Bisakah Edhy Prabowo dan Juliari Batubara Dituntut Hukuman Mati karena Korupsi?

17 Februari 2021 11:22 WIB
Juliari P Batubara dan Edhy Prabowo. Foto: Kemensos RI dan Fahrian Saleh/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Juliari P Batubara dan Edhy Prabowo. Foto: Kemensos RI dan Fahrian Saleh/kumparan
ADVERTISEMENT
Dua menteri yaitu mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dan mantan Menteri Sosial Juliari P Batubara diduga terlibat korupsi di masa pandemi corona. Banyak pro-kontra terkait hukuman apa yang pantas diberikan kepada pelaku korupsi di saat kondisi bangsa sedang kesusahan. Salah satu yang jadi sorotan ialah tuntutan hukuman mati untuk diterapkan kepada kedua mantan menteri itu.
ADVERTISEMENT
Ketentuan soal Hukuman mati bagi koruptor memang diatur dalam Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor. Tapi, apakah keduanya bisa dituntut mati?
"Ancaman pidana mati dapat diancamkan kepada pelaku tindak pidana korupsi dalam keadaan tertentu ya. Dalam konteks bencana yaitu bencana alam nasional. Bencana alam nasional itu ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan peraturan perundang-undangan bahwa diberi status bencana alam nasional," kata Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Fakultas Hukum UGM Zaenur Rohman, saat dihubungi, Rabu (17/2).
Sementara untuk bencana non-alam meski bersifat nasional dinilai Zaenur tidak dapat diancam pidana mati. Sedangkan pandemi corona ini masuk dalam bencana non-alam.
Terlebih, kata Zaenur, kedua mantan menteri itu baru dijerat dengan pasal suap yang ancaman hukumannya berbeda.
ADVERTISEMENT
"Dalam konteks Juliari dan Edhy Prabowo dua hal yang menjadi syarat tidak terpenuhi. Yang pertama, pasal 2 ancaman pidananya sangkaan pidananya pasal 2 Undang-Undang Tipikor itu tidak dipenuhi karena yang diancamkan dua eks menteri ini suap atau gratifikasi," katanya.
"Dan yang kedua, bencananya bukan merupakan bencana alam nasional tapi bencana non-alam nasional. Aspirasi dari publik, kegeraman publik terhadap perilaku korupsi di saat situasi bencana seperti ini itu hal yang wajar karena memang perbuatan korupsi tersebut sangat melukai perasaan keadilan di saat masyarakat sedang kesusahan para pejabat negara malah melakukan korupsi terlebih dana bantuan untuk menghadapi tersebut," ujarnya.
KPK, kata Zaenur, dapat mengembangkan kasus dua eks menteri ini apakah berhenti pada suap gratifikasi atau ada perbuatan-perbuatan pidana lain yang itu harus diungkap.
ADVERTISEMENT
"Sejauh ini memang KPK punya banyak PR termasuk dugaan keterlibatan para politisi dalam kasus suap bansos," ujarnya.
Zaenur berpendapat kasus bansos erat dengan aktivitas politik yamg melibatkan para politisi. Publik masih menunggu apakah KPK mengusut ke pelaku lain yang memiliki posisi sangat tinggi. Hal itu ditunggu publik dan menjadi dasar penilaian masyarakat kepada KPK apakah KPK memiliki keberanian dan independensi dalam kasus ini.
Lalu hukuman berat apa yang memungkinkan menjerat keduanya? Zaenur menilai hal yang mungkin dilakukan ialah dengan dimiskinkan. Caranya dengan melakukan pengembalian harta hasil kejahatan atau asset recovery.
"Tentu di sini KPK perlu mengoptimalkan Undang-Undang atau pasal-pasal TPPU Tindak Pidana Pencucian Uang karena kan ada dugaan uang hasil kejahatan dua korupsi ini diduga mengalir ke banyak pihak terus di-tracking KPK kemudian seluruh harta hasil kejahatan itu harus disita begitu," katanya.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut juga menjadi bagian upaya tujuan pemidanaan terkait kasus korupsi. Yakni bukan hanya mempidanakan pelaku, tetapi juga bertujuan untuk mengembalikan harta hasil kejahatan atau kerugian negara.
"Meskipun dalam suap belum tentu ada kerugian negara. tapi dalam konteks kejahatan ini, uang hasil kejahatan jangan sampai dinikmati. Cara memiskinkan dengan TPPU," ujar dia.
Guru Besar Hukum Pidana di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Eddy Hiariej di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (21/2/2019). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Perihal tuntutan mati layak diterapkan kepada Eddy Prabowo dan Juliari Batubara sebelumnya diungkapkan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej. Eddy Hiariej -demikian ia disapa- menilai tuntutan itu layak diterapkan mengingat perbuatan diduga terjadi pada saat pandemi COVID-19.
"Kasus korupsi yang terjadi pada era pandemi seperti dua mantan menteri terkena OTT KPK pada akhir tahun 2020. Yang satu November, satu (lagi) 4 Desember," katanya dalam diskusi daring Lustrum XV Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Selasa (16/2)
ADVERTISEMENT
"Kedua mantan menteri ini melakukan perbuatan korupsi kena OTT, bagi saya, mereka layak dituntut dengan ketentuan Pasal 2 Ayat 2 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi yang mana pemberatannya sampai pada pidana mati," ujarnya.