BMKG Ungkap Alasan Gempa Nias Barat Diperbaharui dari 7,2 M jadi 6,7 M

14 Mei 2021 18:36 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Lokasi gempa di Nias Barat. Foto: Dok. Google Maps
zoom-in-whitePerbesar
Lokasi gempa di Nias Barat. Foto: Dok. Google Maps
ADVERTISEMENT
BMKG membeberkan penjelasan soal gempa yang mengguncang lepas pantai sebelah barat Kabupaten Nias Barat, Sumatera Utara, Jumat (14/5), semula dinyatakan berkekuatan 7,2 magnitudo berubah menjadi 6,7 magnitudo.
ADVERTISEMENT
"Jadi perlu dipahami bahwa sistem informasi gempa dan peringatan dini tsunami di Indonesia kurang lebih berkaca pada seperti di Jepang, kemudian juga Aussie (Australia) dan India," kata Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati, dalam siaran pers virtual hari ini.
"Karena tugas kita adalah memberikan informasi sedini mungkin agar dapat segera dilakukan penyelamatan. Jadi baik policy Jepang, Indonesia, Aussie, India, kecepatan nomor satu. Bukan akurasi," imbuh dia.
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
Lebih lanjut, Dwikorita menjelaskan data peringatan bencana yang lebih stabil baru bisa dilihat pada menit ke-15, termasuk data gempa. Sedangkan pada menit ke-3 data yang masuk belum lengkap.
Namun karena Indonesia mengutamakan kecepatan, data pada menit ke-3 yang digunakan untuk rilis peringatan gempa. Kebijakan ini berbeda dengan Amerika Serikat atau Jerman yang lebih mengutamakan akurasi.
ADVERTISEMENT
"Nah, pada menit ke-3 dibanding menit ke-15 data sensor yang masuk jumlahnya sangat beda sehingga belum cukup stabil. Tapi karena keselamatan harus lebih dulu, policy kami skenario terburuk. Keluarin di menit ke-3. Jadi bukan diralat tapi update. Katakanlah menit ke-3 terkumpul data dari 20 sensor, kalau nunggu menit 15 ratusan sensor sudah masuk," jelas dia.
"Beda dengan negara yang enggak punya tanggung jawab berikan info cepat. Misal USGS (Amerika Serikat) keluarkan info pada menit ke-15. Jerman menit ke-20. Nah, mereka beda dengan Indonesia, Jepang, pada menit ke-3. Di Indonesia menit ke-3, maksimal menit ke-4. Jadi beda kecepatan," lanjutnya.
Dwikorita menambahkan, kalau rilis harus menunggu data selama 15 menit maka tak ada gunanya. Sebab rilis peringatan dini di Indonesia bertujuan membuat warga siaga soal keselamatannya, bukan sekadar informasi.
ADVERTISEMENT
"Kalau nunggu 15 menit korban sudah terlalu banyak. Apalagi peringatan dini tsunami. USGS dan Jerman enggak beri peringatan dini tsunami," kata dia.
"Kalau magnitudo dihitung stabil ke 15 menit, tsunami bisa dateng ke menit 2. Jadi enggak ada gunanya peringatan dini tsunami kalau gitu," tambahnya.
Dwikorita turut menegaskan bahwa update gempa BMKG tak akan jauh-jauh dari rilis pertama. BMKG juga akan memastikan magnitudonya lebih rendah dari pada pernyataan saat pertama disampaikan.
"BMKG update selalu rendah. Meski di jepang 7,1 M, 30 menit kemudian jadi 9 M, kami berupaya update selalu selisihnya maks 0,7 atau paling buruk enggak lebih dari 1. Dan harus lebih rendah, karena akan lebih mengkhawatirkan kalau updatenya lompat," pungkas dia.
ADVERTISEMENT