news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Berkaca ke Kasus Penembakan di RM Cafe, Ini Aturan Penggunaan Senpi Bagi Polisi

26 Februari 2021 13:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kafe RM yang menjadi lokasi penembakan diberi garis polisi di Jalan Lingkar Luar Barat Cengkareng, Kamis (25/2/2021). Foto: Devi Nindy/ANTARA
zoom-in-whitePerbesar
Kafe RM yang menjadi lokasi penembakan diberi garis polisi di Jalan Lingkar Luar Barat Cengkareng, Kamis (25/2/2021). Foto: Devi Nindy/ANTARA
ADVERTISEMENT
Seorang anggota Polri bernama Bripka Cornelius Siahaan secara membabi buta menembak 4 orang pegawai RM Cafe, Cengkareng, Jakarta Barat, Kamis (25/2) sekitar pukul 04.30 WIB.
ADVERTISEMENT
Cornelius yang saat itu tengah mabuk terlibat cekcok dengan pegawai kafe, lantaran menolak membayar tagihan minumnya di tempat tersebut sebesar Rp 3,3 juta. Adu mulut yang memanas membuatnya gelap mata, dan langsung menembakkan 4 peluru ke arah 4 orang pegawai kafe hingga mereka tersungkur bersimbah darah.
Kasus ini mendapat perhatian publik. Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Fadil Imran menyayangkan apa yang dilakukan anggotanya tersebut. Cornelius dianggap tak layak menjadi polisi karena tak berhasil memberikan contoh baik ke masyarakat.
Pelaku penembakan di RM Cafe Cengkareng. Foto: Dok. Istimewa
Usai insiden tersebut, Polri pun berbenah. Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo mengatakan, pihaknya akan melakukan test psikologi terhadap anggota kepolisian yang menggunakan senjata api. Hal ini untuk menghindari insiden di RM Cafe terulang.
ADVERTISEMENT
“Propam Polri melakukan pengecekan kembali prosedur pemegang senjata api di seluruh jajaran dan wilayah baik test psikologi, latihan menembak, dan catatan perilaku anggota Polri,” kata Ferdy lewat keterangannya, Kamis (25/2).
Namun, bagaimana sebetulnya aturan kepemilikan senjata api oleh anggota Polri?

Aturan Kepemilikan Senjata Api bagi Anggota Polri

Sesuai Pasal 9 Peraturan Kapolri Nomor 18 Tahun 2015 Tentang Perizinan, Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api Nonorganik Kepolisian Negara Republik Indonesia/TNI Untuk Kepentingan Bela Diri, syarat memiliki senjata api adalah;
a. WNI yang dibuktikan dengan KTP dan KK
b. Berusia paling rendah 24 tahun yang dibuktikan dengan akta kelahiran;
c. Sehat jasmani dan rohani yang dibuktikan dengan surat keterangan dari dokter Polri;
ADVERTISEMENT
d. Memenuhi persyaratan psikologis yang dibuktikan dengan surat keterangan dari psikolog Polri
e. Berkelakuan baik yang dibuktikan dengan SKCK dari kepolisian setempat sesuai domisili;
f. Memahami peraturan perundang-undangan tentang senjata api;
g. Memiliki SIUP atau Akte Pendirian Perusahaan yang dikeluarkan notaris, bagi pengusaha;
h. Memiliki kep jabatan atau sket pengangkatan jabatan bagi anggota Polri/TNI/PNS/Pegawai BUMN;
i. Memiliki keputusan/surat pengangkatan sebagai anggota legislatif/lembaga tinggi negara/kepala daerah;
j. Memiliki keputusan/surat pengangkatan/rekomendasi dari instansi yang berwenang di bidang profesi;
k. Tidak sedang menjalani proses hukum atau pidana penjara, dan
l. Tidak pernah melakukan tindak pidana yang terkait dengan penyalahgunaan senjata api atau tindak pidana dengan kekerasan.
Ilustrasi penembakan Foto: Pixabay

Aturan Penggunaan Senjata Api oleh Anggota Polri

Sementara aturan penggunaan senjata api untuk anggota Polri dapat dilihat dalam Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia, serta dalam Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian.
ADVERTISEMENT
Dalam Pasal 47 Perkapolri Nomor 8 Tahun 2009 dijelaskan sebagai berikut;
(1) Penggunaan senjata api hanya boleh digunakan bila benar-benar diperuntukkan untuk melindungi nyawa manusia.
(2) Senjata api bagi petugas hanya boleh digunakan untuk:
a. Dalam hal menghadapi keadaan luar biasa;
b. Membela diri dari ancaman kematian dan/atau luka berat;
c. Membela orang lain terhadap ancaman kematian dan/atau luka berat;
d. Mencegah terjadinya kejahatan berat atau yang mengancam jiwa orang;
e. Menahan, mencegah atau menghentikan seseorang yang sedang atau akan melakukan tindakan yang sangat membahayakan jiwa; dan
f. Menangani situasi yang membahayakan jiwa, di mana langkah-langkah yang lebih lunak tidak cukup.
Ilustrasi senjata api Foto: ANTARA FOTO/Didik Suhartono
Merujuk Pasal 8 Ayat 1 Perkap Nomor 1 Tahun 2009, penggunaan senjata api oleh polisi dilakukan apabila;
ADVERTISEMENT
a. Tindakan pelaku kejahatan atau tersangka dapat secara segera menimbulkan luka parah atau kematian bagi anggota Polri atau masyarakat;
b. Anggota Polri tidak memiliki alternatif lain yang beralasan dan masuk akal untuk menghentikan tindakan/perbuatan pelaku kejahatan atau tersangka tersebut;
c. Anggota Polri sedang mencegah larinya pelaku kejahatan atau tersangka yang merupakan ancaman segera terhadap jiwa anggota Polri atau masyarakat.
Ilustrasi Glock 17. Foto: Shutter Stock
Perlu diingat, penggunaan senjata api oleh polisi hanya digunakan saat keadaan adanya ancaman terhadap jiwa manusia. Dan sebelum menggunakan senjata api, harus ada peringatan yang jelas dari anggota Polri tersebut dengan cara;
1. Menyebutkan dirinya sebagai petugas atau anggota Polri yang sedang bertugas;
2. Memberi peringatan dengan ucapan secara jelas dan tegas kepada sasaran untuk berhenti, angkat tangan, atau meletakkan senjatanya; dan
ADVERTISEMENT
3. Memberi waktu yang cukup agar peringatan dipatuhi
Namun, jika ada pihak yang dirugikan atau keberatan karena penggunaan senjata api, atau penggunaan senjata api tersebut disalahgunakan bukan untuk kepentingan tugas, anggota polisi yang bersangkutan wajib membuat penjelasan secara terperinci tentang alasan penggunaan senjata api, tindakan yang dilakukan, dan akibat tindakan yang telah dilakukan. Hal tersebut dijelaskan dalam Pasal 49 Ayat 2 Huruf a Perkapolri Nomor 8 Tahun 2009.
Sesuai Pasal 13 Ayat 1 Perkapolri Nomor 1 Tahun 2009, setiap anggota Polri wajib bertanggung jawab atas penggunaan senjata api dalam tindakan yang dilakukannya. Sehingga pertanggungjawaban individu terhadap penggunaan sepi yang merugikan orang lain dapat dituntut pertanggungjawabannya secara perdata dan pidana.