BKSDA Aceh Akan Pasang GPS di Tubuh Gajah Liar untuk Cegah Konflik

16 Januari 2020 17:46 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tim Dokter Hewan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh bersama tim identifikasi Polres Aceh Timur melakukan proses pembedahan gajah Sumatra. Foto: ANTARA FOTO/Cek Mad
zoom-in-whitePerbesar
Tim Dokter Hewan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh bersama tim identifikasi Polres Aceh Timur melakukan proses pembedahan gajah Sumatra. Foto: ANTARA FOTO/Cek Mad
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Frekuensi konflik antara gajah dan manusia di Aceh terus meningkat. Sejak lima tahun terakhir, populasi gajah di habitatnya kerap mendapat ancaman serius lantaran ulah jahat tangan manusia.
ADVERTISEMENT
Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, mencatat pada 2015 konflik gajah dan manusia terjadi sebanyak 39 kasus, di tahun 2016 ada 44 kasus. Pada tahun 2017 ada 103 kasus.
Di tahun 2018, konflik antara gajah dan manusia sempat menurun, hanya ada 73 kasus. Namun, pada tahun 2019 kembali meningkat menjadi 107 kasus.
Sedangkan data kematian gajah dari 2016 hingga 2020 berjumlah 38 gajah. Penyebab kematiannya, 74 persen karena konflik (dibunuh), 14 persen perburuan, dan 12 persen mati alami.
“Konflik satwa semakin meningkat selama 5 tahun terakhir. Meningkat ini juga ditambah tidak ada strategi khusus penanganan konflik. Harapan saya ke depan dapat kita sosialisasikan agar dapat meminimalisir konflik gajah,” kata Kepala BKSDA Aceh, Agus Arianto di Banda Aceh, Kamis (16/1).
ADVERTISEMENT
Agus menjelaskan, konflik satwa gajah dengan manusia tidak terlepas karena habitatnya sudah terganggu. Populasi gajah semakin berkurang dan telah terfragmentasi. Saat ini, kata Agus, 85 persen populasi gajah berada di luar kawasan konservasi, bahkan sudah berada di luar kawasan hutan.
“Konflik satwa tidak terlepas dari habitatnya yang sudah terganggu,” ungkap Agus.
Untuk menurunkan angka konflik antara gajah dan manusia itu, strategi jangka pendeknya BKSDA telah melaksanakan beberapa kegiatan seperti pemasangan GPS Collar pada gajah dan penguatan Conservation Response Unit (CRU).
“Tidak hanya melakukan respons konflik yang ada, tetapi juga bagaimana mereka (petugas CRU) juga bisa menjadi corong dalam memberi pengetahuan kepada masyarakat,” kata Agus.
Ilustrasi Gajah Foto: Pixabay
Agus menyebutkan, pemasangan GPS Collar pada gajah sangat membantu untuk menyusun strategi penggiringan gajah.
ADVERTISEMENT
“Kesiapsiagaan kita lebih bagus lagi dengan adanya pemasangan GPS Collar ini,” ujar dia.
GPS Collar ini dilakukan salah satunya untuk memantau pergerakan kelompok gajah. Gajah yang dipasang kalung GPS akan memberikan informasi titik koordinat keberadaannya. Secara otomatis akan menunjukkan lokasinya di dalam peta digital dalam periode yang telah diatur setiap 4 jam sekali melalui satelit.
Langkah ini dilakukan dengan beberapa tujuan. Pertama dapat mengetahui lebih rinci pola pergerakan harian kelompok gajah ini dari waktu ke waktu. Kedua dapat menjadi sistem peringatan dini dalam upaya penanggulangan konflik manusia dan gajah yang dilakukan oleh BKSDA.
Berdasarkan data Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, Populasi gajah Sumatera di Aceh saat ini berjumlah 539 ekor. Di awal 2020, gajah yang mati ditemukan sebanyak enam ekor. Lima di Aceh Jaya, dan satu di Aceh Utar
ADVERTISEMENT