BKKBN: 6,1 Juta Anak di Indonesia Alami Stunting

1 Maret 2022 15:49 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kepala BKKBN Hasto Wardoyo. Foto: BKKBN
zoom-in-whitePerbesar
Kepala BKKBN Hasto Wardoyo. Foto: BKKBN
ADVERTISEMENT
Sebanyak 6,1 juta anak di Indonesia mengalami stunting. Jumlah tersebut berada di atas rata-rata standar WHO.
ADVERTISEMENT
Diketahui, stunting adalah masalah kurangnya asupan gizi yang dalam waktu yang cukup lama sehingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak.
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengatakan prevalensi stunting Indonesia saat ini tercatat sebesar 24,4 persen. Sementara, standar WHO tak boleh melebihi angka 20 persen.
"Kalo data prevalensi stunting kita di angka 24.4 persen dari 23 juta balita di Indonesia. Jumlah stunting-nya itu masih 6.1 juta balita. Itu estimasi kita," ujar Hasto di sela acara Sosialisasi Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Stunting (RAN PASTI) di Hotel Po Semarang, Selasa (1/3).
Ia menjelaskan, dengan tingginya angka stunting ini, pihaknya menargetkan pada tahun 2024 prevalensi stunting dapat turun ke angka 14 persen.
ADVERTISEMENT
"Komitmen Presiden Joko Widodo untuk menurunkan angka stunting nasional di angka 14 persen di tahun 2024," jelas dia.
Pihaknya optimistis target itu dapat tercapai, sebab pemerintah berani menggelontorkan dana anggaran hingga Rp 28 triliun untuk mengatasi masalah stunting ini.
"Saya optimis dengan anggaran di atas Rp 25 triliun ini asalkan terfokus dan konvergensi di tingkat desa atau tingkat bawah sehingga tidak bias dalam mencapai sasaran," kata dia.
"Maka data jadi sumber sangat penting menuju konvergensi. Kita juga akan terus memperbaiki pencatatan pelaporan dari posyandu," imbuh dia.
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo bersama Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi dalam pres konferense di Hotel Po Semarang. Foto: Intan Alliva Khansa/kumparan
Hasto mengungkapkan Jawa Tengah menjadi provinsi yang daerahnya tidak ada warna merah dalam indikator jumlah stunting.
Berdasarkan Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) Tahun 2021, Jawa Tengah memiliki 19 kabupaten dan kota dengan kategori kuning. Antara lain, Kendal, Kota Semarang, Blora, Banyumas, Batang, Kabupaten Magelang, Banjarnegara, Kota Tegal dan Pemalang.
ADVERTISEMENT
Lalu, 15 kabupaten/kota lainnya berkategori hijau dengan prevalensi di kisaran 10 hingga 20 persen. Antara lain, Sukoharjo, Kabupaten Pekalongan, Sragen, Rembang, Cilacap, Kudus, Purbalingga dan Kabupaten Semarang.
Grobogan menjadi satu-satunya kabupaten di Jawa Tengah yang berstatus biru, yakni memiliki di bawah prevalensi 10 persen dengan angka 9,6 persen.
"Namun, jika di-rangking prevalensi stunting terbesar ada di Wonosobo, Kabupaten Tegal, Brebes, Demak dan Jepara. Sementara lima kabupaten yang memiliki prevalensi stunting terendah dimulai dari Grobogan, Kota Magelang, Wonogiri, Kota Salatiga dan Purworejo," beber Hasto.
Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi. Foto: Intan Alliva Khansa/kumparan
Sementara itu, Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi menambahkan, ada 1.367 anak di daerahnya yang menderita stunting karena gizi buruk dan faktor ekonomi.
"Data dari Dinas Kesehatan pada tahun 2021 dari 44.058 balita di Kota Semarang, 3,1 persen di antaranya menderita stunting. Itu tersebar di 153 kelurahan di Kota Semarang," ucap pria yang akrab disapa Hendi itu.
ADVERTISEMENT
Ia pun telah menyiapkan anggaran sebesar Rp 6,7 miliar untuk pengentasan stunting di tahun 2022.
"Ada Rp 3 miliar di DKK Kota Semarang untuk PMT (Pemberian Makanan Tambahan) atau dapur sehat. Dan Rp 3,7 miliar di Dinas Ketahanan Pangan Kota Semarang untuk pembelian susu. Ada juga anggaran turunan Ngincengi Wong Meteng per kelurahan ada ASN yang memantau dan lakukan edukasi," kata Hendi.