Sidang Djoko Tjandra

Brigjen Nugroho Sebut Djoko Tjandra Ada di Red Notice, tapi Tak Bisa Ditangkap

30 November 2020 21:58 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Tjandra mengenakan masker sebelum menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (19/11). Foto: Aprillio Akbar/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Tjandra mengenakan masker sebelum menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (19/11). Foto: Aprillio Akbar/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Mantan Sekretaris National Central Bureau (Ses NCB) Interpol Indonesia, Brigjen Nugroho Slamet Wibowo, menjadi saksi untuk terdakwa Eks Kakorwas PPNS Bareskrim, Brigjen Prasetijo Utomo, yang terjerat kasus dugaan penerimaan suap dari Djoko Tjandra.
ADVERTISEMENT
Dalam kesaksiannya, Brigjen Nugroho mengatakan nama Djoko Tjandra sebenarnya masih terdaftar di red notice Interpol pada 2019.
Namun Djoko tak bisa dimintakan untuk ditangkap saat berada luar negeri karena tidak ada permintaan kerja sama penangkapan.
"Nama Djoko Tjandra pada bulan Januari 2019 masih ada di red notice Interpol, tetapi sudah tidak bisa lagi dimintakan untuk kerja sama penangkapan lagi," kata Nugroho di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (30/11), seperti dikutip dari Antara.
Nugroho mencontohkan, suatu saat keberadaan Djoko Tjandra pernah terendus di Korea Selatan. Ketika itu, Djoko Tjandra di Korsel untuk menikahkan anaknya. Namun ketika dimintakan penangkapan, tidak ada respons dari aparat penegak hukum Korsel.
"Datanya masih bisa dilihat tetapi tidak menimbulkan arti karena yang bersangkutan pernah menikahkan anak di Korea Selatan tetapi tidak ada proses apa-apa di Korsel oleh kita saat itu," kata Nugroho tanpa menyebut kapan kejadian itu.
Terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Tjandra menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (10/11). Foto: Sigid Kurniawan/kumparan
Djoko Tjandra masuk daftar red notice Interpol sekitar 1 bulan usai kabur setelah divonis 2 tahun penjara di kasus cessie Bank Bali oleh Mahkamah Agung (MA) di tingkat PK pada Juni 2009.
ADVERTISEMENT
Menurut Nugroho, bila tidak ada permohonan perpanjangan dari penegak hukum, red notice tersebut habis masa berlakunya 5 tahun sejak diterbitkan. Artinya, red notice Djoko Tjandra habis masa berlakunya pada 2014.
"Saat rapat saya diberitahukan bahwa menurut aturan sejak Juni 2019 status red notice Djoko Tjandra sudah tidak ada lagi, sudah terhapus by system, dan memang tidak ada permintaan perpanjangan dari aparat penegak hukum," kata Nugroho.
Nugroho juga mengakui menandatangani surat balasan kepada istri Djoko Tjandra, Anna Boentaran, yang menanyakan soal status red notice Djoko Tjandra pada April 2020.
"Saya terima surat Anna Boentaran saat rapat dengan Kadiv Hubinter Irjen Pol Napoleon Bonaparte. Surat itu diterima sesuai dengan administrasi internal," kata Nugroho.
Saksi selaku terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Tjandra bersiap memberikan kesaksian dalam sidang lanjutan Pinangki Sirna Malasari, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (9/11). Foto: Sigid Kurniawan/ANTARA FOTO
Nugroho mengatakan balasan surat darinya kepada Anna Boentaran hanya menginfokan soal status red notice Djoko Tjandra.
ADVERTISEMENT
"Saya balas karena perintah dari pimpinan (Irjen Napoleon -red) balas saja. Kalau sudah dikatakan (untuk membalas) oleh pimpinan, dalam hierarki, berarti sudah disetujui," ujar Nugroho.
"Pimpinan sudah minta saya untuk tanda tangan dan dari bawah, yaitu kabag sudah dikonsep. Saya tanya Kabag sudah diperintah, lalu saya tanda tangan dan surat kembali lagi kepada Kabag walau surat balasan itu tidak ada disposisinya," lanjut Nugroho.
Menurut Nugroho, Interpol tidak berwenang untuk membuat DPO, tetapi hanya berwenang menerbitkan red notice. Sebab Interpol hanya menjadi administrator pelaksana untuk pembantuan tugas luar negeri.
Adapun imbas kasus Djoko Tjandra, Nugroho dicopot dari jabatannya di Interpol dan dimutasi menjadi Analis Kebijakan Utama Bidang Jianbang Lemdiklat Polri.
Mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Irjen Pol Napoleon Bonaparte menjalani sidang sebagai saksi untuk terdakwa Tommy Sumardi, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (24/11). Foto: ANTARA FOTO/Reno Esnir
Dalam dakwaan disebutkan Irjen Napoleon memerintahkan Kabag Jatinter Set NCB Interpol Divhubinter Polri, Kombes Pol. Tommy Aria Dwianto, untuk membuat surat kepada pihak Imigrasi pada 29 April 2020 yang ditandatangani Brigjen Nugroho.
ADVERTISEMENT
Isi surat tersebut menginformasikan bahwa Sekretariat NCB Interpol Indonesia Divhubinter Polri sedang memperbaharui sistem database daftar pencarian orang (DPO) yang terdaftar dalam Interpol Red Notice melalui jaringan I-24/7 dan diinformasikan bahwa data DPO yang diajukan oleh Divhubinter Polri kepada Ditjen Imigrasi sudah tidak dibutuhkan lagi.
Selain itu, Napoleon juga memerintahkan Tommy untuk membuat surat pada tanggal 4 Mei 2020 perihal pembaharuan data Interpol Notice yang ditandatangani Brigjen Nugroho untuk Ditjen Imigrasi yang isinya menyampaikan penghapusan Interpol Red Notice.
Terdakwa perantara suap Djoko Tjandra, Tommy Sumardi menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (10/11). Foto: Sigid Kurniawan/aNW
Selanjutnya, pada 5 Mei 2020, Irjen Napoleon memerintahkan Tommy membuat surat soal penghapusan red notice yang ditujukan kepada Ditjen Imigrasi Kemenkumham dan ditandatangani Brigjen Nugroho.
Isi surat tersebut menginformasikan bahwa red notice Djoko Tjandra telah terhapus dari sistem basis data Interpol sejak 2014 setelah 5 tahun.
ADVERTISEMENT
Pada 8 Mei 2020, Irjen Napoleon memerintahkan Tommy membuat surat pemberitahuan yang ditandatangani Brigjen Nugroho untuk Anna Boentaran yang menerangkan bahwa setelah pemeriksaan pada Police Data Criminal ICPO Interpol didapatkan Djoko Tjandra tidak lagi terdata sebagai subjek red notice ICPO Interpol, Lyon, Prancis.
Atas surat-surat tersebut, Irjen Napoleon didakwa menerima suap USD 270 ribu dan SGD 200 ribu dari Djoko Tjandra melalui Tommy Sumardi. Sementara Brigjen Prasetijo diduga menerima USD 150 ribu.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten