Bermain Sentimen Ekonomi ala Prabowo

2 Juli 2018 11:15 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Prabowo Subianto. (Foto: AFP/Bay Ismoyo)
zoom-in-whitePerbesar
Prabowo Subianto. (Foto: AFP/Bay Ismoyo)
ADVERTISEMENT
Sepekan sebelum Pilkada Serentak 2018, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto terus menerus menghujani pemerintah dengan kritik pedas. Mulai dari utang Indonesia, pendapatan per kapita yang rendah, industri manufaktur yang lemah, hingga biaya pembangunan yang mahal.
ADVERTISEMENT
Topik seputar ekonomi, pembangunan, dan kesejahteraan menjadi isu kesayangan putra begawan ekonomi Soemitro Djojohadikoesoemo ini. Sejak berkampanye jelang Pemilu Presiden 2014, Prabowo selalu membawa persoalan ekonomi dalam orasi-orasinya.
Prabowo, misalnya, mengaitkan kekayaan negara dengan kata ‘bocor’ yang ia ucapkan hingga 10 kali saat debat ketiga Pilpres empat tahun lalu. Saat itu Prabowo mengatakan bahwa kekayaan Indonesia mengalami kebocoran sebesar Rp 1.000 triliun tiap tahun. Pernyataan yang kemudian mendapat sanggahan di sana-sini dari berbagai pihak.
Kini ia kembali berbicara perihal data-data perekonomian dan pembangunan di Indonesia. Dalam video live streaming melalui akun Facebook-nya tanggal 19 Juni 2018, Prabowo mengkhawatirkan kedaulatan bangsa dan kondisi utang yang ada. Pidatonya itu kemudian ditutup dengan pernyataan, “Gerindra benteng terakhir kemerdekaan Indonesia” dan ajakan memilih pemimpin yang baik di Pilkada 2018.
ADVERTISEMENT
Selang dua hari, demi menopang hipotesisnya, ia menuding adanya penggelembungan anggaran proyek pembangunan LRT di Palembang. “Bayangkan, di dunia 1 km 8 juta dolar, di Indonesia, 1 km 40 juta dolar. Jadi saya bertanya kepada Saudara-saudara, mark up, penggelembungannya berapa? 500 persen,” ucapnya dalam acara silaturahmi kader Gerindra di Palembang, Kamis (21/6).
Disusul kemudian pernyataan tentang utang Indonesia yang mencapai hampir Rp 9.000 triliun yang ia sampaikan di kediaman Ketua MPR Zulkifli Hasan pada Senin (25/6). Saat itu ia merinci komponen utang yang dimaksud hingga persentase kenaikan utang perusahaan-perusahaan pelat merah di bidang konstruksi.
Utang pemerintah memang Rp 4.060 triliun, tapi ada utang BUMN ditambah Rp 600 triliun. Ditambah lagi utang lembaga keuangan publik, Rp 3.850 triliun. Kalau kita jumlahkan ya hampir Rp 9.000 triliun. (Utang) Waskita Karya naik 669 persen dalam 3 tahun. Wijaya Karya sebesar 181 persen, Adhi Karya 155 persen dan Pembangunan Perumahan 125 persen,” papar Prabowo.
Uji Data Prabowo (Foto: Basith Subastian/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Uji Data Prabowo (Foto: Basith Subastian/kumparan)
Sebagai oposan, rangkaian kritiknya yang bermuatan topik-topik ekonomi tak sembarang dipilih. Sederet pernyataannya itu bukan tanpa perhitungan, tujuan, dan alasan.
ADVERTISEMENT
“Saya pikir kiritikan yang dilakukan oleh Pak Prabowo ini secara garis besar kan kepentingan menuju 2019 kan sebenarnya,” ujar pengamat politik LIPI, Wasisto Raharjo Jati, via sambungan telepon kepada kumparan, Jumat (29/6).
Sebagai seorang yang mencitrakan dirinya figur nasionalis dan putra dari tokoh ekonomi Indonesia, Sumitro Djojohadikusumo, Prabowo memang kerap membawa narasi neokolonialisme dan neoimperialisme ke permukaan.
Selanjutnya, Wasisto menilai kritikan yang dilontarkan Prabowo pada dasarnya membidik kesalahan pemerintahan Jokowi. “Prabowo itu kan mengangkat sentimen nasionalisme berbasis pada sentimen asing, yang itu langsung mengarah ke kebijakan ekonomi Jokowi sekarang ini.”
Sementara Kuskridho ‘Dodi’ Ambardi, Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia mengatakan tujuan dari serangan bertubi-tubi Prabowo tak lain dan tak bukan terkait dengan Pilkada Serentak 2018.
ADVERTISEMENT
Berikut uraian lengkap obrolan kumparan bersama kedua pengamat politik tersebut, Wasisto Raharjo Jati dan Dodi Ambardi, di dua kesempatan berbeda.
Dodi Ambardi (Foto: Jafrianto/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Dodi Ambardi (Foto: Jafrianto/kumparan)
Belakangan Prabowo sering mengkritik Pemerintah, bagaimana Anda melihat komunikasi politik yang dijalankan Prabowo?
Dodi: Kita melihat di dua level, pertama di level elite, yang kedua di level publik. Nah kita lihat yang level publik dulu.
Pak Prabowo ini sejak tahun 2007, 2008, 2009, dan seterusnya dia mendekati kelompok-kelompok sosial masyarakat yang termarginalkan, yang bukan aktor utama ekonomi, seperti nelayan, kemudian kelompok buruh, kelompok pedagang pasar. Dan dia punya organisasi-organisasi yang didirikan serta dia menjadi ketua atau orang penting di organisasi itu.
Pada saat yang sama komunikasi yang dijalankan (Prabowo) itu selalu bersandar pada isu-isu ekonomi, tentu isu kesejahteraan yang paling umum, kemudian distribusi, ketimpangan, dan soal lapangan kerja. Nah itu adalah isu-isu yang sejak awal memang menjadi isu-isu yang dibicarakan oleh dia (Prabowo) dan itu sebetulnya terjadi sampai hari ini.
Serangan Prabowo (Foto: Basith Subastian/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Serangan Prabowo (Foto: Basith Subastian/kumparan)
Setelah itu, siapa yang menikmati dan bisa mengangkat ekonomi Indonesia, ini bisa dinikmati oleh kelompok-kelompok marginal. Paling tidak itu adalah cara dia untuk berbicara dengan publik, dengan begitu--mungkin dalam bahasa yang populer--Pak Prabowo ini kesannya populis.
ADVERTISEMENT
Hanya saja kemudian ketika dia menghadapi publik luar, luar itu artinya bukan Indonesia, itu agak sedikit berbeda. Penekanannya bukan kepada soal populisme dan kesejahteraan atau pemerataan, tetapi pada bagaimana Indonesia ini ramah terhadap investasi, terhadap modal asing, dan seterusnya.
Nah di dua front itu tentunya dia ingin merangkul keduanya meskipun sebenarnya agak susah juga untuk mengkombinasikannya. Kalau terlalu populis membela masyarakat di kalangan bawah, itu kemudian kadang-kadang bisa menimbulkan ketakutan di kalangan investor.
Sehingga dia mencoba mendayung di antara dua karang itu. Nah itu sampai hari ini juga begitu, selalu dia kritik dan pidatonya adalah soal isu-isu ekonomi.
Prabowo berorasi (Foto: Antarafoto/Darwin Fatir)
zoom-in-whitePerbesar
Prabowo berorasi (Foto: Antarafoto/Darwin Fatir)
Wasisto: Saya pikir kiritikan yang dilakukan oleh Pak Prabowo ini secara garis besar kan kepentingan menuju 2019 kan sebenarnya. Artinya kan membangun semacam utopia atau (persepsi) pada publik bahwa selama ini yang dikerjakan oleh pemerintah itu belum tepat sasaran gitu.
ADVERTISEMENT
Kita tahu bahwa selama ini kan sasaran yang dilakukan oleh kubunya Pak Prabowo itu soal utang yang semakin tinggi, kemudian nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang ke sini mendekati Rp 15 ribu. Dan juga mengenai buy back Indosat yang belum terealisasi.
Mengapa gaya komunikasi Prabowo tidak berbeda jauh dengan tahun-tahun sebelumnya?
Dodi: Enggak berbeda jauh, ditingkat publiknya tidak berbeda jauh. Dia tidak berusaha untuk berbicara soal agama. Tidak berusaha jadi yang lain, itu artinya tidak berusaha seolah-olah dia itu tahu Islam.
ADVERTISEMENT
Karena dia tidak menguasai isu-isu itu, kemudian ketika (berbicara) ke publik dia memakai isu-isu yang dia kenal dan isu-isu yang dia anggap punya resonansi ditingkat publik dan bisa membangun sentimen positif terhadap dia dan terhadap Gerindra secara dengan sendirinya.
Kemudian yang di tingkat elite, saya kira dia juga tidak memakai idiom-idiom Islam. Tetapi bagaimana setelah itu kita bisa bekerja sama, kalau dilihat dari luar kan dia bisa bernegosiasi. Intinya tidak memusuhi Islam, itu yang ingin (dia) disampaikan.
Nah oleh karena itu di tingkat elite, dia bisa dengan mudah berbicara dengan orang-orang PKS yang sampai hari ini dianggap menjadi salah satu yang diandalkan dalam koalisi baik itu di tingkat pemilu nasional, terutama pilkada.
Prabowo di kediaman Zulkifli Hasan. (Foto: Iqbal Firdaus/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Prabowo di kediaman Zulkifli Hasan. (Foto: Iqbal Firdaus/kumparan)
Sebetulnya kecenderungan rata-rata politisi di Indonesia itu memang menjadi populis, membela mereka yang berasal dari kalangan bawah, karena kalau memusuhi kalangan bawah padahal itu suara yang paling besar itu kaya bunuh diri secara politik. Tapi Prabowo ini melakukannya dengan sistematik, baik itu dalam ketika mendekati organisasi-organisasi. Pilihan isunya itu dirancang secara sistematik,
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu kalau kita bandingkan Prabowo dengan yang lain-lain itu terlihat selalu pada batas-batas ekonomi yang populis. Itu yang menjadi ciri Prabowo.
Nah itu sebetulmya kalau kita lihat dari track record Gerindra dan track record Prabowo sendiri. Track record Gerindra itukan meningkat, sementara Prabowo dengan Gerindra sejauh ini tidak bisa dipisahkan sebagaimana PDIP dan Megawati, sehingga kemudian apa yang dia sampaikan itu cocok dan sejajar dengan yang disampaikan visi misi partai Gerindra dan itulah yang dilakukan terus menerus.
Suasana HUT Gerindra ke 10. (Foto: Fitra Andrianto/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Suasana HUT Gerindra ke 10. (Foto: Fitra Andrianto/kumparan)
Wasisto: Saya kira Pak Prabowo ini kan ingin mencitrakan dirinya sebagai figur nasionalis. Kita tahu bahwa beliau ini adalah putra dari profesor Sumitro Djojohadikusumo kan, begawan ekonomi nasional.
ADVERTISEMENT
Dari situlah kemudian Pak Prabowo membangun stigma atau citra bahwa yang urgent dan segera harus dilakukan Indonesia ini adalah membangun perekonomian nasional berbasis pada kemandirian.
Itu kan yang selalu diungkapkan Pak Prabowo selama ini--kemandirian, anti-asing, kemudian anti-investasi berbasis jangka panjang dan lain sebagainya.
Nah, saya pikir publik berusaha untuk kembali diromantisasi, bahwa yang selama ini dilakukan pemerintahan Jokowi, misalnya, semuanya adalah klise gitu lho. Dan misalnya mengungkap tentang tenaga kerja asing, kan seolah mengajak publik bahwa 'Ini kan bentuk penjajahan baru'.
Apa yang dilakukan sama Pak Prabowo ini kan semacam kaya wanprestasi kan sebenernya terhadap pemerintahan Jokowi. Soalnya yang dikritik oleh beliau ini, menurut saya, itu tidak cukup kuat untuk mengkritik ekspektasi publik terhadap pemerintahan Jokowi sekarang ini.
Jokowi menjamu Prabowo di Istana Merdeka (Foto: Biro Press)
zoom-in-whitePerbesar
Jokowi menjamu Prabowo di Istana Merdeka (Foto: Biro Press)
Retorika Prabowo yang selalu membawa isu ekonomi itu bisa dibilang sukses?
ADVERTISEMENT
Dodi: Isu-isu tentang kesejahteraan dan isu-isu tentang ketimpangan itu punya resonansi di tingkat publik. Cuma dengan sendirinya itu bukan satu-satunya isu yang bisa mendapatkan suara paling banyak. Oleh karena ini (mereka yang termarginalkan secara ekonomi) adalah salah satu segmen yang menjadi tujuan utama Gerindra.
Segmen berikutnya adalah segmen pemilih muslim. Nah untuk pemilih muslim ini, Prabowo tidak mencoba untuk berlaga menjadi orang yang saleh dan tahu agama. Sehingga kemudian dia mencoba menghidupkan sentimen-sentimen religiusitas terutama di kalangan muslim melalui para anak buahnya dan partner politiknya.
Pak Fadli Zon dan Habiburokhman dan lain sebagainya itu yang berbicara tentang isu-isu agama. Yang ditautkan kemudian agama dan kesejahteraan ekonomi. Nah itukan gabungan mereka yang punya concern ekonomi dengan mereka yang punya concern agama.
ADVERTISEMENT
Wasisto: Saya kiri retorika ini akan terus berkembang ke depannya. Saya lihat kubunya Pak Prabowo saat ini menunggu momen-momen kebijakan ekonomi yang dilakukan oleh Jokowi mengalami stagnansi.
Ini yang saya kira ditunggu oleh kubu oposisi. Soalnya saya melihat bahwa ke depan memang di 2019, ekonomi indonesia akan mengalami stagnansi. Nah momen itulah yang sebenarnya ditunggu oleh Prabowo untuk melakukan serangan balik.
Karena apa yang dilakukan sama Pak Prabowo selama ini adalah semacam membangun bibit-bibit kritik. Memang sekarang publik belum merasakan efeknya, namun ke depan nah ini baru berasa. Semacam investasi jangka panjang kan sebenernya kritikan ini.
ADVERTISEMENT
Jika Prabowo kerap bicara persoalan ekonomi, mengapa bawahannya justru lebih banyak bicara terkait sentimen agama?
Dodi: Ada semacam manajemen opini. Kalau kita lihat di media, siapa yang memberikan pernyataan-pernyataan yang berkaitan dengan isu-isu agama, itu bukan porsi Prabowo.
Oleh karena itu kemudian isu-isu dan sentimen agama itu dikelola oleh anak buahnya atau yang punya tim spesialis, dan kemudian partner-nya, PKS, dan PAN kadang-kadang.
Kalau dari zaman lama kita kan kenal dengan istilah SARA, nah itu kalau sudah banyak perbedaan dan setelah itu ada ketimpangan, kalau dua itu bertemu itu bisa jadi ledakan.
Saya kira juga untuk masa depan emosi itu bisa tidak terkontrol. Tetapi kalau kemudian dalam hal taktik dan itu diterjemahkan menjadi kebijakan, nah itu mungkin bisa bagus (hasilnya).
Amien Rais, Prabowo bersama Habib Rizieq di Makkah (Foto: Instagram @amienraisofficial)
zoom-in-whitePerbesar
Amien Rais, Prabowo bersama Habib Rizieq di Makkah (Foto: Instagram @amienraisofficial)
Wasisto: Ya saya kira saya ada semacam keterkaitan antara mengungkapkan SARA dengan ekonomi. Saya pikir sekarang ini berkaca lagi pada kompetisi kehidupan yang semakin sengit. Nah yang kemudian di mata publik, persaingan yang sengit itu mengarah pada sentimen personal kan akhirnya.
ADVERTISEMENT
Misalnya ambil contoh Tionghoa yang menguasai satu hal tertentu misalnya. Kubu A menguasai ini, saya enggak. Artinya ada semacam membangun sentimen personal berbasis pada sengitnya mencari nasi-lah. Ya kemudian dikompori isu terus, kemudian mengkristal pada masalah kontribusi ekonomi tidak beres.
Pak Prabowo selalu muncul dengan retorika itu. Saya kira itu hulunya dari kritikan Prabowo, dan Prabowo semacam menawarkan obat mujarab gitu. Saya lihat manajemen opininya seperti itu.
Apakah kritikan Prabowo ditujukan untuk mengerek suara Gerindra di Pilkada?
Dodi: Saya kira iya. Kan mereka juga sebelumnya punya data. Mereka mengumpulkan dari partainya di tingkat-tingkat bawah. Menggunakan data itu, saya kira mereka mengaktifkan (mesin partai) menjelang hari-H dan hari-H dan itu punya dampak.
ADVERTISEMENT
Meskipun tidak menang, tapi suaranya bertambah cukup signifikan masing-masing kandidat yang dipilih dan didukungnya. Kalau kita membikin, menilai, atau memberikan evaluasi secara tegas itu mungkin susah ya. Tapi saya kira ada efek tambahan suara. Cuma berapa besar, itu tidak tahu.
------------------------
Simak ulasan mendalam Siasat Prabowo di Liputan Khusus kumparan.