Budi Sadikin: Positivity Rate Corona di Indonesia Pernah 30%, Harus Ditekan

12 Januari 2021 12:13 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menkes RI Budi Gunadi saat konferensi pers di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Kamis (31/12). Foto: Biro Pers Sekretariat Presiden
zoom-in-whitePerbesar
Menkes RI Budi Gunadi saat konferensi pers di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Kamis (31/12). Foto: Biro Pers Sekretariat Presiden
ADVERTISEMENT
Menkes Budi Gunadi menegaskan positivity rate kasus corona di Indonesia masih tinggi. Ia menyebut, angka positivity rate pernah mencapai 30 persen. Hal itu ia singgung saat Budi menghadiri rapat dengan Komisi IX DPR yang disiarkan secara live dari YouTube, Selasa (12/1).
ADVERTISEMENT
“Positivity rate kita masih tinggi, di negara maju harus ditekan sampai di bawah 5, kita 30 persen,” ujar Budi.
Positivity rate adalah perbandingan jumlah kasus dengan tes individu. Semakin rendah semakin baik.
Ia mengatakan salah satu penyebab tingginya positivity rate adalah belum maksimalnya 3T (Tracing, Testing, Treatment). Selain itu, perubahan perilaku masyarakat soal protokol kesehatan juga dinilai menaikkan kasus corona di Indonesia.
“Cara yang cepat naikkan ruangan di rumah sakit konversikan dari yang ada sekarang. Contoh di RS vertikal di bawah Kemenkes ada 14 ribu bed tapi yang dipakai Covid 2.700, enggak sampai 20 persen. BOR (Bed Occupancy Rate) masih relatif terpenuhi tapi covid enggak masuk,” tambahnya.
ADVERTISEMENT
Selain itu, langkah yang bisa diambil untuk menurunkan positivity rate adalah memprioritaskan pasien kategori berat atau menengah. Pasien ringan dengan gejala tak sesak napas, belum ada kenaikan suhu tapi hasil tes PCR-nya positif, sebaiknya di tempat isolasi, tambah Budi.
“Yang mampu bisa isolasi mandiri, yang tak mampu perlu dibuatkan isolasi yang tersentralisasi. Jakarta ada Wisma Atlet, Surabaya ada Wisma Haji," ujarnya.
Strategi berikutnya adalah menambah jumlah tenaga kesehatan yang menangani corona. Budi menyebut, jumlah tenaga kesehatan berkurang karena mereka banyak yang letih dan terkena rotasi.
"Kekurangan dari perawat, kita di kemenkes sudah diskusi ada surat tanda registrasi yang dibutuhkan perawat yang sudah lulus dalam lonjakan pandemi ini kita ringankan. yang sudah lulus sekolah tak usah ambil sertifikat bisa langsung kerja," paparnya.
ADVERTISEMENT