Bicara di PPI Australia, Denny Indrayana Sebut Demokrasi RI Dibajak Duitokrasi

15 Mei 2022 12:19 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Guru Besar Hukum Tata Negara, Prof. Denny Indrayana menjadi pembicara pada International Conference of Indonesian Student (KIPI) 2022. Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Guru Besar Hukum Tata Negara, Prof. Denny Indrayana menjadi pembicara pada International Conference of Indonesian Student (KIPI) 2022. Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
Guru Besar Hukum Tata Negara, Prof. Denny Indrayana menjadi pembicara pada International Conference of Indonesian Student (KIPI) 2022.
ADVERTISEMENT
Acara tersebut diselenggarakan secara hybrid oleh Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Australia pada tanggal 14-15 Mei 2022 di Colombo Theater A, the University of New South Wales (UNSW), Sydney, Australia mengusung tema “Indonesia Post-Pandemic Landscape: Progressing to Achieve the Sustainable Development Goals (SDGs)”.
Pada kesempatan itu, turut serta sebagai pembicara Language Teacher Educator UNSW, Prof. Andy Gao, Kepala Biomedis International Institute for Life-Sciences, Dr. Marsia Gustiananda dan Dosen Arsitek Melbourne University, Dr. Amanda Achmadi.
Konferensi dibuka dan dihadiri oleh Duta Besar Indonesia di Australia, Dr. Siswo Pramono dan Presiden UNSW, Prof. Attila Brungs, serta beberapa pihak lainnya.
Dalam kesempatan itu, Denny berbicara dalam panel Law and Society tersebut mengangkat topik kegagalan sistem hukum Indonesia (Indonesia’s Failed Legal System).
ADVERTISEMENT
Menurut advokat dan Senior Partner pada Indrayana Centre for Government, Constitution, and Society (INTEGRITY) Law Firm tersebut, kegagalan sistem hukum di Indonesia diakibatkan oleh praktik Duitokrasi atau daulat uang, serta Rule of Law yang telah dibajak oleh oligarki dan diperparah dengan pelemahan KPK
“Duitokrasi adalah istilah yang saya gunakan untuk menggambarkan bagaimana daulat duit, telah merajalela dan mengalahkan demokrasi, daulat rakyat," kata Denny dalam keterangan tertulis, Minggu (15/4).
Guru Besar Hukum Tata Negara, Prof. Denny Indrayana menjadi pembicara pada International Conference of Indonesian Student (KIPI) 2022. Foto: Dok. Istimewa
"Sesungguhnya permasalahan sektor hukum dan demokrasi di Indonesia telah berada dalam situasi yang mengkhawatirkan dan menyedihkan karena adanya praktik-praktik Duitokrasi di hampir semua sektor, khususnya sektor politik, serta praktik-praktik korupsi, mafia hukum dan mafia peradilan yang merusak sistem hukum kita”, sambung Staf Khusus Presiden bidang Hukum, HAM dan Pemberantasan KKN (2008-2011) tersebut.
ADVERTISEMENT
Denny menambahkan, perpaduan antara Duitokrasi yang telah merambah sistem penegakan hukum di Indonesia melalui praktik mafia hukum dan mafia peradilan sehingga menyebabkan sistem hukum kita menjadi sistem hukum yang relatif gagal (failed legal system). Kondisi hukum Indonesia sekarang lanjut dia, telah dibajak oleh Duitokrasi dan oligarki yang koruptif, menjadikan demokrasi hanya sebagai aspek formal dan dilaksanakan hanya sesuai prosedur, tidak mencapai titik substansi sejatinya.
“Saya rasa tidak perlu menjadi sarjana hukum atau politik untuk menyadari bahwa ada masalah pada sistem hukum kita. Apabila melihat realitanya, maka dengan berat hati saya katakan bahwa demokrasi Indonesia telah dibunuh oleh Duitokrasi (Duitokrasi kills democracy)," ujarnya.
"Daulat rakyat telah ditikam mati oleh kekuatan uang yang menjadi penentu pemenang dalam pemilu. Bahkan uang juga bisa menjadi penentu siapa pemenang kasus yang tengah bergulir di pengadilan”, tambah Wakil Menteri Hukum dan HAM (2011-2014) tersebut.
ADVERTISEMENT
Ia mengatakan, upaya untuk mengatasi permasalah hukum di Indonesia hanya bisa dilakukan melalui cara-cara yang luar biasa (extraordinary efforts) atau bahkan radikal (radical measures). Tidak semata-mata dari atas (upstream) dengan memilih presiden seperti menghapus presidential threshold, tetapi juga dari bawah (downstream) melalui gerakan masyarakat sipil yang efektif. Hal ini mengingat gerakan masyarakat sipil kita juga saat ini telah terkontaminasi dengan berbagai praktik Duitokrasi tersebut.