Benarkah Nurhadi Berjasa untuk Mahkamah Agung?

12 Maret 2021 9:09 WIB
comment
7
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tersangka kasus dugaan suap gratifikasi senilai Rp46 miliar, Nurhadi menghindari wartawan usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (2/6). Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
zoom-in-whitePerbesar
Tersangka kasus dugaan suap gratifikasi senilai Rp46 miliar, Nurhadi menghindari wartawan usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (2/6). Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
ADVERTISEMENT
Eks Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi dan Rezky Herbiyono divonis 6 tahun penjara. Vonis ini setengah dari tuntutan jaksa KPK yakni 12 tahun untuk Nurhadi, dan 11 tahun untuk Rezky.
ADVERTISEMENT
Alasan hakim memberikan vonis 50 persen lebih ringan karena Nurhadi dinilai sudah berjasa untuk Mahkamah Agung. Kira-kira apa jasa Nurhadi?
"ICW juga tidak habis pikir ketika mendengar pertimbangan meringankan yang dibacakan oleh hakim. Bagaimana mungkin seorang pelaku korupsi dikatakan berjasa untuk kemajuan Mahkamah Agung? Bukankah kejahatan yang ia lakukan justru mencoreng wajah Mahkamah Agung?" kritik peneliti ICW Kurnia Ramadhana, Jumat (12/3).
Kurnia menilai putusan yang dijatuhkan majelis hakim kepada mantan Sekretaris Mahkamah Agung, Nurhadi, sangat ringan, berpihak pada terdakwa, dan amat melukai rasa keadilan masyarakat.
Semestinya, lanjut Kurnia, dengan kejahatan yang dilakukan oleh Nurhadi, di antaranya menjadikan perkara hukum sebagai bancakan korupsi, ia sangat layak untuk divonis penjara seumur hidup, denda Rp 1 miliar, dan seluruh aset hasil kejahatan yang ia kuasai dirampas untuk negara.
ADVERTISEMENT
Kurnia menjelaskan, tindakan Nurhadi mengatur proses hukum bagi orang berperkara di pengadilan membunuh rasa keadilan di masyarakat.
Bahkan karena tindakannya itu, dan kini sudah terbukti dengan vonis hakim, membuat masyarakat kurang percaya pada institusi peradilan.
"Nurhadi melakukan kejahatannya saat menjabat sebagi pejabat tinggi lembaga kekuasaan kehakiman. Tentu suap-menyuap yang ia lakukan dengan sendirinya meruntuhkan wibawa Mahkamah Agung," beber Kurnia.
Suasana sidang kasus suap Sekretaris MA dengan agenda pembacaan dakwaan dengan terdakwa Nurhadi dan Rezky Herbiyono yang dihadirkan secara virtual di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (22/10). Foto: Hafidz Mubarak A/ANTARA FOTO
Kemudian juga, Nurhadi tidak kooperatif saat menjalani proses hukum. Hal itu terbukti tatkala ia melarikan diri dan terlibat dalam insiden pemukulan pegawai rumah tahanan KPK.
"Selama proses persidangan Nurhadi tidak mengakui praktik korupsi yang ia lakukan. Padahal fakta persidangan menunjukkan sebaliknya, ia diduga menerima miliaran rupiah dari Hiendra Soenjoto," tegas Kurnia.
ADVERTISEMENT
Kurnia heran dengan sikap hakim yang malah menyebut jasa Nurhadi untuk Mahkamah Agung.
"Sepertinya pertimbangan aneh seperti ini telah menjadi hal biasa dalam banyak persidangan. Sebelumnya, Mahkamah Agung juga pernah melakukan hal serupa. Tepatnya dalam putusan Peninjauan Kembali yang diajukan oleh Fahmi Darmawansyah. Kala itu majelis hakim menganggap pemberian mobil yang dilakukan oleh Fahmi kepada Kepala Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Wahid Husen, tidak dilandasi niat jahat, melainkan karena sifat kedermawanan," urai dia.
Untuk itu, tambah Kurnia, ICW mendesak agar KPK segara mengajukan banding agar putusan tingkat pertama segera dianulir. Selain itu, KPK juga mesti segera menerbitkan dua surat perintah penyelidikan.
"Pertama, penyelidikan atas dugaan tindak pidana pencucian uang yang dilakukan oleh Nurhadi. Kedua, penyelidikan terkait dengan obstruction of justice, terutama bagi pihak-pihak yang selama ini melindungi atau menyembunyikan Nurhadi saat ia melarikan diri," desak ICW.
ADVERTISEMENT