Bupati Talaud Nonaktif, Sri Wahyumi, Dihukum 4,5 Tahun Penjara

9 Desember 2019 22:17 WIB
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Bupati Kepulauan Talaud nonaktif, Sri Wahyumi Maria Manalip, hadapi vonis di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (9/12). Foto: Lutfan Darmawan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Bupati Kepulauan Talaud nonaktif, Sri Wahyumi Maria Manalip, hadapi vonis di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (9/12). Foto: Lutfan Darmawan/kumparan
ADVERTISEMENT
Bupati Kepulauan Talaud nonaktif, Sri Wahyumi Maria Manalip, divonis hukuman 4,5 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan. Sri terbukti menerima suap dari seorang pengusaha bernama Bernard Hanafi Kalalo.
ADVERTISEMENT
"Memutuskan, mengadili dan menyatakan terdakwa Sri Wahyumi Maria Manalip telah terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut," kata Hakim Tipikor di PN Jakarta Pusat, Senin (9/12).
Hukuman ini lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU). Sri sebelumnya dituntut 7 tahun penjara dengan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Majelis hakim menilai Sri Wahyumi menerima suap senilai Rp 491 juta. Angka suap tersebut diterima dalam berbagai macam barang mewah: menerima suap 1 unit ponsel satelit merek Thuraya beserta pulsa dengan nilai Rp 28,08 juta, tas tangan merek Chanel senilai Rp 97,36 juta dan tas tangan merek Balenciaga senilai Rp 32,995 juta.
Selain itu, Sri Wahyumi juga menerima jam tangan merek Rolex senilai Rp 224,5 juta, cincin merek Adelle senilai Rp 76,925 juta, dan anting merek Adelle senilai Rp 32,075 juta. Total suap yang dinilai diterima Sri Wahyumi mencapai Rp 491 juta.
ADVERTISEMENT
Suap itu diberikan agar Sri Wahyumi membantu Bernard memenangkan lelang proyek revitalisasi Pasar Beo dan revitalisasi Pasar Lirung di Kabupaten Talaud tahun anggaran 2019.
Bupati Kepulauan Talaud, Sri Wahyumi Maria Manalip saat menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (18/11/2019). Foto: ANTARA FOTO/Galih Pradipta
Hakim menilai ada faktor yang memberatkan putusan Sri Wahyumi. Yakni, tidak mendukung program pemberantasan korupsi dan tidak berterus terang dalam kasusnya di persidangan.
Adapun perbuatan yang meringankan Sri Wahyumi yakni bersikap sopan dipersidangan, belum dihukum, dan masih ada tanggungan keluarga.
Perbuatan Sri Wahyumi dianggap melanggar Pasal 12 huruf a UU No 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 64 ayat (1) KUHP.