Buntut Kasus Ferdy Sambo, Kompolnas Diminta Jaga Jarak dari Polri

29 September 2022 15:42 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Harian Kompolnas Benny Mamoto di rumah dinas Irjen Pol Ferdy Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta, Senin (15/8).
 Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Harian Kompolnas Benny Mamoto di rumah dinas Irjen Pol Ferdy Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta, Senin (15/8). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
Kasus pembunuhan Brigadir J oleh eks Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo, menyeret puluhan perwira menengah hingga petinggi Polri.
ADVERTISEMENT
Kasus pelanggaran etik dan penyelewengan di internal Polri dinilai terjadi bukan pertama kali. Kerja Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) sebagai pengawas fungsional Polri pun dipertanyakan.
Hal itu disampaikan oleh Guru Besar Universitas Padjadjaran (Unpad) Prof Dr Muradi saat menjadi pembicara di diskusi CSIS bertajuk 'Urgensi Reformasi Polri', Kamis (29/9).
Menurut Muradi, Kompolnas seharusnya tidak diisi oleh purnawirawan atau internal kepolisian agar menjaga objektivitas sebagai pengawas Polri.
"Catatan khusus untuk Kompolnas, yang namanya pakar kepolisian itu bukan dari purnawirawan polisi. Dari 9 anggota ini 2 purnawirawan polisi, kalau dihitung sama Mendagri jadi 3 ya," ujar Muradi.
Ia pun mencontohkan nasib Ketua Harian Kompolnas Irjen (Purn) Benny Mamoto yang terseret dalam skenario yang dijalankan Irjen Ferdy Sambo.
ADVERTISEMENT
Benny menjadi salah satu yang mendapat penjelasan soal insiden tembak menembak di rumah dinas Ferdy Sambo versi Ferdy Sambo.
"Pak Benny agak failed, ya itulah kejadiannya kalau (punya) hubungan personal tadi. Pak Benny baik, tapi kan dia didorong terlalu jauh akhirnya off side juga," tuturnya.
Menurut Muradi, cara lainnya yang harus dilakukan Kompolnas adalah menjauhkan kantor Kompolnas dari lingkungan Polri itu sendiri.
Ia menyarankan Sekretariat Kompolnas dipindahkan ke kompleks Menkopolhukam.
"Saya sebagai peneliti, kalau saya ikut berada di dalam saya sangat subjektif. Kalau saya berjarak, saya bisa melihat, oh ternyata ada yang salah. Jadi kantor Kompolnas itu jangan lagi di lingkungan Polri, kalau mau di bawah saja sekalian langsung di kompleks Menkopolhukam," terangnya.
ADVERTISEMENT
Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti turut memberikan tanggapan terkait kerja Kompolnas. Ia mengkritik bahwa anggota Kompolnas yang terdiri dari sejumlah menteri koordinator justru dianggap kurang efektif.
"Apakah Kompolnas efektif? Dengan fakta secara ex officio diisi oleh pejabat di pemerintahan termasuk Kemenkopolhukam, penegakan kode etik apakah juga jadi efektif? Karena saya punya data yang menunjukkan sebaliknya," ungkap Bivitri.
Ketua Kompolnas Mahfud MD (kanan) bersama Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik (kiri) mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (22/8/2022). Foto: Muhammad Adimaja/Antara Foto
"Mungkin dia efektif dalam hal moralitas, perselingkuhan, dan lainnya. Tapi bagaimana dengan kekerasan yang dilakukan terhadap mahasiswa waktu demonstrasi dan aktivis?," tambahnya.
Di sisi lain, Bivitri mengungkap bahwa penyelewengan yang terjadi di tubuh polri tidak bisa dikatakan sebagai kesalahan Polri sepenuhnya.
Menurutnya, para elite politik juga turut melanggengkan dan membiarkan institusi kepolisian berdiri secara tidak independen.
ADVERTISEMENT
"Kita tidak boleh menutup mata, bahwa kesalahan tidak sepenuhnya ada di institusi kepolisian. Saya ingin katakan bahwa penguasa dan elite itu menyukai institusi kepolisian yang tidak independen. Penguasa dan elite politik menyukai di mana mereka bisa mengontrol kepolisian karena wewenang kepolisian itu luas dari penegakan hukum sampai administrasi," tandasnya.