?

26 November 2021 15:30 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Membeli mobil bekas di diler atau showroom merupakan salah satu opsi dalam membeli kendaraan. Banyak kendaraan bekas dengan kondisi yang masih layak pakai yang bisa menjadi pilihan.
ADVERTISEMENT
Namun bagaimana bila kemudian mobil yang dibeli itu langsung bermasalah tidak seperti yang dijelaskan dalam iklan? Apakah diler atau showroom itu dapat dituntut wanprestasi?
Seperti misalnya contoh di bawah ini:
Pembeli melakukan pembelian mobil di sebuah showroom mobil dalam bentuk tangan kedua. Namun setelah pemakaian 1 hari, mobil tersebut mogok dan tidak bisa berfungsi. Padahal diiklankan bahwa barang masih dalam kondisi prima dan pemakaian (meteran dasbor) masih sedikit.
Apakah bentuk iklan tersebut mengikat secara hukum sehingga dapat digugat wanprestasi? Dan jika tidak, apakah dapat digugat atas iktikad tidak baik?
Pilihan mobil bekas di Mobil88. Foto: Muhammad Ikbal/kumparan
Berikut jawaban Alfred Nobel Sugio Hartono, S.H., M.Hum, pengacara yang tergabung dalam Justika:
Dari pertanyaan tersebut, terkait erat dengan barang konsumtif untuk digunakan oleh masyarakat luas atas manfaat suatu barang yang dibeli.
ADVERTISEMENT
Barang yang dibeli oleh masyarakat dalam hal ini masyarakat Indonesia pada khususnya perlu mendapatkan jaminan kepastian dari sisi kualitas atas barang yang dijual. Agar masyarakat Indonesia dirugikan atas setiap produk yang dibeli.
Dalam kasus tersebut, Saudara tidak menjelaskan lebih detail lagi apakah mendapatkan garansi atau tidak ketika membeli mobil di show room tersebut.
Di Indonesia, perlindungan terhadap konsumen atas pembelian barang diatur di dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU Perlindungan Konsumen). Di dalam Undang-Undang tersebut, terdapat beberapa hak konsumen yang wajib dipenuhi ketika membeli barang yang diperjualbelikan di wilayah hukum Indonesia.
Hak- hak tersebut antara lain diatur dalam Pasal 4 UU Perlindungan Konsumen sebagai berikut:
• hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
ADVERTISEMENT
• hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
• hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
• hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
• hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
• hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
• hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
• hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
ADVERTISEMENT
• hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya
Selain hak-hak konsumen sebagaimana yang telah di jelaskan di atas, pelaku usaha yang menjual produk kepada konsumen baik produk baru maupun produk bekas mempunyai kewajiban dan larangan yang sudah diatur di dalam UU Perlindungan Konsumen sebagai berikut :
• Kewajiban Pelaku Usaha (PASAL 77 UU Perlindungan Konsumen)
• beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
• memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
• memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
• menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
ADVERTISEMENT
• memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
• memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
• memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
• Hal yang dilarang oleh Pelaku Usaha dalam kasus tersebut (Pasal 8 ayat 1 huruf f jo Pasal 8 ayat 2 UU Perlindungan Konsumen) menjelaskan :
• Pasal 8 ayat 1 huruf j : Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang : tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut
ADVERTISEMENT
• Pasal 8 ayat 2 : Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud.
Dari penjelasan di atas, sepanjang dapat dibuktikan dengan dugaan awal dan bukti permulaan yang ada, maka ancaman sanksi pidana yang bisa dikenakan terhadap pelaku usaha diatur di dalam Pasal 68 ayat 1 UU Perlindungan Konsumen sebagai berikut :
Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, ayat (2), dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
ADVERTISEMENT
Contoh perlindungan hukum konsumen yang diberi oleh satu negara terhadap warganya memiliki dua karakter, yakni memiliki sifat preventif atau biasa disebut dengan prohibited dan memiliki sifat proaktif atau hukuman.
Artikel ini merupakan kerja sama kumparan dan Justika
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten