BW: Independensi Penyidik KPK 'Diserang' Pimpinannya Sendiri

30 Januari 2020 11:41 WIB
comment
8
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi penyidik KPK. Foto: Rahmat Utomo/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi penyidik KPK. Foto: Rahmat Utomo/kumparan
ADVERTISEMENT
Mantan Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto, menyoroti adanya campur tangan pimpinan KPK Komjen Firli Bahuri dkk dalam proses penyidikan. Campur tangan itu terlihat dari adanya upaya pimpinan untuk menentukan pemanggilan saksi dalam penyidikan perkara.
ADVERTISEMENT
"Pimpinan KPK punya potensi akan 'merecoki' proses penyidikan karena 'mengontrol' dengan melibatkan diri pada hal yang sangat teknis yang tak perlu di tahapan proses penyidikan," kata BW dalam keterangannya, Kamis (30/1).
Mantan Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto. Foto: Darin Atiandina/kumparan
"Secara perlahan tapi pasti, independensi KPK tengah diporak-porandakan dan diruntuhkan sendiri oleh Komisioner KPK," sambung dia.
Pernyataan BW itu merespons pertanyaan Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango dalam Rapat Dengar Pendapat di DPR. Saat itu, Nawawi merencanakan evaluasi sistem pemanggilan dan pemeriksaan saksi di KPK.
Menurut BW, pernyataan itu mencederai independensi penyidik dalam mencari alat bukti yang potensial dari saksi terhadap tersangka korupsi.
Usaha itu juga, kata dia, memperlihatkan upaya perusakan sistem kontrol internal yang berada di ketua satgas, direktur penyidikan, dan deputi penindakan KPK yang selama mengelola proses penyidikan.
ADVERTISEMENT
"Mahkota penyidik atas otoritasnya untuk mencari alat bukti guna membuktikan kesalahan tersangka potensial 'dirampok' oleh pimpinan KPK," kata dia.
"Independensi penyidik KPK tengah 'diserang' oleh pimpinan KPK sendiri," sambungnya.
Padahal, kata BW, Pasal 3 Undang-udang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK, menyatakan secara tegas bahwa KPK adalah lembaga negara yang melaksanakan tugas dan wewenangnya secara independen dan bebas dari kekuasaan manapun.
Ilustrasi Penyidik KPK. Foto: ANTARA FOTO/Umarul Faruq
BW mengatakan, tak ada pasal dalam UU KPK yang secara eksplisit menegaskan adanya pemberian kewenangan kepada pimpinan untuk terlibat secara teknis dalam menentukan saksi yang akan dipanggil.
Terlebih, sambung BW, pasal yang menyatakan bahwa pimpinan KPK adalah penyidik dan penuntut umum, sudah dihapus di UU yang baru.
ADVERTISEMENT
"Jadi agak absurd, naif, dan konyol, jika pimpinan yang bukan penyidik, tapi mengatur-ngatur kewenangan penyidik dalam proses penyidikan," kata dia.
Selain itu, BW mengatakan, berdasarkan pasal 7 ayat (1) KUHAP, penyidik yang punya kewenangan untuk memanggil orang untuk diperiksa sebagai saksi atau tersangka.
Ditambah, dalam UU KPK pasal 12c disebutkan penyidik hanya wajib melapor secara berkala kepada pimpinan terkait penyadapan, bukan dalam hal pemanggilan saksi. Hal itu didukung juga oleh pasal 45 ayat (3) UU KPK yang mengatakan penyidik hanya tunduk pada mekanisme penyidikan sesuai KUHAP.
"Tindakan Komisioner KPK mengintervensi otoritas penyidik KPK adalah kejahatan dan punya potensi untuk dikonstruksi sebagai tindakan obstruction of justice karena dapat mengganggu independensi dan akuntabilitas proses penyidikan," pungkasnya.
ADVERTISEMENT