Bupati Talaud Usai Divonis 4,5 Tahun Bui: Perkara Ini Kurang Menarik

9 Desember 2019 23:10 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Bupati Kepulauan Talaud, Sri Wahyumi Maria Manalip usai menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (18/11/2019).
 Foto: ANTARA FOTO/Galih Pradipta
zoom-in-whitePerbesar
Bupati Kepulauan Talaud, Sri Wahyumi Maria Manalip usai menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (18/11/2019). Foto: ANTARA FOTO/Galih Pradipta
ADVERTISEMENT
Bupati Kepulauan Talaud nonaktif, Sri Wahyumi Maria Manalip, divonis 4,5 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan. Selain dibui, Sri Wahyumi juga dihukum pencabutan hak politik.
ADVERTISEMENT
"Menjatuhkan pidana tambahan kepada terdakwa berupa pencabutan hak dipilih dalam pilihan jabatan publik selama 5 tahun terhitung terdakwa selesai menjalani pidana pokoknya," kata hakim saat membacakan vonis di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (9/12).
Usai persidangan, Sri Wahyumi menilai vonis itu tak adil dan tak pantas untuknya. Meski begitu, ia tetap menerima putusan hakim.
"Pada putusan perkara ini, ya, saya menghargai apa putusan majelis hakim meskipun mohon maaf, ini tidak adil bagi saya, karena satu hari pun saya tidak layak untuk dihukum," kata Sri Wahyumi.
Bupati Kepulauan Talaud, Sri Wahyumi Maria Manalip usai jalani sidang tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (18/11/2019). Foto: Aprilandika Pratama/kumparan
"Fakta-fakta di persidangan sudah jelas terbukti, saya tidak pernah melakukan korupsi uang negara, saya tidak menerima suap, saya tidak terima gratifikasi atau janji apapun yang berhubungan dengan jabatan saya, tapi bagaimanapun saya terima," sambung dia.
ADVERTISEMENT
Ia kemudian menyinggung jaksa di persidangan. Sri Wahyumi menduga ada dendam dari penyidik KPK terhadapnya dengan memperkarakannya di kasus ini.
"Titipan saya untuk Pak Jaksa dengan perkara ini, buat saya kurang menarik, karena saya didakwa, dituntut, dengan hal yang mungkin karena buat penyidik dendam ke saya, karena 2016 penyidik KPK 2016 saya sudah diincar. Jadinya dakwa saya dan tuntut saya dengan perkara yang saya lakukan, saya korupsi, rugikan negara," kata Sri Wahyumi.
Dalam perkaranya, Sri Wahyumi terbukti menerima suap dari pengusaha bernama Bernard Hanafi Kalalo melalui orang kepercayaannya, Benhur Lalenoh, sebesar Rp 491 juta dalam berbagai bentuk barang.
Menurut Sri Wahyumi, barang mewah yang diterimanya merupakan gratifikasi. Namun KPK tak beri waktu kepadanya untuk melaporkan gratifikasi tersebut.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, ia menerima vonis tersebut. Sementara jaksa KPK mengambil opsi pikir-pikir menanggapi vonis itu.
Perbuatan Sri Wahyumi dianggap melanggar Pasal 12 huruf a UU No 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 64 ayat (1) KUHP.