Busyro Muqoddas Bicara Pelemahan KPK: 'Karpet Merah' Firli Bahuri hingga Taliban

21 Oktober 2021 17:15 WIB
ยท
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mantan Ketua KPK Busyro Muqoddas. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Mantan Ketua KPK Busyro Muqoddas. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Busyro Muqoddas bicara mengenai perkembangan KPK dari masa ke masa. Termasuk bagaimana upaya dalam melemahkan lembaga antirasuah itu.
ADVERTISEMENT
Salah satu yang disoroti eks Ketua KPK itu ialah sosok Firli Bahuri. Dia mengulas ulang bagaimana Firli bisa mendapatkan suara mutlak di Komisi III DPR RI untuk menjadi Ketua KPK.
Busyro bicara mengenai hal tersebut saat tengah membahas sejumlah pelemahan yang terjadi terhadap KPK. Dia menilai terpilihnya Firli sebagai Ketua KPK sangat menarik, sebab diselimuti sejumlah kontroversi seperti salah satunya pelanggaran etik.
"Ini ada yang menarik, kalau kita tarik ke belakang, selama dia jadi Deputi Penindakan KPK dinyatakan langgar etik kategori berat," kata Busyro dalam diskusi yang digelar ICW bertema 'Historis TWK KPK dan Peta Besar Pelemahan Pemberantasan Korupsi', Kamis (21/10).
Terlebih, kata Busyro sebelum sempat dinyatakan melanggar etik berat dan diberi sanksi, dia keburu ditarik kembali ke institusi kepolisian. Bukan mendapatkan sanksi, melainkan diberi jabatan strategis sebagai Kapolda Sumatera Selatan.
ADVERTISEMENT
"Lalu ditarik Kapolri saat itu, justru diberi tugas di jajaran di kepolisian ada Polda dan macam-macam," kata dia.
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Firli Bahuri. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Pelanggaran etik itu ialah ketika Firli menjabat Deputi Penindakan KPK pada 2018. Salah satunya lantaran menemui pihak berperkara di KPK. Firli bertemu dengan mantan Gubernur NTB, Muhammad Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang (TGB).
Pertemuan itu diduga melanggar etik karena Firli saat itu menjabat Deputi Penindakan KPK, sementara TGB menjadi pihak terperiksa oleh penyelidik KPK. Selain itu, Firli juga pernah bertemu dengan pimpinan partai politik, meski belakangan dia menjelaskan bahwa pertemuan tersebut dalam kapasitas sebagai individu.
Busyro melanjutkan, Firli Bahuri yang dinilai melanggar etik itu malah diberi karpet merah oleh Kapolri saat itu Jenderal Tito Karnavian untuk ikuti seleksi menjadi calon pimpinan KPK.
ADVERTISEMENT
Bahkan, langkah Firli pun terbilang sangat mulus menjadi Ketua KPK meski terdapat sejumlah kontroversi di belakangnya. Dia secara aklamasi terpilih sebagai Ketua KPK oleh Komisi III DPR RI yang dipimpin Azis Syamsuddin.
"Oleh Kapolri saat itu diberi izin ikuti seleksi pimpinan KPK dan setelah ikuti seleksi pimpinan KPK lempeng sekali. Baru kali ini seleksi pimpinan KPK semuanya yang dulu-dulu tidak pernah ada dapat suara yang hadir itu mutlak, baru kali ini," kata Busyro.
Busyro juga menyinggung perihal isu Taliban yang dimunculkan sesaat sebelum pemilihan pimpinan KPK Jilid V. Isu ini banyak didengungkan oleh sejumlah pihak di media sosial.
Menurut Busyro, istilah itu sempat menjadi hanya guyonan di KPK. Karena dinilai justru merujuk pada pegawai di KPK yang bekerja serius dan militan dalam memberantas korupsi. Tak ada keterkaitan antara pegawai KPK yang berlatar belakang macam-macam agama ini dengan Taliban sesungguhnya.
ADVERTISEMENT
Belakangan isu ini dijadikan salah satu parameter dalam pemilihan pimpinan KPK. Hal tersebut, kata Busyro terlihat saat Pansel Pimpinan KPK melibatkan BNPT dalam proses seleksi. Dari situ, Busyro melihat ada keterkaitan yang diduga dimunculkan dalam proses pemilihan dengan isu tersebut.
"Setelah Pansel ini membuat langkah di antaranya langkah seleksi pimpinan KPK, maka seleksi pimpinan KPK itu disusun dengan melibatkan BNPT dengan materi antiradikalisme, intoleransi dan sebagainya. Nah baru di situ saya kemudian bisa simpulkan ada benang merah antara Taliban yang disebutkan kekuatan berbayar tadi kekuatan gelap, hitam, kumuh dengan apa? Dengan dilibatkannya diperankannya BNPT tadi," kata dia.
"Jadi benang merahnya di situ, jadi siapa lagi semulanya? jika bukan ada kepentingan politik tentu di sekitar istana untuk pimpinan KPK jilid setelah Agus Raharjo itu bisa atasi periode 1-5 (red: jilid 4)," sambung dia.
Penyidik senior KPK Novel Baswedan (kanan) bersama pegawai yang tidak lolos TWK menanggalkan identitas pekerjaannya saat hari terakhir bekerja di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (30/9/2021). Foto: Indrianto Eko Suwarso/ANTARA FOTO
Di sisi lain, selain isu Taliban, Busyro juga mengungkapkan perihal pelemahan terhadap KPK. Mulai dari revisi UU KPK hingga pemecatan terhadap 57 pegawai yang dinilai berintegritas. Untuk pemecatan, terjadi di saat Firli menjadi pimpinan KPK.
ADVERTISEMENT
'Karpet merah' kepada Firli Bahuri ini dinilai tak begitu saja diberikan. Ada sejumlah kepentingan yang menyertai. Busyro menduga, ini merupakan bagian dari proses pelumpuhan KPK.
"Di balik itu, sebenarnya enggak terlalu sulit kan berkesimpulan siapa sebenarnya di balik kepentingan pelumpuhan KPK, pelumpuhan 57 pegawai KPK tanpa moral dan hukum itu, siapa berkepentingan dengan 2024 yang akan datang jika bukan rezim yang sekarang sangat merawat syahwat politiknya untuk pertahankan pundi-pundinya tak lain meluluhlantakkan institusi KPK, SDM dan SDM intinya," pungkas Busyro.