BEM UGM Tolak Penundaan Pemilu: Titik Nadir Demokrasi, Siap Turun ke Jalan

17 Maret 2022 13:24 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kampus UGM di Yogyakarta. Foto: Dwita Komala Santi
zoom-in-whitePerbesar
Kampus UGM di Yogyakarta. Foto: Dwita Komala Santi
ADVERTISEMENT
Isu penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden makin menghangat setelah dukungan 3 parpol terhadap wacana ini, yaitu PAN, PKB, dan Golkar. BEM KM UGM menyatakan menolak wacana penundaan pemilu atau perpanjangan masa jabatan presiden.
ADVERTISEMENT
"Itu istilahnya alarm yang BEM KM UGM baca sebagai satu kemunduran demokrasi dan munculnya otokrasi-otokrasi atau oligarki ini," kata Ketua BEM KM UGM Muhammad Khalid, Kamis (17/3).
Khalid berargumentasi, meski masih wacana, penundaan pemilu wajib ditentang. Ia menyebut wacana perpanjangan masa jabatan presiden seakan mengangkangi demokrasi demi kepentingan segelintir orang.
“Ini menjadi satu titik nadir krisis demokrasi ya. Jadi seakan-akan kok semudah itu konstitusi atau janji pembatasan kekuasaan ini yang maksimal 10 tahun atau 2 periode itu dikangkangi kepentingan yang seakan-akan dibuat-buat juga, dan hipokritlah,” tegasnya.
Khalid menambahkan, dilihat dari aspek hukum, penundaan pemilu adalah membangkangi UUD 1945. Dalam Pasal 8 ayat 3 UUD 1945 disebutkan bahwa ketika presiden tidak bisa menjalankan perannya dengan baik maka bisa digantikan oleh Menlu, Mendagri, dan Menhan.
ADVERTISEMENT
“Jadi tidak lantas ada justifikasi misalnya tadi karena pemulihan ekonomi, pembangunan-pembangunan yang tertunda, atau karena COVID, ya,” ungkap Khalid.
Lebih lanjut, BEM UGM juga mempertanyakan pernyataan elite parpol yang mengeklaim menyuarakan wacana ini karena aspirasi publik. Khalid mempertanyakan, publik mana yang mereka dengar aspirasinya.
Ketua BEM KM UGM 2022 Muhammad Khalid. Foto: Dok. Istimewa
Khalid menilai pernyataan para elite tersebut merupakan kritik besar bagi demokrasi Indonesia. Sebab, demokrasi hanya dimanfaatkan untuk kepentingan para elite parpol tersebut.
“Apakah ini mewakili kepentingan penguasa yang ingin melanggengkan kekuasaannya saja? Padahal mereka dipilih oleh siapa? Ya oleh rakyat,” jelas dia.
"Kalau sampai upaya ini jadi, kritiknya tidak hanya sebatas ke oligarki tetapi juga ke relevansi partai politik, kepada siapa lagi mereka sekarang patokannya, bukan lagi ke rakyat,” jelas Khalid.
ADVERTISEMENT
Selain itu, BEM UGM juga heran dengan alasan penundaan pemilu yang bertujuan untuk menyelamatkan ekonomi. Menurut Khalid, alasan ini hanya dibuat-buat demi kepentingan mereka mencapai oligarki politik dan ekonomi.
“Salah satu cara untuk menjaga stabilitas investasi adalah dengan tidak ada Pemilu atau kepastian bahwa pemimpinnya tetap sama. Jadi produk-produk kebijakan bisa mereka amankan dari segi politiknya, itu logika sederhananya,” jelas dia.
Khalid juga menyoroti pernyataan Menteri Investasi Bahlil Lahadalia yang menyebut penundaan pemilu pernah ditunda sebelumnya. Sehingga, hal tersebut bisa dilakukan kembali saat ini.
Menurut Khalid, kondisi Indonesia saat ini dengan penundaan pemilu di masa lalu sungguhlah berbeda. Jadi, tidak bisa dijadikan rujukan.
“Yang patut kita putar balik lagi bahwa ketika merujuknya ke justifikasi historis yang tentu konteks implementasi demokrasinya sudah beda jauh,” tegasnya.
ADVERTISEMENT
Agar wacana penundaan pemilu tak makin berkembang, BEM KM UGM berencana melakukan kajian, menjaring pendapat masyarakat, dan menggelar diskusi panel bekerja sama dengan BEM UI. Mereka pun siap turun ke jalan jika wacana penundaan pemilu ini makin diseriusi.
“Kita bukan hanya turun ke jalan tetapi juga akan mengajukan gugatan ke MK dan lewat semua sektorlah dan bisa jadi bahkan reformasi ulang misalnya. Ini bukan romantisasi ya tapi menandakan bahwa ini krisis besar,” tutupnya.
====
Reporter: Dhania Anindyaswari Puspitaningtyas