BPOM Pertanyakan OTG Dijadikan Sampel Uji Klinis Obat Corona Unair

19 Agustus 2020 16:10 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kepala Badan Pengawa Obat dan Makanan (BPOM) Penny Kusumastuti dalam talkshow "Endorse Komsetik Aman atau Menuai Bencana" di Jakarta, Rabu (25/9/2019). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Kepala Badan Pengawa Obat dan Makanan (BPOM) Penny Kusumastuti dalam talkshow "Endorse Komsetik Aman atau Menuai Bencana" di Jakarta, Rabu (25/9/2019). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
BPOM mengungkapkan sejumlah koreksi terkait uji klinis obat corona Unair yang disponsori TNI AD dan BIN. Hal itu yang membuat uji klinis sementara dinyatakan belum valid.
ADVERTISEMENT
Salah satu yang harus diperbaiki adalah pemilihan sampel pasien yang diberikan obat corona yang dirasa masih kurang. Apalagi orang tanpa gejala (OTG) juga diberikan obat kombinasi tersebut.
"Ada OTG yang diberikan obat, padahal menurut protokolnya tidak perlu diberikan obat," kata Kepala BPOM Penny Lukito dalam jumpa pers virtual dari kantornya, Rabu (19/8).
Menurut Penny, obat kombinasi tersebut harus diberikan ke pasien yang bergejala. Jumlahnya pun harus mewakili populasi masyarakat Indonesia.
"Kita harus mengarah ke pasien penyakit ringan, sedang, dan berat. Tentu dengan keterpilihan masing-masing," jelas dia.
Apalagi, jumlah OTG belakangan sangat banyak. Sebanyak 80 persen kasus di usia produktif tidak bergejala.
Soal jumlah sampel yang belum memadai juga disoroti BPOM. Sebab ini terkait langsung dengan validitas obat corona Unair tersebut.
Kombinasi obat corona temuan UNAIR hasil kerja sama dengan beberapa institusi pemerintah. Foto: Youtube/@BNPB
Kata Penny, obat ini harus dikaitkan dengan variasi, demografi dari derajat kesakitan atau keparahan. BPOM melakukan untuk derajat ringan, sedang, dan parah.
ADVERTISEMENT
"Tapi subjek yang diintervensi dengan obat ini belum merepresentasikan keanekaragaman tersebut," tutur Penny.
Soal efek samping, Penny tidak bisa menyinggung lebih jauh. Sebab itu masuk ke fase selanjutnya setelah perbaikan ini.
"Kalau side effect-nya lebih lanjut, itu lebih ke jangka panjang. Sebab ini masih baru. Karena ini obat kombinasi baru adalah obat keras tentunya ada side effect yang ditimbulkan sehingga tidak bisa diberikan ke orang yang tidak sakit," tutup dia.
Sebelumnya, Rektor Unair Prof Mohammad Nasih, menjelaskan obat baru itu merupakan hasil kombinasi dari tiga jenis obat yang sudah ada di pasaran. Pertama, Lopinavir/Ritonavir dan Azithromycin. Kedua, Lopinavir/Ritonavir dan Doxycycline. Ketiga, Hydrochloroquine dan Azithromyci.
Kombinasi obat jika dijadikan satu produk dianggap sebagai obat baru yang membutuhkan izin edar dari BPOM sebagai regulator.
ADVERTISEMENT