Dedi mencoba tetap tenang. Ia berkonsentrasi, mencoba mengesampingkan rasa sakit, dan mendapati tubuhnya yang tertelungkup terlindungi oleh sebongkah puing yang jatuh miring. Ia kemudian melihat ada celah sempit di depan wajahnya. Ada harapan untuk hidup!
Ia memerhatikan lagi baik-baik. Celah sempit itu seperti lorong seukuran tubuhnya, memanjang ke ujung pandangan matanya.
Lanjut membaca konten eksklusif ini dengan berlangganan
Keuntungan berlangganan kumparanPLUS
Ribuan konten eksklusif dari kreator terbaik
Bebas iklan mengganggu
Berlangganan ke newsletters kumparanPLUS
Gratis akses ke event spesial kumparan
Bebas akses di web dan aplikasi
Kendala berlangganan hubungi [email protected] atau whatsapp +6281295655814